Part 7

36 4 1
                                    

jangan lupa vote dan komen nyaaa....

itu sangat amat berarti bagi penulis pemula seperti saya:)

****

Author Pov

Pagi ini tidak biasanya Natha membawa mobil ke sekolah. Dia merengek dan merayu Papanya untuk memberikan izin menggunakan mobil kesayangannya. Sudah beberapa bulan Natha tidak menggunakan mobilnya karena terbiasa diantar jemput oleh Dipta. Dipta sempat mencegat Natha untuk tidak menggunakan mobil tapi usaha Dipta gagal karena Natha mengancam ingin pergi sendiri menggunakan taksi. Hasilnya Natha pergi menggunakan mobilnya sendiri tanpa ada halangan yang lain.

Dipta hanya terdiam dan marah pada Natha dan Papa. Dipta kesal karena sikap Natha yang keras kepala. Karena tak ingin membiarkan Natha sendirian, Dipta terpaksa membututi mobil Natha hingga sampai ke sekolah. Tentu saja Dipta tetap menggunakan motornya ke sekolah, karena seorang Keysha Nathania tidak memberikannya izin untuk ikut nebeng di dalam mobil kesayangannya itu.

Bahkan sekarangpun Natha menjauhinya dengan duduk di bangku kosong milik Keyra—yaitu di samping Refran. Natha dengan wajah tanpa dosanya tidak menghiraukan Dipta yang tak henti memelototinya. Pelajaran berlalu dengan Dipta yang terus sibuk mengambil perhatian dari Natha. Beberapa guru yang masuk pun beberapa kali menegur Dipta yang berisik. Namun Natha tetap saja acuh padanya.

Sampai akhirnya jam pulang pun datang, saat Natha bergegas pergi meninggalkan kelas, Dipta menahan tangan Natha yang terayun di udara dengan sedikit kuat. Karena Dipta tahu bahwa Natha pasti akan memberontak dengan jurus taekwondonya. Natha menghempaskan tangannya ke udara namun gagal, pegangan Dipta pada tangan Natha sangat kuat membuat Natha sedikit meringis. "Sakit Dip! Lepasin aku!"

"Lo kenapa sih?! Seharian lo ngacangin gue!" ujar Dipta yang melonggarkan pegangannya.

"Kamu yang kenapa?! Pakek ngehasut Papa biar nggak ngijinin aku bawak mobil! Dari sebelum kamu di sini pun, aku selalu bawak mobil sendiri..." sewot Natha.

"Ya ampun, Natha! Aku cuma khawatir sama kamu, psikopat gila itu lagi nargetin kamu. Dan kita nggak tahu yang mana, siapa, dan di mana psikopat sialan itu!" bentak Dipta.

"Tapi kan tetep aja..."

Aarrrggghhhhh......!!!

Terdengar suara teriakan perempuan dari arah koridor toilet perempuan. Semuanya langsung berlari ke sumber suara. Sedang Natha dan Dipta saling bertatapan dengan raut wajah yang menegang. Dipta langsung menarik tangan Natha dan berlari menuju sumber suara tersebut.

Keysha Nathania B (Pov)

Suara jeritan perempuan langsung membuat tubuhku menegang. Aku menatap Dipta dengan pandangan kaget. Dipta langsung menarikku menuju sumber suara tersebut. Tampaklah siswi seangkatan kami yang tergeletak dengan wajah yang hancur akibat disiram air keras—sepertinya. Baju yang telah terbuka memaparkan pandangan tubuh yang hanya tertutup bra ..Buru-buru Dipta membuka jaketnya dan menutupi tubuhnya. Bukan hanya wajahnya yang disiram dengan air keras, beberapa luka lebam menghiasi tubuhnya sepertinya dia mencoba melawan namun usahanya sia-sia saat wajahnya disiram dengan air keras. Sedikit mengerjap aku langsung memeriksa denyut nadinya, sedang Dipta langsung menelpon Inspektur Ajun—kurasa, Vano memanggil guru, dan Refran mengusir teman-teman yang lain untuk tidak menonton.

"Masih hidup! Vero masih hidup, Dipta!" aku menarik-narik ujung baju Dipta dan menatapnya dengan memohon.

"Sini gue gendong, kita bawak dia ke depan sekolah aja dulu," ujar Refran.

"Bentar dulu, lo punya sapu tangan?" tanya Dipta padaku dan Refran.

Aku menggeleng pelan, sedang Refran langsung menyobek ujung baju seragamnya dan melilitkannya di pergelangan tangan Vero yang digores. "Udah selesai, ayo!"

Kami mengikuti langkah Refran yang sedikit berlari membawa tubuh Vero. Vero! Seorang yang sangat tidak menyukaiku, ia terluka karena psikopat gila itu! Aku sedikit terhuyung saat memikirkan psikopat itu. Untung saja Dipta menangkap tubuhku sebelum jatuh ke lantai. "Lo nggak pa-pa, Nath? Kalo sakit, aku anterin kamu pulang. Refran bisa ngatasin soal Vero kok," ujar Dipta dengan khawatir.

"Aku nggak pa-pa, ayo kita ke depan," aku menarik tangan Dipta dengan sedikit menyeretnya hingga sampai ke depan.

Ambulan telah terparkir di teras sekolah namun, para polisi belum datang. Tapi tak apalah, kami langsung membaringkan tubuh Vero di bangsal dan menutup pintu ambulan. Kami dilarang masuk karena kami masih seorang siswa, jadilah hanya Vero yang dibawa oleh petugas ambulan dengan satu suster yang mendampingi. Ambulan itu pergi dan menghilang dipenghujung jalan raya.

Tak lama mobil polisi muncul dengan suara sirinenya beserta sebuah ambulan yang membututi, para petugas ambulan dan beberapa polisi langsung turun menghampiri kami yang masih melongo didepan sekolah.

Inspektur Ajun yang pertama kali menghampiri kami dengan petugas rumah sakit yang berada di kanan-kirinya. "Mana korbannya? Jangan bilang kalian membawanya ke uks sekolah! Saya kan sudah bilang untuk membawanya ke teras agar langsung bisa di bawa ke rumah sakit..."

"Korbannya..." aku membeo.

"Lah tadi ada ambulan yang ngebawa pergi...." Alvino memotongku dengan nada pelan

"Korbannya di bawa psikopat! Ayo Inspektur kita kejar mereka!" ujar Refran panik yang langsung menyadari situasi aneh saat itu.

"Maksud kamu apa?! Alvino! Mana korbannya?! Ambulan mana yang ngebawa pergi?! Ngebawa pergi siapa?!" bentak Inspektur Ajun pada Dipta.

"Tadi ada ambulan di depan sini, kami kira..."

"Astaga! Jadi kalian memberikan korbannya pada pelakunya?!" potong Inspektur Ajun sambil berteriak.

"Itu benar-benar ambulannya, ada suster dan petugasnya di dalam ambulan itu. Makanya kami tidak curiga. Belum lagi kami yang panik." Aku berusaha menjelaskan.

"Kejar ambulan itu sekarang!" perintah Inspektur pada anak buahnya.

Inspektur langsung terlihat marah dan geram. Kami bertiga hanya memandang bingung ke arah jalanan tempat ambulan itu pergi. Dipta memegang tanganku erat. "Kita pulang sekarang ya! Nggak usah ngebantah." Ujarnya padaku tak terbantahkan. Aku mengangguk.

"Ini kunci motor gue, tolong lo bawa. Gue mau anterin Natha pulang pakek mobilnya. Tolong ya, Ref." Ujar Dipta lalu menggenggam tanganku dan membawaku menuju mobilku. Aku hanya mengikuti langkahnya dan menyerahkan kunci mobilku dengan gamang saat dia memintanya. Dipta langsung meraihnya dan membawaku pulang sampai ke rumah.

"Loh, Natha udah pulang? Kok pucat gitu? Natha sakit?" Bang Arka menyambut kami dengan beribu pertanyaan.

Dipta menggiringku menuju ke lantai dua tempat kamarku berada. Sedang pertanyaan Bang Arka tidak digubris sama sekali oleh kami berdua. Bukan Bang Arka namanya jika hanya diam saja saat dia melontarkan beribu pertanyaan yang baginya penting namun seperti tak dianggap penting oleh kami. Bang Arka berdiri di depan kami mencegat kami untuk pergi meninggalkannya dengan beribu pertanyaan gamang. "Ini ada apa sih? Kenapa kalian ngacangin Abang?! Natha kenapa bisa pucet gitu? Jawab Abang, Dip-Nath!" ujarnya dengan sedikit frustasi.

"Bang, nanti aja ya. Natha pusing pengen istirahat," rengekku pada Bang Arka. Bang Arka baru akan menyemburkan isi pikirannya. Aku langsung memotongnya dengan berjalan gontai menuju kamarku. Sedang Dipta tetap diam di tempatnya menatap punggungku yang menjauh—kurasa.

Aku menjatuhkan diriku di tempat tidur dan langsung terlelap tanpa memerdulikan seragamku yang masih tersampir di tubuhku.

****

Jangan lupa vote dan komen nyaaa....

itu sangat amat berarti bagi penulis pemula seperti saya:)

The Black MirrorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang