Chapter 9

775 38 5
                                    

Seharusnya semalam Aku tak perlu menghindar dari Kak Maul. Akhirnya jadi begini kan.

Ya, semalam Aku berhasil kabur dengan bilang kalau ada tugas kuliah yang harus dikirim malam ini ke email dosen. Sebenarnya sih tak sepenuhnya bohong, tugas itu memang ada, tapi dikirimnya bukan semalam, hehe. Lalu sekarang bagaimana? Alasan apa lagi?Aku sudah memutar otak mencari alasan, tapi hasilnya nihil.

Hari ini hari Minggu. Kak Maul ada di rumah dan Aku tak ada kegiatan keluar, kabur lewat mana lagi Aku? Bohong lagi? Ah tidak. Aku tak mau membiasakan diriku berbohong.

Aku menarik selimut hingga leher. Malas sekali rasanya keluar kamar. Selain karena cakung -cuaca mendukung- akibat hujan yang terus mengguyur wilayah Bogor, Aku juga belum siap bertemu Kak Maul di luar sana. Ah, malu!!

"Dek!" suara bariton yang khas itu terdengar di seantero rumah.
"Ga mau bangun apa? Udah siang tau!" teriaknya lagi. Erghh berisik!

Aku keluar kamar 30 menit setelah suara bariton itu terakhir dibunyikan, 30 menit itu waktuku mengumpulkan niat untuk bangkit dari ranjang. Kakiku melangkah ke dekat dapur, mengambil handuk di jemuran handuk lalu masuk ke kamar mandi untuk melaksanakan ritual pagi.

"Akhirnya keluar kamar juga," Aku tak menghiraukan.

***

Aku harus keluar karena tak mendapat sinyal di kamar. Zzz kenapa harus ada Kak Maul disitu, batinku. Masa bodoh lah, Aku sudah terlanjur malu.

Hening. 1 menit. 3 menit. 5 menit.
Syukurlah bibir menyebalkan abangku tak bersuara.

"Mau kemarin atau sekarang sama aja, Dek. Kakak bakal nanya-nanya juga,"

Boom!!

Sekali saja dia mingkem bisa ga sih?

"Lagian udah tau punya abang yang kepo dan over protective, masih aja ceroboh. Stalking instagramnya doi di ruang tamu, udah tau abangmu sering ada disitu," Ergghh. Oke aku memang ceroboh.

"Yaampun, Kak. Ga usah lebay sih, Aku cuma stalking instagram temen SMP ku aja. Kan semalam udah bilang. Masih aja diperpanjang," ucapku jengah.

"Ya emang teman SMP, tapi.." abangku sengaja menggantung ucapannya. "Apa?" kataku sewot.

"Kamu aja yang jawab sendiri," ia menjawab dengan memasang wajah innocent nya yang menyebalkan itu.

Ih, rese!

"Kakak tuh bisa baca gelagat kamu. Ga usah ribet-ribet deh, di jidat kamu tuh udah tertulis jelas kamu lagi kenapa atau lagi ngerasain apa," ujarnya tanpa menatapku, ia memang tak menatapku sedari tadi. "Apaan sih, Kak," ucapku geram.

"Dari pas malam reuni itu gelagat kamu udah beda," Fix, abangku sok tau. "Mesem-mesem kayak orang kasmaran, hahaha," lanjutnya.

Yayaya terserah~ aku bersenandung dalam hati.

"Jadi, apa yang dilakukan Celvin Adam sampe kamu klepek-klepek gitu?" Erghh, kupingku panas dengarnya. Hiperbolis banget sih dia. "Kakak apa sih ih, makin ga jelas aja," Aku sudah ga ngerti lagi deh harus gimana.

"Jadi gimana dia?"

"Apa nya sih? Malesin banget deh," jawabku kesal.

"Lah, kan nanya, emang salah ya?" Hm, iya juga. Kenapa Aku sewot ya?

"Asik ya anaknya?", "Ya asik, nyambung lah ngobrolnya," Aku menjawab sesingkat mungkin.

"Nyebelin ga?", "Engga,"

Kun Fayakun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang