Ana Sophie
Beberapa makanan dan minuman sudah disiapkan dengan baik dan menarik di atas meja-meja bundar. Aku menghela napas panjang setelah seharian penuh ikut membantu mereka menyiapkan makanan dan juga tempat-tempat ini.
Aku dan Pak Helmi memutuskan bahwa halaman belakang rumah klasik yang terbilang cukup luas itu cocok dijadikan sebagai acara pesta peresmian rumah ini. Pak Helmi menyetujui saranku, dan dia sangat antusias sekali.
Jam tanganku sudah menunjuk ke angka enam sore. Tampak semburat cahaya senja menghias di kaki bumi bagian barat. Sejauh mata memandang, sungguh cantik nan elok. Sore itu aku memutuskan untuk duduk istirahat di beranda lantai tiga rumah ini yang menjorok ke depan dan pemandangan itu tampak begitu mempesona.
Pak Helmi kemudian datang membawa dua cangkir teh. Dia ikut duduk dan memandang lukisan alam tersebut.
"Aku sangat menyukai tempat ini. Terutama pemandangannya yang menakjubkan." Pak Helmi menyeruput tehnya.
Aku menoleh sekilas ke arahnya dan kembali tenggelam menatap sunset itu. "Yah, aku juga merasakan kedamaian yang tiada batas di tempat ini."
"Ah, sepertinya belum ada tamu kita yang datang ya?" Pak Helmi melongok ke bawah, ke arah pintu gerbang.
"Mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke sini."
"Apa kamu memanggil teman-teman kuliahmu, Sophie?" tanya Pak Helmi.
Aku mengangguk. "Hanya beberapa saja yang akrab denganku. Lagipula mereka juga tampak sangat senang mendapat undangan pesta ini."
"Bagaimana dengan dua polisi yang kita temui di pesawat?"
"Sudah aku hubungi mereka." Aku tersenyum.
Pak Helmi tertawa pelan. "Bagus. Mereka berdua bisa membuat permainan pelacakan mayat pembunuhan di sini."
"Ah, Bapak jangan menakut-nakutiku. Ku harap acara malam ini akan berjalan normal dan tanpa ada hambatan."
"Dan juga tanpa ada kasus pembunuhan yang menggelikan seperti di dalam pesawat." Pak Helmi meludah ke bawah.
"Lihat, Pak. Sepertinya itu teman-temanku. Aku akan turun untuk menyambut mereka." Aku berseru riang lekas menghabiskan teh dan meninggalkan Pak Helmi sendirian duduk di sana.
Akhirnya, selama seminggu lebih tak jumpa dengan mereka, akhirnya aku bisa berkumpul lagi dengan mereka. Aku sudah siap berdiri menyambut mereka di halaman depan. Mobil mereka ada dua, dan sudah terparkir amat rapi di halaman depan rumah ini.
"Halo! Sophie!" teriak Johan. Seorang pria yang suka sekali dengan alam. Hobinya selalu mendaki gunung ataupun pergi ke tempat-tempat yang damai dan sejuk.
Aku membalasnya dengan lambaian tangan. Tampak di sebelahnya ada Rio, Evi, dan Siska. Mereka ternyata satu mobil. Sedangkan di mobil yang satunya, nampak empat orang yang juga tak kalah kocaknya. Mereka adalah; Danu, Deni, Lia, dan Vega. Tampak wajah-wajah keceriaan yang menghias wajah mereka.
"Akhirnya kalian datang juga. Aku kangen banget sama kalian." Aku berseru lekas memeluk teman perempuanku dan menjabat tangan teman laki-lakiku.
"Kenapa aku tidak mendapat pelukan?" Johan protes.
"Ih, kamu kan laki-laki, Han." Aku melotot.
"Wah, apa ini rumahmu, Sophie?" Siska menyapu keadaan rumah tanpa berkedip.
"Ah, ini hanya rumah peninggalan Ibuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Beethoven Sonata No.8 in C Minor (SUDAH TERBIT)
Mystery / Thriller[REVISI VERSI CETAK] [Beberapa Part sudah dihapus] [Open Pre-Order] [Detektif Edo]#2 Sebuah pesan misterius di terima oleh pihak kepolisian. Pesan tersebut datangnya dari sekomplotan pencuri yang dikenal dengan nama "Jubah Hitam" pada masanya dulu. ...