Part12

41 6 2
                                    

Sebelum baca boleh di vote dulu untuk menghargai tulisan yang abal-abal ini❤️

comment juga boleh ya teman-teman❤️

Terima kasih telah mengapresiasi karya saya❤️

**************************************

Alvino Pradipta A (Pov)

Aku berbaring di atas trampolineku yang besar sambil menatap langit malam yang penuh dengan bintang. Natha sangat menyukai langit malam yang penuh dengan bintang, penuh dengan hembusan angin malam yang menyejukkan, menenangkan, dan mendamaikan. Namun kali ini perkataan Natha tentang langit malam menurutku salah. Aku menikmati langit malam saat ini, namun ketenangan, kesejukan, dan kedamaian yang dibicarakan oleh Natha tidak kurasakan. Aku tetap merasa khawatir, tidak tenang, panas, dan tidak damai sama sekali. Aku melirik di samping kiriku, berharap ada Natha yang tersenyum memperhatikan langit malam yang penuh dengan bintang. Namun itu hanya sebuah pengharapan palsu, Natha tidak ada di sini, tidak ada di sampingku, tidak ada di dekatku. Aku memejamkan mataku lama, membayangkan ada Natha di sampingku, membayangkan ia memelukku untuk menenangkanku bahwa ia baik-baik saja, bahwa ia sedang tersenyum padaku.

Aku membuka mataku kembali berfikir tentang hari ini, tidak begitu banyak tempat yang aku kunjungi, namun tubuhku terasa lebih lelah dari sebelumnya, entah karena merasa gugup tentang kenyataan yang akan menamparku setelah tiga hari yang ku lalui nanti. Aku harus kian sabar menunggu kabar dari Inspektur Ajun tentang penyelidikan rahasia kami. Penyelidikan tentang sidik jari dan tes DNA darah yang ada di pisau tersebut. Mengingat tentang itu membuatku meraih tas ransel yang dari tadi tergeletak di sampingku. Aku menggapainya dan merogohnya, mencari, berharap tidak hilang.

Buku notes kecil yang tersembunyi dari saat hari itu belum sempat kubuka dan kubaca sama sekali. Aku menyembunyikannya dari Refran, Vano, dan Ajun karena aku ingin memastikannya terlebih dahulu. Suara hati kecil seseorang yang sanggup dan tega melakukan hal keji tersebut pada Natha dan yang lainnya.

Lembaran tersebut tertuliskan tanggal, hari, jam, dan dimana ditulis. Semuanya lengkap. Ia mulai bercerita mengenai orang-orang yang membully nya menolaknya dengan tiba-tiba meminta maaf lalu ingin berteman dengannya, bercerita mengenai banyaknya laki-laki yang mengejarnya dan ia muak dengan itu hingga akhirnya para laki-laki itu tidak mengikutinya lagi dan ceritanya mengenai laki-laki yang ia sukai hingga saat ini. Semua cerita seperti cerita biasanya anak perempuan yang melewati masa remajanya. Tidak ada yang salah sama sekali dari cerita-cerita yang ia tulis.

Aku menghembuskan nafas kasar dan kecewa, tidak ada petunjuk yang bisa membantunya sama sekali dari buku notes kecil ini. Hanya cerita-cerita singkat mengenai kehidupan sehari-harinya. Tidak ada yang mengganjal dan aneh sama sekali. Aku menutup buku tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam tasku, menggeletakkannya asal dibawah trampoline. Aku menghempaskan tubuhku lagi diatas trampoline ini dan menatap langit malam lagi hingga lelap pun menjemputku dengan pakaian sekolah yang masih tersampir ditubuhku.

Author Pov

Terik matahari membangunkan seorang Dipta yang berbaring di atas trampoline besar di belakang rumahnya. Semalaman Dipta tak beranjak dari trampolinenya dan melupakan tubuhnya yang masih terbalut seragam sekolah, rasa dinginnya angina malam seperti tidak mengganggu tidurnya sama sekali hingga mataharilah yang dapat mengusik Dipta dengan teriknya. Dipta membuka matanya dengan perlahan membiasakan cahaya matahari yang bersinar dengan tanpa malu-malu. Dipta bangkit dari tidurnya lalu meraih tasnya dengan gontai Dipta menyeret kakinya malas untuk masuk ke rumah dan mempersiapkan diri ke sekolah. Kali ini sudah dipastikan Dipta akan terlambat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Black MirrorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang