Chapter 2

1.2K 61 2
                                    


Aku membuka pintu rumah ketika suara ketukan terdengar. Kak Maul segera masuk ke dalam rumah dan aku langsung menutup pintu. Hujan diluar deras sekali, ditambah hembusan angin yang kencang dan suara petir yang menggelegar.

“Assalamu’alaikum,” ucapnya setelah tak lama masuk rumah.

“Wa’alaikumussalam,” jawabku. Aku memperhatikan abangku yang cukup berantakan. Kemeja nya cukup basah, sepertinya aku terlalu lama membuka pintu.

Kak Maul melepas sepatu kerja dan menaruhnya di rak sepatu dekat dapur sembari mengambil handuk kecil. Handuk itu dipakainya untuk mengeringkan rambut dan lengannya yang basah. Adik macam apa aku ini, hanya memperhatikan saja tanpa membantu, menawarkan bantuan pun tidak.

“Mau teh hangat, Kak?” tawarku.

“Engga, Dek,” jawabnya yang masih sibuk mengeringkan rambut.

“Aku buatin air hangat buat mandi, ya?” tawarku lagi.

“Boleh deh,” jawabnya. Aku segera ke dapur untuk menyiapkan air hangat.

Sambil menunggu Kak Maul mandi,  aku menghangatkan sup ayam yang kubuat tadi sore, siapa tau abangku belum makan. Aku juga mengulek cabai dan tomat untuk kubuat sambal. Menu wajib nya Kak Maul. 

“Dek, Kakak laper banget,” suara di meja makan mengagetkanku yang sedang menaruh sambal ke dalam mangkuk kecil. Kak maul sudah siap dengan piring dan sendoknya, persis seperti bayi ingusan yang merengek kelaparan. Ya Allah, abangku ini..

“Sabar, menu wajibnya lagi disiapin ini,” jawabku.

Aku menyiapkan nasi, sup ayam, sambal, dan kerupuk di meja makan. Kak Maul langsung memindahkan 2 centong nasi ke piringnya. Tangannya bergerak cepat mengambil sup ayam dan sambal serta kerupuk.

“Ya Allah, abangku kelaperan, kasihan ih lihatnya,” ucapku dengan nada meledek.

“Berisik kamu, Kakak laper banget nih, tadi mau mampir ke tempat makan malah keburu hujan,” balasnya setelah meneguk setengah gelas air bening.

“Sup nya masih panas, awas melepuh lidahnya,” ucapku mengingatkan.

Kak Maul makan dengan lahapnya, sesekali meniup suapannya sebelum dimasukkan ke mulut. Sudah kubilang, supnya masih panas. Apa nikmatnya coba makan seperti itu? Aku mengambil piring untuk ikut makan. Tenang saja, aku tak kelaparan seperti abangku kok, makanku masih santay.

“Tadi ada tamu, Dek?” tanya Kak Maul, mungkin ia melihat gelas berisi seperempat es jeruk di dekat tempat cuci piring, gelas bekas Sasa tadi sore.

“Tadi Sasa main kesini,” jawabku sambil mengunyah makanan.

“Sasa?” Kak Maul mengerutkan dahi.

“Teman SMP ku loh, Kak. Dulu sering main ke rumah kita yang di Jakarta.” Jelasku.

“Oh.. yang sipit ya?” wajahnya berubah cerah pertanda ia sudah tau yang kumaksud.

“Iyaa itu,” jawabku setelah meneguk air bening.

“Ngapain kesini? Kata kamu dia pindah ke luar kota?” Kak Maul memilih jeruk di ranjang buah sebagai cuci mulutnya setelah makan.

“Aku lupa kasih tau Kakak, dia udah pindah ke Bogor sekitar sebulan yang lalu.” Aku menyengir sedikit.

“Oalaa.. sendiri aja dia?” tanyanya.

“Iya, sendiri,” jawabku singkat.

“Main doang?” Abangku bertanya antusias.

“Kepo nih Kakak,” Aku memasang wajah tak peduli.

“Yehh bocah ya, kalo ditanya jawabnya begitu,” Aku sedikit nyengir menampilkan deretan gigiku.

Kun Fayakun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang