satu

10.1K 1K 78
                                    

"Mom? Mom?!" Mataku membelalak menatap mahluk kecil yang saat ini sedang beringsut duduk dari tidurnya.

"Aku lapar, mom," ringisnya sambil mengucek-kucek mata yang kemudian membulat indah menatapku.

Ck. Aku mendecak kesal, mood-ku tambah berantakkan pagi ini. Aku melompat turun langsung masuk ke kamar mandi tanpa memedulikan mahluk kecil bermata indah itu.

Kurasakan air dingin langsung mengguyur wajah, menyadarkan dari mabuk yang tersisa. Masih merasa jijik dengan apa yang dilakukan Ryu semalam, refleks kugosok bibir kasar dengan telapak tangan, berharap hal itu terlupakan. Kumaki diri sendiri, mengutuk mabuk yang keterlaluan.

Dengan tubuh terlilit handuk putih, aku membuka pintu kamar mandi dan terkejut melihat si kecil berdiri tepat di depan pintu, dia menatap dengan mata memohon. "Lapar mom," ringisnya lagi, sambil memegang perut dengan tangan kecilnya.

Aku berusaha tidak memedulikan, sudah terlambat untuk meeting! Tapi si kecil itu membuntuti terus sampai aku selesai berpakaian. Ketika hendak memakai sepatu, mahluk kecil itu menarik blus bagian belakang. Aku berbalik, berkecak pinggang, menatap mata kecil yang membulat pernuh harap.

Dengan langkah kesal aku pergi juga ke dapur, menuju kulkas. Mengeluarkan susu kotak berwarna cokelat, menuangkannya ke dalam gelas, lalu meletakkannya ke meja di hadapan gadis kecil yang sudah duduk di sisi seberang dengan manis.

"Biskuit?" tanyanya sambil meneguk susu dan menatapku dari balik bulu matanya yang lentik.

Aku mendesah kesal dan membuka lemari bagian atas kitchen set, kemudian mengeluarkan sekantong biskuit dan memberikannya lagi ke si kecil. Anak itu menerimanya dengan senyum mengembang.

"Umurmu berapa, hah?" tanyaku sinis.

"Lima tahun," jawabnya dengan mulut terisi penuh biskuit.

"Nama?"

"Alessandria," jawabnya, kenudian mengerutkan kening. "Mengapa mommy menanyakan hal yang seharusnya mommy sudah tau?" Dia bingung. Aku lebih bingung lagi. Sejak kapan aku jadi ibunya?

Mendadak aku teringat lagi akan meeting dengan si investor dan waktu yang semakin mepet. Tergesa kupakai sepatu dan beranjak meninggalkan Alessandria.

Sebelum menutup pintu aku berseru, "Aku harap kau sudah tidak ada ketika aku kembali, aku bukan ibumu. Cepat pulang, nanti your mommy mencarimu." Lalu aku menutup pintu dan segera berlari ke mobil. Aku sudah terlambat.

***

Jojo melambai-lambai dengan amplop cokelat besar di tangannya ke arahku. Dengan tergopoh-gopoh aku menghampirinya.

Ketika dia menyerahkan amplop dan memintaku membuka sepatu sebelum masuk ke ruangan di belakangnya, aku baru menyadari kalau ruangan yang di booking di restoran Jepang ini lesehan(*).

Kutatap rok pendek selutut yang kukenakan, untuk lagi-lagi mengutuk diri sendiri. Salah kostum.

"Gue pake rok." Aku meringis ke arah Jojo sambil menunjuk ke arah rok.

Jojo menggeleng, "Lo bakal baik-baik aja, doi sendirian. 1 sampai 10, nilai doi 11, booo ... guantengg abisss!" Jojo berbisik dengan gaya khas kebencong-bencongannya. Dasar banci.

"Ok, wish me luck!" Aku melepas sepatu, menarik napas panjang sambil merapal doa sebelum menggeser pintu di depanku. Dodo mengepalkan kedua tangannya, menyemangatiku.

***

Mata kami bertemu ketika aku menggeser pintu ruang meeting kecil private itu. Mata kebiruannya langsung menyedot perhatian bola mata hitamku. Rambut yang ditata sleek degan kaca mata berbingkai hitam yang juga membingkai wajah separuh asia dan western nya yang sempurna. Usianya mungkin seumur denganku, atau hanya terpaut satu dya tahun di atasku.

My Beautiful Alessandria (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang