Chapter 17

607 33 4
                                    

1 bulan berlalu.

Ash Shalaatu Khoirum Minannaum~

Lantunan adzan subuh berhasil membangunkanku dari dunia mimpi. Aku terbangun dengan kedua telapak tangan yang menyentuh Al-Qur'an di atas bantal. Mukena dari Papa yang merupakan mukena kesayangan masih membalut tubuhku.

Astaghfirullah.. aku ketiduran.

Ya aku ingat, selepas shalat tahajud tadi aku berlanjut tadarus. Kali ini aku tadarus di atas kasur karena semalam hujan dan lantai di kamarku terasa dingin, jadi aku memilih untuk tadarus di kasur. Entahlah di ayat ke berapa aku tertidur.

Mukena cantik ini kulepas, aku duduk di tepi ranjang, bayanganku tepat ada disana, di cermin hias yang sejurus dengan tempatku. Ditengah keadaan nyawa yang belum terkumpul sempurna, rupanya otakku sedang bekerja cukup keras.

Mimpi apa aku semalam?

Biasanya aku tidak akan memperdulikan mimpiku, apalagi sampai berfikir keras begini. Tapi, semalam mimpiku berbeda. Lain dari biasanya. Aku yakin itu.

Aku menyipitkan mata, perlahan-lahan gambaran mimpi semalam dapat kutemukan di memori otakku.

Aku bermimpi.. ada di suatu tempat yang penuh dengan pohon pinus, banyak pohon tinggi, disana dingin sekali. Aku memakai gamis putih, ah, gamis atau mukena ya? Aku tidak tau, intinya begitu. Disana ramai dengan suara burung yang merdu, aku terus berjalan tanpa tau tujuan. Langkahku terhenti ketika aku melihat sebuah tenda kemah, ada api unggun disana. Karena dingin, otakku memerintah tubuhku untuk bergerak mendekat ke api unggun itu. Aku berjalan perlahan, entah mengapa, sedari perjalanan tadi aku tak bisa berjalan denga cepat, langkahku terasa lambat namun aku tetap menikmatinya. Tiba-tiba kurasa ada yang aneh dengan jantungku, berdegup kencang sekali, sampai lemas rasanya. Aku terus berjalan mendekat ke api unggun itu. Aku baru sadar, ternyata ada seseorang disana, tepat di depan api unggun itu. Ketika aku semakin mendekat, ia bangkit, jantungku semakin terasa sakit karena berdegup makin kencang. Kutatap tubuh tinggi di depan sana, pakaiannya putih juga, aku tak bisa melihat wajahnya, tapi aku tau bahwa dia seorang laki-laki. Entah itu siapa, aku seperti mendapat perintah untuk terus bergerak mendekat. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, aku makin semangat melangkah. Aku merasa telah mengenal laki-laki itu, iya, hatiku berkata aku mengenal dia, tak asing sama sekali. Aku semakin mendekat kepadanya, tangannya terus terulur untuk meraihku. Ketika jarak hanya tinggal beberapa langkah aku ikut mengulurkan tangan. Dan akhirnya..

Aku terbangun.

Aku membuang nafas. Kenapa terpotong sih mimpinya? aku bergumam sendiri.

Aku kembali berfikir, mimpi itu terasa nyata, sangat nyata. Laki-laki itu.. aku kenal laki-laki itu, aku yakin, aku yakin itu.. Celvin.

Ah, benarkah? Celvin?

Entahlah, hatiku terus berteriak begitu, dan memang, aku sama sekali tak menolak pernyataan itu, aku merasa mengenalnya, aku merasa sangat dekat dengannya. Serius, aku yakin itu. Tahu kan bagaimana rasanya jika hati sudah berteriak minta didengarkan?

Ck. Aku menepis pikiran itu.

Mungkin karena aku merindu dan aku terus menyebutnya dalam doaku semalam. Ya, mungkin karena itu jadi terbawa mimpi. Tapi aku merasa... begitu dekat.

Mungkinkah ini petunjuk dari Allah? Entahlah. Tapi aku berharap jawabannya adalah ya.

Aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudh ketika iqomat terdengar dari mesjid. Aku terelalu lama melamun!

Kun Fayakun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang