empat

6.4K 780 32
                                    

Dengan percaya diri aku masuk ke ruangan Annisa. Perempuan singa itu sedang duduk santai sambil mengangkat kedua kaki yang menggunakan stiletto berwarna merah ke atas meja. Tampaknya dia sedang serius mengetik sesuatu pada notebook di pangkuannya.

Melihatku masuk, perempuan itu hanya melirik sejenak, sebelum berkonsentrasi kembali ke notebook. Masa bodohlah.

Aku menaruh dokumen ke meja tanpa bicara apapun. Lalu berbalik, bermaksud keluar ruangan ketika dia memanggil.

"Kin!" panggilnya, yang membuatku menghentikan langkah dan berbalik.

Annisa saat ini sudah menurunkan kaki dan memperbaiki letak duduknya. Dokumen perjanjian yang tadi kuletakkan di atas meja sedang dai bolak balik. Senyum puas yang nyaris tidak kentara terlihat di bibirnya.

"Not bad," katanya sambil meletakkan perjanjian dan menatapku. Telapak tangannya saling mengait di atas meja.

"Ryu, anak itu instingnya tidak pernah salah." Kali ini senyumnya mengembang tanpa malu.

Ryu? Apa yang lelaki itu lakukan?

Aku memandang Annisa sambil mengira-ngira. Perempuan itu semakin melebarkan senyum. Aku rasa bibirnya hampir sobek karena senyum yang begitu lebar.

"Daniel Kimura, kamu tau pria itu ... dingin. Suka tantangan dan tidak mudah dihadapi." Annisa berdeham pelan, menutup notebook sehingga ruang tangannya lebih luas. "Dia tidak mudah, bukan? Tapi Ryu mengatakan kalau kamu juga bukan perempuan mudah, bahwa Daniel akan sangat tertantang denganmu. Karena itu, misi ini sangat cocok untukmu."

Telapak tanganku otomatis mengepal kencang. Kedua rahangku juga mengencang, sementara wajah terasa panas.

Ryu sialan! Bahkan aku yang dia jadikan umpan demi perusahaan ayahnya. Sampai-sampai aku harus menandatangani perjanjian konyol menjijikkan itu.

Sialan ... sialan ... sialannnn!!

"Apa kamu membuka kancing bajumu?" Annisa bertanya sambil tersenyum miring. Membuat emosiku benar-benar tersulut sekarang.

"Memohon pun aku tidak! Dia yang memohon padaku!" bentakku tanpa peduli bahwa saat ini aku sedang berurusan dengan Annisa. Atasanku. Salah satu pewaris TReal.

Bibirku terbuka, hendak mengatakan sesuatu lagi ketika pintu terbuka.

"Kin. Margareth Kin ...."

Itu Ryu. Dia langsung mendekat dan merangkul.  Ini memang kebiasaannya. Aku sudah bilang, 'kan, kalau kami berteman sejak di bangku universitas?

Aku berbalik, membiarkan kami berhadapan dan membuat rangkulannya terlepas. Senyum yang sialnya manis itu,  terlukis di bibirnya tanpa rasa bersalah. Seharusnya memabukkan, tapi tidak. Bagiku itu menyebalkan.

Tatapanku sangar, seumpama singa yang hendak menerkam mangsa. Kalau saat ini ada benda tajam di sekitar, mungkin aku sudah menusuknya berkali-kali. Teman sialan!

"Ada apa?" Senyumnya berubah menjadi garis-garis kebingungan. Dia menatapku, kemudian berpaling ke kakaknya yang sedang melambai-lambaikan pmberkas perjanjian di tangan ke arahnya.

"Kimura?" tanya Ryu dengan nada memastikan. Annisa mengangguk.

"Wow! Kin! Congratu ...."

Plak.

Aku mendaratkan satu tamparan di pipi kirinya, sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya. Mata itu menatap kebingungan.

"Itu karena kamu telah menjerumuskanku!" Aku benar-benar kesal. Berbalik dan menuju pintu untuk kemudian keluar dari ruangan. Sengaja daun pintu kutarik kencang saat ditutup, hingga berdebum dengan sangat keras.

Ini sungguh ... terlihat sangat dramatis.

