BAB DELAPAN

523 28 3
                                    

 "Ada sebuah mitos yang mengatakan, saat kita merangkai seribu bintang dari kertas origami, dan mengucapkan keinginan kita di dalam hati selama melipat kertas-kertas itu, keinginan kita akan terwujud."

Wajah-wajah polos penuh rasa ingin tahu itu menatap pada pria dihadapannya dengan ekspresi takjub. Mereka memperhatikan dengan baik bagaimana pria itu mengajarkan cara membuat bintang dari kertas origami.

Sekarang waktu bersantai. Setiap anak bebas memilih permainan apa yang mereka inginkan, bahkan sebagian besar dari mereka masih terus merengek untuk diajari sesuatu yang baru. Anak yang lebih kecil memilih untuk bermain, tetapi yang berusia lebih remaja memilih untuk mempelajari sesuatu yang baru pada Noah.

Maka, itulah apa yang Noah lakukan pada akhirnya. Mengajari mereka membuat bintang-bintang dari kertas.

"Tapi sebetulnya Kak Noah nggak benar-benar percaya loh kalau keinginan kita akan terkabul setelah seribu bintang terbentuk."

"Kenapa Kak?"

"Emangnya keinginan Kakak nggak pernah terkabul ya Kak?"

"Iya Kak, kenapa?"

Tangan Noah yang terampil terus melipat kertas-kertas di hadapannya, ia tersenyum ramah dan menatap anak didiknya itu satu persatu. "Karena bukan benda seperti ini yang membuat keinginan kita terkabul. Tapi usaha dan kerja keras kitalah yang membuat semuanya menjadi terkabul."

Hera yang berdiri tak jauh dari tempat Noah mengajar mendengarkan ucapan pemuda itu dengan seksama.

"Tapi saat kita merangkai bintang-bintang kertas ini, ada hal lain yang bisa kita ambil sebagai pelajaran. Yaitu kerja keras dan rasa percaya. Percaya bahwa kita bisa melakukan apapun jika kita benar-benar berusaha. Saat awal memulai, seribu bintang terasa mustahil. Tapi dengan kerja keras dan rasa percaya, pada akhirnya kita bisa menyelesaikan semua itu. Betul kan?"

Remaja laki-laki dan perempuan yang berusia sepuluh hingga tiga belas tahun itu mengangguk mengerti.

Noah memutar tubuhnya menghadap ke tempat Hera. Ia memang melakukan itu dengan sengaja.

Dan secara kebetulan, Hera yang memang sedang memandang kearahnya, beradu tatap dengannya.

Mereka saling memandang dalam keheningan.

Seolah dapat membaca isi hati satu sama lain, Noah tersenyum.

Bukan senyum meremehkan, atau senyum tebar pesonanya yang biasa. Tetapi senyum menenangkan yang seolah mengatakan... "Aku sedang berjuang untuk kamu. So, look at me please."


* * *


"Kamu mau kemana, Her?" Suara Karenina membuat Hera menoleh.

"Aku mau keluar sama Noah." Jawab Hera santai.

"Sama Noah?" Isaac yang sedang berada di Istana bersama keluarga kecilnya itu ikut nimbrung dalam pembicaraan ini. "Kok tumben kamu mau tanpa dipaksa?"

"Aku sedang proses menerima Noah." Jawab Hera datar.

"Waahhh!! Amazing!!! Akhirnya kamu luluh juga ya Her??" Isaac menggodanya.

"Nggak, belum seratus persen." Hera terus bekelit.

"Tapi seenggaknya, kamu sudah mulai menerima dia, bukan sebagai musuhmu." Karenina menimpali.

Hera tersenyum dengan perkataan Kakak Iparnya. Ia mengangkat bahunya sekilas. "Mungkin, Kak....."

"Tuan Putri," Seorang Pelayan menghampiri Hera. "Tuan Muda Noah sudah tiba. Apakah saya boleh mempersilahkan Beliau masuk?"

Ex in Next  [COMPLITE!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang