Dara tidak habis-habisnya mengutuk dirinya hari ini. Bagaimana tidak? Kini ia sedang duduk berhadapan dengan seseorang yang ia hindari selama ini. Seorang pria yang tidak mau ia lihat lagi. Seorang yang ia benci dan —mungkin saja tidak lagi dia cintai, Lee Donghae.
Lelaki yang dulu menemani harinya, menjadi penyemangat baginya, seorang yang paling mengerti dirinya. Seorang yang menjadi alasan dia bertahan setelah berkali-kali berpikir untuk mengakhiri hidupnya yang berat.
Telapak tangannya mulai berkeringat, dingin. Mungkin karena menahan emosi, pikirnya. Kepalanya juga mulai terasa berat. Dara memperhatikan sekitarnya dengan gelisah.
"Maafkan aku" Donghae terus meminta maaf sejak satu jam yang lalu.
Dara hanya menunduk sambil mengaduk-aduk minuman yang ada dihadapannya itu. Dara sangat benci suasana canggung seperti ini. Belum lagi orang-orang disekitar Donghae yang sejak tadi memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Menatapnya penuh curiga.
"Darimana Donghae kenal dengan wanita ini?" Mungkin seperti itu kira-kira pikiran mereka.
Dara kini tidak bisa fokus. Pikirannya mengatakan untuk meneriaki pria dihadapannya ini, memarahinya, menyiramnya dengan minuman, membanting meja, menjambak rambutnya dan menampar wajahnya. Tetapi di dalam hati kecilnya yang paling dalam, sebenarnya Dara sangat merindukan sosoknya. Dia adalah satu-satunya pria yang pernah singgah lama di hatinya. Dara pernah berpikir bahwa dia adalah pria yang datang dan tidak akan pernah pergi. Tapi sekarang dia benar-benar menyesal pernah berpikir sepolos itu.
"Dara-ya.. maafkan aku" pintanya lagi. "Aku minta maaf soal ahjumma. Aku benar-benar tidak bisa datang waktu itu. Itu hari debut pertamaku"
Dara menatapnya penuh emosi lalu beranjak dari tempat duduknya. Tidak memperdulikan teriakan Donghae yang terus memanggilnya hingga di depan pintu Cafe.
Donghae meraih lengan Dara, "maafkan aku, Dal"
Dara hanya menatapnya lalu melepaskan genggaman tangan Donghae dan pergi meninggalkannya terdiam ditempatnya berdiri saat itu.
Ia tidak bisa mengejar Dara mengingat statusnya sebagai salah satu anggota boyband terkenal di korea, Super Junior. Bisa saja sekarang paparazi sedang mengikutinya. Apalagi saat ini dia tidak menggunakan penyamaran apapun.
"Sial! Seharusnya aku tidak membahas itu tadi" seru Donghae kesal pada dirinya.
"Hae-ya. Sepertinya kita harus berangkat sekarang. Semakin banyak orang disini" ucap sang manajer.
***
Dara sekuat tenaga menahan air matanya yang sudah menggenang dipelupuk matanya. Ia berjalan dengan cepat menuju flatnya. Perkataan Donghae tadi masih terngiang-ngiang ditelinganya.
"Setidaknya, kalau kau tidak bisa datang hari itu, kau harusnya bisa datang dihari lainnya! Setidaknya saat orang-orang itu tidak mempercayai perkataanku, ada satu orang yang mempercayaiku. Setidaknya, walalupun seluruh dunia menyalahkanku karena kejadian itu, ada kau yang mendukungku. Kalau saja kau datang, mungkin aku tidak akan seperti ini, Hae-ya" batin Dara.
Belanjaan yang dibawanya tidak lagi terasa berat karena beban dihatinya yang terasa lebih berat saat ini. Dara menapaki anak tangga dengan terburu-buru. Tampaknya air matanya sudah tidak dapat ia tahan lagi. Emosinya meluap hingga sampai pada ambang batas kesabarannya.
"Kenapa setiap kali aku pergi keluar rumah, aku selalu mendapat sial seperti ini? Pertama aku bertemu si Scandal Maker itu, lalu sekarang aku harus bertemu dia?!" Dara terus menggerutu dalam hatinya.
Dara membenamkan wajahnya di bantal begitu sampai di kamarnya. Dia meletakkan semua belanjaan begitu saja, melepas coatnya dilantai, tidak merapikan sepatunya setelah ia gunakan. Bisa dikatakan dia sangat berantakan hari ini. Hatinya berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parky
FanfictionG-Dragon, seorang idol dan juga leader grup boy terkenal dunia, BIGBANG yang secara tidak sengaja mencintai Sandara Park seorang wanita yang menjadi anti sosial karena masa lalunya yang pahit. Berjuang untuk menghidupi dirinya yang kini hidup sebata...