Part 10

22 5 0
                                    

Jangan lupa Vote and Comment ya temen-temen ❤️
Berarti banget responnya buat tulisan abal-abal ini ❤️
Selamat menikmati❤️

***********************

Alvino Pradipta A (Pov)

Suara jeritan seorang gadis langsung membuatku yang lagi berusaha mengejar Vano berhenti dan mencari sumber suara. Gedung belakang sekolah! Aku langsung menatap Vano dan Refran, begitu juga mereka berdua langsung melihatku seperti memberi isyarat untuk langsung berlari bersama menuju sumber suara. Yang benar saja, kami menemukan seorang gadis dengan bekas tancapan pisau di perutnya serta kaki yang digoreskan dengan benda tajam yang bisa membuat bekas luka di sana. Aku bergidik ngeri menatapnya.

Tidak berapa lama, para pemain yang mengekor kami menuju tempat kejadian langsung menyeruak, dan salah satunya langsung menghampiri gadis yang berlumuran darah itu. Aku tidak terlalu mengenal gadis itu, tapi wajahnya tidaklah asing, dia sering tampil untuk sekolah ini sebagai salah satu pemain cheers jika tim basket sekolah ini bertanding. Aku tentu tau, karena sekolah lamaku pernah bertanding basket dengan sekolah ini.

Lalu aku merogoh saku celanaku dan mengambil handphone ku untuk mengabsen beberapa huruf lalu menelponnya agar segera ke sini dengan pasukannya yang sangat bisa diandalkan. Suara di sebrang langsung mengangkat telponku saat dering pertama berbunyi "Jun, ke sekolah, ada kerjaan nih," ujarku yang langsung disambut dengan kata 'siap' oleh Inspektur Ajun.

Benar kataku tadi barusan, Inspektur Ajun dan pasukannya tidak lama langsung datang setelah aku menghubunginya. Tentu saja mereka tidak ingin kehilangan korbannya kali ini. Karena mencari korban yang hilang sudah membuat mereka pusing tujuh keliling-mungkin.

Alana nama gadis itu, aku mengetahuinya setelah disebutkan oleh Vano namanya. Alana langsung diatasi oleh para medis, Bekti pun terus menggenggam tangan Alana kuat mengikuti arah tandu Alana di bawa. Pandanganku mengekori kepergian mereka dengan tatapan kosong. Aku terpikirkan kembali dengan Natha yang belum juga ditemukan keberadaannya. Andaikan seorang Natha bisa seperti Keyra, namun seketika aku merinding memikirkan jika Natha bisa bebas seperti Keyra. Akan jadi seperti apa Natha kembali nanti. Walaupun aku pun sangat berharap Natha segera bebas apapun caranya dan yang penting ia bebas dengan keadaan masih bisa bernafas alias hidup.

Inspektur Ajun pamit meninggalkan kami dan melanjutkan investigasi mereka dalam pencarian Veronika dan Natha. Aku hanya menghembuskan nafas berat lalu menuju motorku, melihat jok penumpang yang kosong lalu menghela nafas berat kembali "Natha, gue harap lu baik-baik aja sekarang."

Aku melajukan motorku dengan kecepatan penuh, mencari Natha di setiap sudut ibu kota, membelah padatnya jalanan ibu kota, dan menerjang polusi udara yang menyesakkan, aku sampai lupa sampai mana aku telah melaju, hingga akhirnya aku harus mengisi bensin motorku yang telah ku habiskan untuk berkeliling ibu kota yang padat ini. Ku lirik jam arlojiku, senja telah menemaniku sejak satu jam yang lalu ternyata, dan ini hampir gelap. Aku menghela nafas berat kembali. Perutku berbunyi tertanda minta di isi. Aku melajukan motorku kembali ke rumah setelah mengisi bensin. Setelah berganti pakaian, aku langsung menuju rumah Natha, berharap gadis itu ada di rumahnya dengan rambut yang diikat ekor kuda lalu celana pendek dan kaos yang nyaman. Tidak lupa dengan senyuman merekahnya yang amat manis. Aku merindukan gadisku.

***

"Hay nak Dipta, ayo ikut makan malam bersama kami," ajak Papa padaku saat sampai di rumah ini. Semenjak Natha menghilang, rumah ini serasa tidak bernyawa. Aku duduk di meja makan yang sepi ini dan menatap hidangan yang tersaji. Mereka pasti memikirkan anak gadis semata wayangnya dan berharap gadis itu makan-makanan enak seperti yang mereka santap saat ini. Aku menatap kursi kosong disampingku, biasanya diisi oleh Natha yang makan dengan lahap di sana.

The Black MirrorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang