sembilan

6K 710 20
                                    

Jojo menarikku ke arah koridor di sebelah kamar mandi. Koridor ini memang sering kali lengang, mungkin karena ujungnya buntu.

"Apa?" tanyaku kesal karena aku bahkan belum sampai ke ruangan dan menaruh tas.

"Ryu," kata Jojo--asistenku yang kemayu. "Dari tadi nyariin lo, kayaknya dia marah."

Aku mengangkat alis dan menganga.

"Ada apa, ya?" tanyaku bingung. Sempat terbersit di benak kalau dia marah karena kejadian semalam.

"Dia sekarang di ruangannya Annisa, ga tau deh ngapain." Jojo mengerucutkan bibir, keningnya turut mengerut seakan berpikir.

"Biarin aja sih," ketusku. "Gue ga ngerasa salah sama dia."

Aku hendak beranjak pergi ketika Jojo menarik tanganku lagi, mencegah agar tidak pergi.

"Tadi gue nguping," bisiknya.

As expected, asisten super penasaranku ini sudah pasti mengetahui segalanya. Dia pasti akan memberikan informasi sedetil mungkin, yah ... meskipun caranya mencari informasi kurang elegan, biarkanlah.

"Annisa dan Ryu, mereka ngomong-ngomong mengenai investasi dari Kimura Invesment." Dia menyipitkan mata ke arahku. "Itu artinya ada apa-apa denganmu. Kimura itu, si ganteng yang waktu itu. Bener?"

Aku mengangguk cepat. "Terus, masalahnya apa?" Aku penasaran.

"Ryu ingin Annisa membatalkan investasi Kimura. Annisa menentang keras." Jojo mengetuk-ngetuk telunjuk ke dagunya, seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku merasa dia terlalu banyak berpikir pagi ini.

"Gue yakin, lo tau alasannya." Matanya mendadak menatapku tajam penuh curiga.

Aku melengos, menghela napas dengan malas.

"Ah ga asik," keluhku. "Lo ga detil kali ini. Gue kecewa."

Jojo memutar bola matanya. "You know better, kenapa juga gue harus cari tau?" kilahnya membela diri.

"Lo kebanyakkan uh-ah-uh-ah, sih. Otak lo jadi mentok di selangkangan." Aku terkikik.

"Sial!" Dia memaki. Tapi aku tidak tersinggung. Dia memang begitu, kami memang begini.

"Udah ah, gue mau ke ruangan." Aku berbalik memunggunginya.

"Oiya ...." Aku berbalik lagi ketika teringat akan sesuatu.

Wajah Jojo yang tadinya lesu kembali terlihat penuh minat. Sepertinya berharap aku memberikan informasi baru. Ck!

"Emang siapa lagi cowo yang berhasil lo perdaya?" Kuselesaikan kalimat dengan tawa tak tertahan. Jojo berkali-kali memaki, tapi aku tidak peduli. Aku senang membuatnya marah. Dia terlihat lucu.

"Cepet tobat, Bro!" Lalu, aku melenggang meninggalkannya, yang masih terus mengeluarkan sumpah serapah.

***

Bip bip. Sms.

Daniel :
Ibuku mengundang kita untuk lunch. Be prepare, aku jemput jam dua belas.

Aku menghela napas dan meletakkan ponsel ke meja kerja.

Makan siang lagi. Ini yang kedua kalinya. Apa ibunya mencoba untuk akrab denganku? Aku agak risih sebenarnya, tidak suka jika kami menjadi terlalu dekat. Bagaimanapun ini hanyalah sebuah pura-pura, sebuah perjanjian. Lagi pula aku tidak menginginkan sebuah komitmen. No, itu menjijikkan.

Komitmen, pernikahan, mempunyai anak? Ah tidak! Aku tidak pernah berpikir untuk mengabdikan diri juga hati, untuk orang lain. Pikiranku selalu jelek kalau mengenai sebuah hubungan yang serius.

My Beautiful Alessandria (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang