Final War

239 21 0
                                    

Clarist Pov

Aku duduk bersandar pada bahu Andrew di tepi sungai seperti malam-malam purnama sebelumnya. Ketika kami sedang terhanyut dalam perbincangan mesra kami. Dari arah selatan datang beratus-ratus tentara dengan sebuah lentera di tangan mereka masing-masing. Mereka memakai baju perang lengkap. Dari tubuh mereka memancar cahaya putih. Beberapa dari mereka menatap Andrew dan melambaikan tangan pucat mereka seolah ingin kekasihku bergabung. Aku memanggilnya tapi Ia tak berhenti berjalan ke arah mereka. Aku berlari mengejarnya tapi Ia semakin jauh. Saat kakiku terasa sudah tak mampu lagi mengejar aku meneriakkan namanya sekali lagi. Kali ini dia berhenti untuk menunjukkan senyumannya padaku. "Semua akan baik-baik saja." katanya.

Lalu mereka menghilang. Andrew-ku menghilang.

Mataku terbuka. Keringat sudah membasahi kening dan punggungku seolah aku benar-benar berlari tadi. Ketika aku telah bisa menguasai diriku aku melihat Ibu telah duduk di tepi ranjangku. Serta merta Ibu memelukku sebelum aku bertanya.

"Ibu merasakan firasat buruk." Begitu kata Ibu.

***

Author Pov

Pasukan Dragonalla dan Ursya berbaris gagah. Di barisan paling depan Pangeran CannSeo dan Tuan Andrew mengapit Pangeran Frederick di kanan kirinya.

Di hadapan mereka ribuan pasukan musuh juga telah siap. Kali ini Raja Derrfiaz turun langsung memimpin pasukan mereka dengan satu alasan yakni ingin berduel dengan Pangeran Frederick. Untuk itu sang raja menepati janjinya dengan membawa serta Millia.

Setelah sangkakala dari kedua kubu ditiup, baku hantam sudah tak terelakkan lagi. Mereka saling serang. Para prajurit Dragonalla kali ini lebih berani dan percaya diri menghadapi musuh dengan kekuatan yg lebih besar. Mereka tak lagi takut dengan zombie-zombie Connexia. Mereka yakin kali ini mereka akan menang karena mereka tahu bahwa pemimpin-pemimpin mereka punya rencana yang akan membawa kemenangan.

Frederick tampak sibuk beradu pedang dengan Raja DerrFiaz sedangkan CannSeo dan Andrew akan menjalankn rencana mereka untuk melenyapkan sang Iblis kedua untuk selamanya.

"Berani-beraninya kalian mengeroyok seorang wanita sepertiku. Apa tidak takut harga diri kalian akan jatuh?" ejek Millia.

"Jika yg kami keroyok adalah iblis licik sepertimu, harga diri kami tak akan jatuh." Balas pangeran CannSeo. Kepalanya sudah mengeluarkan asap tanda bahwa dia sedang marah.

CannSeo menembakkan apinya pada Millia tepat saat rambutnya telah terbakar. Millia terkikik karena bisa menghindari serangan. Millia terbang rendah melayang-layang mengelilingi kedua lawannya seolah sengaja mengejek. Sesekali dia meniupkan racun kepada mereka tapi berhasil ditepis oleh Andrew. Sebuah tembakan api CannSeo berhasil mengenai lengan Millia bukan pada titik yg fatal tapi cukup untuk melukai Millia. Seperti kata Theresya, kelemahan Millia adalah api. Iblis itu memekik pilu sambil menutup wajahnya. Perlahan tubuhnya menjadi sekumpulan asap hitam tanpa raga. Ia telus melayang tinggi sambil mengeluarkan suara yg mirip rintihan.

"Ini saatnya." kata Andrew.

"Kau yakin akan melakukannya?" tanya CannSeo.

"Anda sudah menanyakan pertanyaan itu padaku lebih dari seratus kali Pangeran."

"Hanya saja ini semua akan terlihat seperti aku yg membunuhmu." Api di kepala CannSeo padam.

"Saya tak akan mati dengan mudah, Pangeran." Andrew tersenyum dengan tenangnya.

Andrew mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Memberi tanda pada pasukan meriam dan pemanah agar bersiap. Ia naik ke atas punggung kudanya dan berjongkok.

Miracles~Book 1: Clarist(a)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang