PROLOG

5.3K 367 35
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, maupun alur cerita, maka hanya kebetulan semata.

***

Sri Suci Hayati, seorang janda kaya raya yang hidup menyendiri setelah ditinggal suaminya beberapa tahun silam. Dia terlentang di ranjang dengan ditemani oleh anak dan cucunya. Matanya yang semakin menyipit, guratan-guratan di wajahnya, pipinya yang semakin kempot, menandakan kalau usianya sudah di ujung tanduk. Pintu kamar ditutup dan dikunci rapat-rapat oleh seorang anaknya yang bernama Sukma Wati, usianya baru menginjak tiga puluh dua tahun, dan baru dikaruniai satu orang anak.

    "Sudah waktunya, anak-anakku yang hebat-hebat," seru Sri Suci Hayati. "Malam ini saya akan membagikan beberapa harta yang saya miliki. Saya sudah membuat surat wasiat ini jauh-jauh hari, dan..." Dia terbatuk.

    "Sudahlah, Bu. Jangan di paksakan. Lebih baik Ibu istirahat dulu." Wati mengambil air putih dan menuntunnya untuk minum.

   "Tidak apa-apa, Wati," kata Sri Suci Hayati. "Saya sudah membagikan harta kekayaan ini dengan adil kepada kalian bertiga, wahai anak-anakku."

   Arus kata-katanya mendadak terhenti, saat anak pertamanya protes dengan pembagian yang dibuat Ibunya sendiri. "Kenapa bagian saya paling sedikit, Ibu?"

    Sri Suci kembali terbatuk. Dia berkata perlahan. "Saya sudah menghitungnya dengan cermat. Kamu mendapatkan rumah mewah dan peternakan, dan anak kedua si Jono mendapatkan perusahaan itu, dan anak bungsuku--Wati, dia mendapatkan perhiasan itu."

   "Tidak bisa!" Anak pertama yang berkepala plontos dan bertubuh tegap itu protes keras. "Seharusnya aku yang mendapatkan permata itu!"

   Sri Suci menghela napas. Dia melirik sekilas ke arah anak bungsunya, Wati. Wati adalah sosok yang penyabar dan suka mengalah. Maka dia pun akhirnya mengalah dan memutuskan untuk menukar harta warisan tersebut.

   Acara dadakan itu bubar begitu saja. Anak pertama itu keluar dengan tawa lebar, begitu pula dengan anak keduanya. Mereka berdua adalah anak-anak yang kejam.

   "Maafkan aku, Ibu." Wati mendekap dan menangis di pelukan Ibunya.

   "Yang seharusnya minta maaf adalah Ibu, Nak. Kau anak yang cantik dan juga baik. Kau juga punya anak yang sama cantiknya seperti dirimu." Dia berhenti sejenak. "Tenang saja. Aku sudah menyiapkan semuanya untuk kamu, anakku."

   Mata Wati membulat, menatap Ibunya penuh kejutan. "Maksud, Ibu?"

   "Apa kamu mengenal Beethoven?"

   "Beethoven? Seorang komposer terkenal dari eropa itu kan?"

   "Betul sekali," ujar Sri Suci Hayati. "Aku punya satu rumah spesial yang tidak pernah diketahui oleh dua anakku tadi. Dan rumah itu aku ciptakan khusus untuk kamu dan juga untuk cintaku terhadap sang maestro Beethoven."

   Wati melipat dahi saat mendengar keterangan dari Ibunya. "Ibu tidak bercanda kan?"

   "Kapan Ibu berbohong?" Dia tersenyum tipis dan kembali terbatuk-batuk lagi.

   "Tapi, kan..." Wati tidak melanjutkan kalimatnya lagi.

   "Itu semua Ibu buatkan untukmu, Wati. Ibu sengaja mendesain rumah itu dengan gaya arsitektur ke-eropanan dengan sentuhan klasik musik di dalamnya." Dia berhenti sejenak. "Dan ingatlah, Wati. Di dalam rumah itu juga Ibu menyimpan sebuah barang berharga lainnya."

   "Apa itu?"

   "Permata yang sesungguhnya."

   "Permata yang sesungguhnya?" Wati terkejut bukan main mendengarnya.

   "Ibu sengaja membuat dua permata. Sebenarnya permata itu palsu. Permata yang akan Ibu berikan ke kakakmu itu palsu. Itu hanya sebuah kunci saja."

   "Kunci?"

   "Betul, wahai anakku. Permata itu adalah kunci yang akan membuka semua perhiasaan yang Ibu miliki selama hidup dan akan tersimpan secara aman dan tak akan ada yang bisa menemukannya kecuali kamu, anakku."

   "Ibu sungguh mempercayakan semua itu kepadaku?"

   "Sungguh," kata Suci. "Ibu sungguh sangat percaya padamu, anakku. Dan satu rintangan yang harus kamu ambil adalah mengambil permata yang akan Ibu berikan kepada kakakmu itu. Itu bukan perkara yang mudah, bukan?"

   Wati menghela napas. "Benar, Bu. Kakak mempunyai sifat egois yang sangat tinggi.

   "Ibu harap, kamu bisa membujuknya, dan mendapatkan permata palsu itu."

   Wati hanya bisa diam menatap tubuh lemah Ibunya yang hanya bisa terbaring lemah di atas dipan. Lalu suara lembut si kecil datang melompat dan memeluknya. Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun yang akan menjalani keseluruhan bagian kelanjutan kisahnya.

***

Di tahun yang sama, kira-kira lima belas tahun yang lalu. Sebuah kejahatan atas nama 'Jubah Hitam' mendadak menjadi buah bibir masyarakat. Mereka tampak antusias ketika mendengar adanya berita itu. Seluruh pihak kepolisian tidak mampu menangkapnya, pencuri kelas kakap itu benar-benar maestro sekali. Mereka mencuri barang perhiasan mahal dengan sangat cerdik, tanpa meninggalkan barang bukti maupun jejak--sidik jari.

    Sebuah rumah tauke muda malam itu kedatangan tamu tak di undang. Mereka itulah yang disebut komplotan 'Jubah Hitam'. Mereka bertiga mengincar emas batangan yang disimpan di dalam rumah mewah milik tauke muda.

    Jam satu malam adalah kejadiannya. Tauke muda kebetulan berhasil menangkap wajah pelaku itu, dan sial baginya, pelaku pencurian tak segan melepaskan timah panas ke jidadnya hingga menembus dan membuat tauke muda jatuh tak bernapas lagi. Dan luar biasanya, sebuah lagu Beethoven Sonata No.8 in C Minor terdengar di ruangan tempat ditemukannya korban oleh anaknya beberapa menit kemudian.

    Jubah Hitam berhasil kabur membawa barang curian, dan lagi-lagi pihak kepolisian gagal menangkapnya, bahkan mereka gagal mencari keberadaan komplotan misterius itu. Hingga lima belas tahun lamanya.

     Seorang anak remaja berusia dua puluh tahun yang mempunyai perasaan dendam terhadap komplotan itu, berusaha untuk menemukannya. Dia bertekad untuk membalaskan dendam kematian ayahnya. Dia sangat benci terhadap sikap polisi yang terlalu bodoh, mereka tidak bisa menangkap komplotan Jubah Hitam itu, hingga membuat anak remaja itu terdorong untuk mencari informasi sendiri. Kematian harus di balas dengan kematian.

(Bersambung)

Dua potongan cerita di atas akan sangat berpengaruh besar dalam cerita ini. Jadi harap di simak baik-baik ya.

Misteri Beethoven Sonata No.8 in C Minor (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang