Chapter 10 Berkumpul

12 0 0
                                    

Author POV

Karena hari sudah semakin terang, mungkin akan ada beberapa monster lain yang akan bermunculan. Ares dan pasukannnya harus segera pergi dari sini sekarang. Ia tak bisa membiarkan satu orang pun dari pasukannya terluka.

"Kapten, semua sudah siap sekarang," lapor salah satu prajurit. Ares mengangguk.

"Baiklah, kalau begitu kita be- tunggu dulu, dia belum siap." Mata Ares teralihkan oleh sosok yang berada di depan salah mayat monster. Sedang apa ia di sana?

"Annabeth, apa yang kau lakukan di sana? Cepat naiki kudamu, kita harus segera pergi," perintah Ares. Tak ada jawaban untuknya. Ia pun menghampiri Annabeth lalu menepuk pundaknya.

"Hey! Ada apa dengan dirimu? Kenapa kau tak menjawabku- tunggu.. ka-kau menangis?!"

Ares terkejut setelah melihat mata Annaneth yang terlihat sedikit sembab, pipinya juga terbasahi oleh air matanya.

"Tidak, aku tidak menangis. U-untuk apa aku menangis? Tak ada gunanya sekali aku menangis," ucap Annabeth, langsung menyapu air matanya yang berada di pipi. Ia tak tahu kenapa dan untuk apa ia menangis. Andai ia tahu apa emosi yang ada di hatinya sekarang, tapi itu percuma karena ia tidak bisa.

Ares hanya menatap Annabeth dengan heran. Ia heran dengan sikap Annabeth yang tadi bagaikan seorang psikopat, tapi sekarang malah menangis dengan wajah datar yang tak menunjukan ekspresi apa pun. Ares memang ingin tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya, tapi ia tak berani menanyakan hal itu di tengah kondisi yang seperti ini.

"Ya sudah, kalau begitu cepatlah kau naik ke kudamu. Kita harus segera pergi dari sini."

"Tanpa kau suruh juga sudah pasti aku akan naik ke kudaku. Sudah berulang kali kukatakan padamu, aku tak butuh perintahmu sama sekali."

Annabeth segera menaiki kudanya dengan wajah masam. Mereka akhirnya pergi dari tempat itu dengan segera.

Seperti biasa, sikap Annabeth yang menjengkelkan memang selalu membuat Ares tersiksa. Tapi di balik itu, ia juga sedikit lega karena Annabeth baik-baik saja.

Seling beberapa menit setelah pergi dari tempat semula, Ares tiba-tiba memutuskan untuk berhenti sebentar. Ia melakukan hal itu karena ia mendengar sesuatu, dan arahnya dari balik semak-semak. Ia menunjukan sikap waspadanya sambil bersiap-siap mengambil pedang.

"Siapa di sana?!!" teriak laki-laki yang merupakan teman masa kecilnya Cartellia itu.

Ares turun dari kudanya sembari mengeluarkan sebilah pedang yang masih mengkilap nan tajam. Bersamaan dengan itu, ia juga memberi aba-aba pada semua prajurit untuk mengeluarkan senjatanya masing-masing.

"Keluarlah! Tunjukan dirimu dan jangan menyerang atau aku akan membunuhmu!" ancam Ares.

"Baik-baik. Aku menyerah. Maaf, tapi aku tak bermaksud untuk mengintip atau pun menyerang."

Seorang laki-laki berambut biru tua muncul dari balik semak-semak  sembari mengangkat kedua tangannya.

"Siapa dan dari mana asalmu? Apakah kau salah satu dari monster-monster itu?" Ares menodongkan pedangnya pada laki-laki itu. Ia tak peduli dengan hal lain selagi ia mengancam.

"Namaku Liberta. Aku kira kau sudah tahu dengan melihat seragamku. Tapi tak apa. Yang jelas aku ini manusia. Dan tak memiliki niat jahat pada... kalian kok," ucap laki-laki itu masih dengan tangan terangkat ditambah senyuman yang dipaksakan.

"Oh maaf, aku baru menyadarinya. Apa ada orang lain ikut bersamamu?"

Ares baru menyadari setelan baju yang Liberta pakai. Itu adalah setelah baju yang para pelayan Kerajaan Luminalake kenakan. Ia pun memasukan pedangnya dan memberi isyarat pada prajuritnya untuk menyimpan kembali senjata mereka.

ENDLESS CARD WORLD : FIGHTING IN THE DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang