Cartellia POV
Akhirnya aku dan Hexolt sampai di pasukan ini. Kulenyapkan kloninganku dan kloningannya agar tidak merepotkanku. Aku pun memberitahu pada semua pasukanku untuk pergi ke arah asap hitam yang masih terlihat di langit biru itu.
Keringat bercucuran dari pelipisku. Tanganku terlihat bergemetar. Aku menghawatirkan pasukanku. Kemampuan sari prajurit kami tidak bisa diragukan. Mereka semua juga mempunyai kartu minor arcana yang cukup kuat. Jika mereka menembakan asap hitam, berarti bahaya yang mereka alami bukanlah bahaya yang biasa saja. Aku tidak ingin ada yang mati lagi kali ini, kumohon.
“Ratu, tenanglah. Semua pasti akan baik-ba-”
“Bagaimana aku bisa tenang?!” bantahku memotong kalimat Hexolt, “Mana bisa aku tenang di saat prajuritku berada dalam bahaya yang luar bisa, Hexolt?”
“Aku tahu. Tapi cobalah untuk bersikap lebih tenang lagi. Kau memang ratu yang baik, yang selalu memikirkan keadaan orang lain dari pada dirimu sendiri. Jadi kali ini cobalah untuk bersikap lebih tenang lagi.”
Aku pun menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Kali ini aku bisa lebih tenang, tapi tetap saja aku masih merasa cemas. Tak apalah, aku harus berpikir positif.
Setelah menelusuri hutan selama berjam-jam, tiba-tiba aku menedengar sesuatau, seperti suara yang ditimbulkan dari dua benda logam yang beradu. Suara itu semakin jelas terdengar, dan suara lainnya juga bermunculan. Kurasa kami sudah semakin dekat.
Aku menarik tali kudaku tiba-tiba. Mata terbelalak. Aku melihat genangan darah dimana-mana. Aku pun turun dari kudaku untuk memastikan darah tersebut baru atau sudah lamu. Sedikit berlutut, aku mengusapkan jariku, darah ini masih baru. Pasti mereka ada di sini.
“Ratu awas!!”
Hexolt memelukku dari belakang tiba-tiba. Suara robekan baju pun terdengar jelas di telingaku. Jantungku berdebar kencang. Dengan perlahan aku menoleh, kulihat sesosok goblin bertubuh besar berada di belakangku. makhluk itu membawa senjata sejenis kapak yang bersimbah.. darah.
Saat ia akan mengayunkan kapaknya sekali lagi, tongkatku langsung berada di genggamanku. Kuucapkan mantra dan lingkara sihir pun menerpa monster ittu. Sejenis api membakar tubuhnya. Itu bukan api biasa, api itu adalah api yang akan membakar tubuh korbannya hingga menjadi abu. Api itu hanya bisa padam ketika korbannya benar-benar sudah berubah menjadi abu.
Aku pun berbalik pada Hexolt dan langsung membaringkannya. Aku terkejut melihat luka yang dialaminya. Kusuruh prajuritku untuk melindungiku dari serangan apapun. Segera kuaktifkan kartu The Magician.
Kugunakan kekuatanku untuk menyembuhkan luka itu. Karena lukanya cukup dalam belum lagi ditambah dengan darah yang terus mengalir denga deras, pasti membutuhkan waktu yang sedikit lama.
“Bertahanlah Hexolt. Sebentar lagi lukanya akan sembuh. Kau akan sembuh,” ucapku sedikit panik.
Aku tak ingin ada orang yang mati karena diriku lagi. Aku tak ingin kehilangan lagi!Aku bernafas lega, akhirnya rasa takutku sedikit berkurang. Kini luka yang ada di tubuhnya sudah sembuh total. Aku segera memeluk Hexolt dengan erat.
Baru kusadari aku meneteskan air mata untuknya. Namun, ia mencoba untuk melepaskan pelukanku setelah berterima kasih. Yaah, aku bisa memakluminya sih. Ini bukan waktu yang tepat untuk berbahagia.
Aku segera bangkit dari duduk. Aku mencoba untuk serius. Ini saatnya untuk bersikap lebih serius. Melihat sekelilingku, aku mencari sebuah pohon yang sangat tinggi. Segera aku melompat ke salah satu dahan pohon itu setelah aku menemukannya.
Lagi-lagi aku mematung untuk sesaat setelah melihat pemandangan tempat ini. Ada banyak sekali monster yang ada di sini. Lima puluh.. tidak, kurasa jumlahnya sekitar dua ratus lima puluh. Jumlah yang luar biasa banyaknya. Pantas saja salah satu prajuritku menembakan asap hitam ke udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDLESS CARD WORLD : FIGHTING IN THE DARKNESS
FantasyHanya ada gelap di hatiku. Bangun di tempat yang tidak diketahui tanpa ada seseorang yang menemaniku. Bertahan tanpa tahu apa-apa tentang diri sendiri. Namun, cahaya harapan mulai menerang hatiku. Bisa kurasakan kehangatan ini. Hingga akhirnya aku m...