Part 2

70 7 0
                                    

jangan lupa vote dan komen nyaaa....

itu sangat amat berarti bagi penulis pemula seperti saya:)

****

Rambut diurai yang kuselipkan jepit rambut untuk mempercantiknya dengan simpel. Kacamata berwarna senada dengan rok kotak-kotak tiga centi di atas lututku, kaos kaki yang senada dengan seragam putihku dengan sedikit list yang mempercantiknya, jam arloji yang kulingkarkan ditanganku pun senada dengan jepit dirambutku. Aku berjalan ke arah rak sepatu mengambil salah-satu sepatu sekolah yang biasanya kupakai saat memakai seragam ini.

Aku melenggangkan kakiku keluar kamar dan duduk dengan manis di kursi meja makan untuk mengikuti ritual sehari-hariku yaitu, sarapan pagi dengan roti tawar dan coklat panas buatan mama.

"Nath, ada yang nyari kamu tuh di depan," ujar bang Arka sehabis berlari pagi. Rutinitasnya semenjak dia pulang dari Perancis.

"Hah, emang siapa?" tanyaku kaget. Jelas karena sudah ku jelaskan bahwa teman-temanku tidak ada yang tahu dimana rumahku. Kecuali Vino.

"Nggak tahu. Kamu temuin aja sana di depan. Katanya sih temen sebangku seperjuangan gitu," jawab abangku dengan seenaknya.

Tanpa babibu akupun melesat ke ruang tamu untuk menghampiri Vino —yang datang entah kenapa ke rumahku—dengan coklat panas digenggamanku.

"Hey Nath!" sapa Vino dengan riangnya."Udah selesai belum sarapannya? Yuk berangkat bareng."

***

Alhasil aku sampai di sekolah dengan Vino! Ya Alvino Pradipta A. dia menculikku pagi-pagi dengan menunjukkan senyum menawannya pada mama untuk meminta izin membawaku pergi ke sekolah dengan diboncenginya menggunakan motor yang menyesakkan ini! Tumbennya mama dan bang Arka tidak cerewet seperti biasanya, padahal mama dan bang Arka tahu kalau aku tidak pernah naik motor.

Pagi-pagi seperti ini aku sudah menjadi mangsa bagi semua penjuru sekolah, semua leser dari bola mata para siswi yang menatapku disepanjang koridor seakan ingin membunuhku. Bahkan tidak sedikit ada yang terang-terangan menyinggungku karena berangkat bareng dengan Alvino Pradipta! Aku jadi menyesali untuk mau ikut ke sekolah bersamanya sekaligus mengutuk mama yang memberikan izin dengan mudahnya pada Vino untuk membawaku pergi ke sekolah.

"Vino!" teriak seseorang dari ujung koridor yang membuat semua mata tertuju pada asal suara termasuk aku dan Vino yang ikut berpaling ke arah asal suara. Veronika. Anak kelas X MIPA 1 merupakan anak dari salah satu orangtua yang memberikan dana sumbangan terbesar bagi sekolah Shellcario High School ini. Sialnya kelas yang aku sebutkan itu juga merupakan kelas yang kutempati.

"Ngapain kamu berangkat bareng cupu jelek ini?" lanjut Vero yang sekarang telah bergelayut manja dilengan Vino.'Tak ku hiraukan, aku berjalan meninggalkan mereka berdua dengan santai tanpa memedulikan tatapan dari penjuru sekolah. Sayup-sayup kudengar Vino meneriaki namaku. Namun, tetap 'tak kuhiraukan sedikitpun apalagi berbalik. Aku terus saja melenggangkan kakiku menuju ruang kelas tanpa memedulikan semua tatapan mata yang tertuju padaku yang seolah akan membunuhku hidup-hidup sekarang juga.

***

Seperti biasanya, aku menekuri novelku di atas tempatku belajar. Sekilas aku melihat keadaan disekitarku, semuanya lagi banyak menyalin pr yang diberikan ibu Sumi kemarin. Aku acuh 'tak terlalu menghiraukan, toh juga pr-ku sudah selesai kukerjakan kemarin sepulang sekolah.

"Nath, gue ada yang nggak ngerti nih sama pr yang dikasih sama bu Sumi kemarin. Lo kan pinter. Ajarin gue ya, kan lo nggak pelit," rayu seseorang padaku setelah sampai ke kelas. Siapa lagi kalo bukan Vino.

The Black MirrorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang