Aku memandang tubuh kecil Alessandria yang menegang pada saat mengelus punggungnya. Dia meringis, sesekali menjerit kecil pada saat tanganku menyusuri punggung telanjangnya untuk membubuhkan obat oles.
Ya, punggung yang berada pada pangkuanku saat ini, penuh dengan memar keunguan. Sungguh, mendengar ringisan dan isak tertahannya, membuatku tanpa tersadar meneteskan air mata. Aku merasakan sakitnya.
Aku teringat dulu saat aku masih berusia sekitar lima tahunan, sama seperti Alessandria. Masa di mana masa-masa kesakitanku terjadi. Masa di malam-malam aku merapatkan tubuh ketakutan ke pelukan Ibu. Masa ketika aku berdoa semoga Ayah tidak akan pernah pulang lagi. Aku sama seperti anak ini.
Dan melihat Alessandria seperti ini, satu-satunya yang terpikir adalah bagaimana cara melindunginya. Aku tidak akan membiarkan anak ini terluka lagi, sakit lagi.
"Apa sakit? Apa Mommy sejahat itu padamu?" tanyaku sembari menyembunyikan isak. Untunglah, dia tidur di pangkuan dengan wajah menelungkup. Jadi dia tidak dapat melihat air mata yang menetes.
"Mommy sekarang baik," jawabnya. Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan.
Cepat aku menyeka air mata dengan punggung tangan. Lalu mendudukkan Alessandria di depanku. Mencium sayang keningnya, kemudian membantu memakai baju kembali.
"Ayo kita tidur," ajakku sambil memeluk tubuh kecil itu.
Kami berbaring bersisian, mengucapkan doa di telinga kecil miliknya, berharap agar sakit yang dia rasa segera sembuh.
Perlahan gadis kecil itu menutup mata, meringkuk di pelukanku dengan tubuh gemetar. Sama sepertiku dulu, di pelukan ibuku.
***
Aku terbangun di tengah malam, dan menyadari kalau Alessandria tidak ada di sisiku! Apa-apaan ini? Apakah dia pergi tanpa sepengetahuanku?
Dengan panik kukelilingi rumah sembari memanggil namanya, tapi tidak ada yang menyahut. Dia tidak ada di sudut mana pun. Bahkan dalam lemari di mana aku menemukannya sore tadi, dia juga tidak ada.
Aku menjatuhkan tubuh di lantai ruang tamu. Bersandar pada dinding dengan tubuh gemetar. Mulai berimajinasi, membayangkan tubuh kecilnya yang rapuh, ketakutan. Jika benar dia terbangun lalu pergi, dan aku tidak mendengar dia bergerak bangun dari tidurnya, karena tidur yang terlampau pulas ... maka terkutuklah aku.
Apa aku harus mencari bantuan? Jika aku menelpon polisi, dan polisi mengetahui bahwa aku mencari anak yang bukan anakku, di mana anak itu berhari-hari bersamaku, dan aku tidak mencoba mencari ibu atau keluarganya ... itu penculikan, benar?
Aku dalam masalah!
Aku tahu harus mencari bantuan, tapi kepada siapa?
Tiba-tiba terlintas Jojo, asistenku. Dia pasti bisa membantu. Dia agak aneh tapi dia selalu memiliki ide-ide brilian.
Gemetar, aku menekan nomor-nomor di ponsel. Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya Jojo menjawab.
"Kin? Ada apa ya?"
Suaranya terdengar aneh. Napasnya terdengar memburu, dan aku mendengar desahan-desahan di latar belakang.
"Gue ganggu?" tanyaku hati-hati.
"Hm ... hmph ...." Jojo mendesah. "Kin, bisa ga lo call gu---"
Cepat kuputus sambungan telepon. Sial sekali! Aku sedang panik dan dia malah mengangkat telepon dalam keadaan seperti itu. Perasaanku jadi tidak nyaman dan campur aduk. Setidaknya, bisakah dia menghentikan kegiatannya dulu, ketika sedang mengangkat telpon?
Dasar maniak!
Aku kembali berpikir, ada dua nama yang saat ini menari-nari di pikiranku. Ryu dan Daniel.
Dengan pasti aku kembali menekan tombol ponsel, tapi kemudian malah mengurungkan niat lagi. Apa aku benar-benar akan menghubungi salah satu dari mereka? Apa aku yakin bahwa menghubungi salah satu dari mereka adalah hal yang tepat? Padahal mereka berdua adalah orang-orang yang selalu membuatku kesal.
Tapi saat ini aku benar-benar membutuhkan seseorang. Aku harus menemukan Alessandria atau aku akan merasa bersalah. Merasa bersalah pada Alessandria, dan pada diriku sendiri.
Jadi aku sudah memutuskan.
Aku mengetik barisan kalimat di layar ponsel.
Aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau bisa datang ke rumahku? Sekarang?
Send. Sent.
*******
Menunggu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Aku sudah mondar mandir ke depan dan ke belakang beberapa kali. Entah mengapa belum.ada seorang pun yang datang, dan ini membuatku gugup.
Pikiranku jelek sekali. Memikirkan kalau-kalau Alessandria saat ini sedang meringkuk ketakutan di depan ibunya yang jahat. Ibunya yang wajah dan namanya sama sepertiku.
Kemudian bayangan dia melarikan diri dari rumah melewati jendela--karena semua pintu ternyata terkunci--karena khawatir si ibu akan menemukannya. Membayangkannya kedinginan di jalan tanpa baju hangat dengan wajah pucat yang mulai membeku. Aku mulai gila dibuatnya.
Krekkk.
Aku mendengar seseorang memasukkan anak kunci ke lubangnya, mendengar pintu bergesek membuka, lalu berdebum, sepertinya kembali tertutup.
Mematung di ujung dapur, berdebar menunggu langkah kaki yang terdengar semakin mendekat. Siapa?
"Kin?"
Itu Daniel! Aku ingat, dia memiliki kunci rumah. Oleh karena itu, dia tidak perlu menekan bel atau mengetuk pintu.
Aku langsung melompat dari tempat duduk, bermaksud berlari menemuinya. Ketika aku melihat lelaki itu telah berdiri di ambang pintu dapur, menatapku dengan mata kebiruannya yang menawan.
Dia datang!
"Ada apa?" tanyanya ketika pertama kali melihatku.
Aku ingin sekali menghambur ke pelukannya dan menangis. Ingin sekali membiarkannya mengetahui bahwa aku sedang sangat cemas. Tapi kenyataannya, aku tidak melakukan itu, tidak melakukan apa pun. Lagi pula, dia tidak mengenal Alessandria.
"Ada apa?" Lagi dia bertanya ketika aku belum juga menjawab.
"Aku membutuhkan bantuanmu ...." Kuhela napas panjang dan dalam. "Alessandria, anakku ... dia hilang."
"Anak?" Daniel bertanya dengan kening berkerut, kemudian membisu. Terdiam di tempatnya berdiri sambil menatapku bingung. Wajahnya mengamati dengan seksama, menanti sebuah penjelasan.
*******
Maaf chapternya pendek.
Authornya masih menimbang-nimbang, mau di bawa kemana hubungan kita...uppsss maap, maksudnya cerita ini. hehehePls votes if you like this chapter. Danke....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Alessandria (completed)
Fiction généraleRepublished. Bakal tayang tiap Rabu. #46 in GenFic (8 ags 2017) #82 in GenFic (5 ags 2017) #84 in GenFic (6 apr 2017) #81 in GenFic (14 apr 2017) Bagi Kin, kebebasan adalah yang utama. Dia ingin hidup yang bebas sebebas-bebasnya. Bahkan kata menikah...