Belasan mata yang terduduk di balik meja, menatap dengan tegang. Mereka terlihat terkejut, serta iba sekaligus.

Benar-benar sial!

*******

Aku memutuskan untuk datang ke klub malam ini. Pikiran sungguh kacau luar biasa. Namun hari ini Daniel berbaik hati dengan tidak menghubungi sama sekali. Tadinya aku pikir, setelah menyetujui perjanjian sialan itu, dia akan langsung memintaku untuk melakukan hal-hal konyol.  Tapi nyatanya tidak. Hidup nyaris tenang seharian ini kalau saja aku tidak mengetahui kalau Ryu, yang menyarankanku menjadi umpan.

Aku meneguk bir bergelas-gelas besar, diiringi musik yang berdentum-dentum bingar. Biasanya aku akan turun berdansa. Tapi tidak kali ini, minum terasa jauh lebih baik dan menenangkan.

Bibi yang mengasuhku dulu selalu bilang, kalau minum adalah penyelesaian saat segalanya tidak berpihak pada kita. Itulah yang kurasakan sekarang. Bahkan teman yang memang dasarnya mesum dan kurang ajar itu pun, tidak berpihak padaku.

Sepertinya di gelas ke lima, kepalaku sudah mulai terasa pening. Dengan cepat kuteguk habis untuk segera pulang. Lupakan gelas ke enam, atau aku harus membayar seseorang untuk memapahku pulang.

***

Kudorong pintu hingga pintunya terbuka. Dan teringat akan seseorang yang kutinggalkan sedari pagi.

Astaga ... Alessandria! Aku nyaris melupakannya seharian karena rasa kesal sepanjang hari.

Lantas kutatap sekeliling, kosong. Tidak ada siapa pun. Aku berjalan ke arah dapur, dan tidak memukannya di sana.

"Alessandria," panggilku dengan langkah sempoyongan menuju kamar mandi. Melongok ke dalamnya dan tidak ada siapa pun.

Kugelengkan kepala berkali-kali, berharap denyut di kepala berkurang. Percuma.

Dengan cepat aku melangkah ke arah kamar. Mendorong pintu sembari berseru, "Alessandria!"

Dia tidak ada! Dia juga tak di sana!

Kuhela napas. Berjalan memghampiri ranjang, membaringkan tubuh dengan  kaki menyentuh lantai.

Keningku berkerut. Apa anak itu akhirnya memutuskan untuk pulang? Apa dia akan baik-baik saja? Bagaimana dengan ibu yang memukulinya.

Rasanya hendak memastikan setiap sudut rumah sekali lagi. Namun mataku semakin berat, lelah sekali. Aku benar-benar butuh tidur.

***

Aku terbangun dan menyadari kalau aku berbaring di lantai. Mengerang, aku coba bangkit dan merasakan pening di kepala.

Sebenarnya aku tidak ingat bagaimana bisa tubuhku berada di bawah. Seingatku, yang terasa adalah panas sepanjang malam.

Sekuat tenaga aku memanjat ke atas tempat tidur. Mendengkus ketika melihat pakaian yang masih sama dengan kemarin, ditambah aroma minuman keras yang menyengat di setiap helaan napas.

Sial!

Aku menoleh-noleh, menemukan tas yang teronggok di ranjang. Kurogoh untuk mencari ponsel.

Lagi aku mendengkus ketika melihat ada lima kali panggilan tidak terjawab dan satu sms dari Daniel. Ada juga satu pesan dari Ryu.

Kubuka kotak pesan dengan malas.

'Maafkan aku Kin, aku salah lagi ya? Apa kali ini kamu benar-benar marah?' Ini dari Ryu.

Aku menahan napas. Mengatur emosi dan membaca sms selanjutnya. Dari Daniel.

'Selamat hari sabtu Kin, get dressed! I'll pick you up at 11.'

Aku melempar ponsel dengan kesal.

"Arghh!!"  jeritku frustrasi, mengasihani diri sendiri. Kutarik rambut dengan marah, sementara kaki menendang-nendang tak tentu arah.

'I'll make sure you'll fall for me immediately! Ini harus, harus, haruss ... cepat berakhir!'

*******

Vote? Vote!
Thanks for reading! 😍😘😍😘

My Beautiful Alessandria (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang