"Apa benar kau berhalusinasi?" Petugas polisi itu masih bertanya menyelidik. Aku meraih ujung selimut, meremasnya gelisah.
Daniel menarik petugas tersebut menjauhiku.
"Anda tidak bisa melakukan ini kepada petugas, Pak!" Si petugas memperingatkan.
"Anda juga tidak bisa memeriksanya tanpa ijin dokter. Sebaiknya anda meminta ijin dokter dulu, Pak. Atau saya bisa menuntut anda!" Daniel balik memperingatkan, "Oiya, dia saksi ... bukan tersangka. Jadi perlakukan calon istriku dengan baik." Daniel menutup kalimatnya dengan kesal, menatapku dengan mata berkilat, memunggungi si petugas.
Petugas polisi itu mendengus kesal, menatap punggung Daniel dengan tidak suka dan kemudian menatapku masih memperingatkan. Aku menghindari pandangannya dengan menatap Daniel. Akhirnya si petugas meninggalkan kami.
"Apa maksudmu aku berhalusinasi?" bisikku ketika yakin petugas itu sudah pergi.
"Jangan membicarakan Alessandria dengan siapapun," Daniel menjawab pelan, "Atau kau akan dianggap gila.".
Aku menatap Daniel, tidak percaya dengan yang aku dengar. Apa yang dia katakan?
"Apa maksudmu? Mengapa mereka akan menganggapku gila?" tanyaku mendesak.
"Ya begitulah." Daniel mengangkat bahunya. Jawabannya sangat tidak memuaskanku.
"Apa kau mau bilang kalau dia tidak nyata?" Aku langsung bergerak untuk duduk, tidak terima dengan apa yang dia katakan. Tapi aku mengurungkan niatku. Aku merasa kepalaku kembali sakit karena gerakkan tiba-tibaku.
"Sudahlah Kin, kita bahas ini nanti." Daniel mencoba menenangkanku.
"Bahkan kau juga melihatnya. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan kalau aku berhalusinasi?" keluhku sambil memejamkan mata berharap pusingku segera hilang.
"Pak Daniel," aku mendengar suara yang ku kenal memanggil Daniel. Suara perempuan yang berat dan sedikit melengking. Annisa Morgan.
Aku malas membuka mata dan memilih mendengarkan dengan mata tertutup. Aku malas untuk berhadapan dengan Annisa sekarang.
"Ya?" jawab Daniel. Dia sepertinya tidak yakin dengan siapa yang ada di depannya.
"Saya Annisa Morgan, terima kasih telah menyelamatkan adikku." Suara Annisa terdengar tulus.
"Ck!" Aku mendengar Daniel berdecak tidak suka, "Jadi dia selamat?".
"Thanks to you!" seru Annisa. "Apa Kin baik-baik saja?" tanyanya.
"Thanks to your brother, she's not okay!" Daniel terdengar ketus. "Sudah kukatakan jangan mengganggu calon istriku lagi. Tapi dia selalu mengganggunya terus. Dan sekarang, merepotkan dengan hampir mati di rumah Kin. Yang benar saja?!".
"Calon istri?" Annisa sepertinya tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Aku tidak tau kalau Kin adalah..."
Annisa tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Daniel langsung memotongnya.
"Oiya, aku bertanya-tanya kapan dana investasiku beserta pinaltynya akan kau kembalikan. Dan sesegera mungkin Kin akan menyerahkan surat pengunduran dirinya. Dia tidak memerlukan gajinya lagi setelah menikah denganku," Daniel berkata tanpa putus. "Dan aku ingin masalah dengan adikmu cepat-cepat selesai. Kami tidak suka berinteraksi dengan manusia tidak penting seperti dia," tandasnya tanpa basa basi.
Hampir saja aku mau mengikik, aku nyaris tidak dapat menahan tawaku. Aku mau membuka mataku dan melihat reaksi Annisa mendengar rentetan kalimat pedas dari Daniel. Tapi Daniel cepat menahan tanganku. Memberi tanda agar aku tidak bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Alessandria (completed)
General FictionRepublished. Bakal tayang tiap Rabu. #46 in GenFic (8 ags 2017) #82 in GenFic (5 ags 2017) #84 in GenFic (6 apr 2017) #81 in GenFic (14 apr 2017) Bagi Kin, kebebasan adalah yang utama. Dia ingin hidup yang bebas sebebas-bebasnya. Bahkan kata menikah...