Tujuh

47 6 0
                                        

Kalung dengan permata kotak biru ditengahnya, yang benar saja?
Orang tua sahabat Wira memberiku kalung sebagus ini?
Ini pasti mahal.
Bagaimana bisa orang yang terkesan hanya melalui cerita bisa sampai memberikan kalung cantik beginian?
Masuk akal tidak sih?
Ya Tuhan tolong aku.
Wira selalu baik dari pertama kali bertemu. Kapan hatiku akan runtuh karena dia? Kapan aku bisa membuka hati untuk lelaki sebaik dia?

Pagi pagi sekali sekitar jam lima, Diana datang ke panti asuhan dengan mobilnya, tumbenan sekali dia datang. Meskipun penampilan dia sangat polos tapi dia jago menyetir mobil, banyak yang tidak tahu saja, karena mobilnya dititipkan di salah satu rumah warga terdekat.
"Halo Anya, kamu pasti kaget ya aku datang kemari? Aku pengen menjemput kamu dan Kiara"

"Wah, tapi kamu ga usah repot repot juga Di, aku biasa naik sepeda bareng Kiara"

"Aku mau cerita ke kamu tentang seseorang"

"Kamu lagi crush ya? Cie cie, siapa nih?", Kiara ikutan nimbrung sehabis dia sholat.

"Adadeh, dia bakalan pindah ke sekolah kita dalam waktu dekat ini, hehehe"

"Wah kita bakal kedatangan murid baru nih, ganteng engga Di?", Kiara ini kalau soal ganteng-tidak ganteng saja nomor satu.

Kelasku hari ini pelajaran kosong, tiba tiba saja aku teringat oleh Wira dan sekaligus penasaran asal usul kalung itu, apa aku menemui dia saja ya sekarang? Baiklah, akan aku cari dia diperpustakaan karena jadwal dia hari ini adalah Geografi, bu Naila pasti memperbolehkan Wira si anak emas keluar menemui aku.

"Permisi bu, bisa saya bicara dengan Wira sebentar?", aku bertanya dengan sopan saat sudah sampai didepan perpustakaan,

"Oh iya, kamu Yeanya kelas 10 mipa 2 kan? Sebentar saya panggilkan dulu"

Tak berapa lama kemudian,
"Anya, ada apa? Kangen ya sama aku? Duh mulai kangen nih sama Wira, ciee" dia menggodaku tak henti henti, tapi entah kenapa aku sedikit gembira dia masih saja memperhatikan aku sampai detik ini,

"Ih, ge er, aku pengen tanya aja sih sama kamu, kalung kemarin itu, ehm, dari siapa sebenarnya?", aku bertanya dengan sedikit gugup.

"Oh itu dari Tante Lea, orangtuanya sahabat aku, Tante Lea sebulan yang lalu ada tugas ke Kanada nemenin suaminya Om Frando, dan aku sering cerita cerita tentang kamu ke beliau, kalo kamu itu anak baik, teladan, cantik, dan idola di salah satu panti asuhan dekat sekolahku, aku udah nunjukin foto kamu ke beliau, entah kenapa sih sebelum beliau menitipkan kalung itu rasanya beliau itu terenyuh dan teringat sedikit tentang seseorang yang berarti di hidup beliau, anaknya sendiri sahabat aku dari kelas 2 SMP namanya Randi", Wira menjelaskan dengan tersenyum manis.

"Ah, kamu lebay amat bilang aku seperti itu Wira, hehe. Terimakasih ya sekali lagi, sudah selalu ada buatku"

"Sama sama, lagipula keberadaanku mungkin sudah ditakdirkan Tuhan buat menjaga kamu, hihihi", ah sungguh cute sekali dia.

Eh?



Malam ini aku sibuk dengan rentetan rumus matematika yang menyiksa.
"Ra, ini gimana ajarin aku cepat ah,", shit ternyata Kiara malah sudah ngorok, bagaimana kelanjutan PRnya kalau Kiara tidur? Aku tidak enak hati membangunkan dia. Sudah lelah sekali pasti dia membantu aku mengerjakan tugas ini itu di panti, disekolah, terbaik memang dia.

Aku termenung melihat ke jendela, indah sekali bulan bintang diatas sana. Bagaimana kabar Kumara ya? Apa dia sehat? Apa dia masih dikota ini? Hatiku sekarang sudah bimbang, aku nyaman berada di dekat Wira, tapi apa aku tidak salah langkah jika mulai melupakan kamu?

Disuatu pagi yang cerah, Kumara mengajakku berjalan jalan melihat taman kota yang baru,
"Lihat deh indah ya taman kotanya kaya kamu", Kumara tersenyum sangat manis.
Jalan jalan kita pagi ini atas kehendak Kumara sehabis dia berkunjung ke panti membantu para Ibu asuh. Aku masih ingat kalau Ibu Melinda sangat menyukai Kumara, sosok tanggung jawab yang bikin penasaran, karena dia belum pernah mengajak keluarganya berkunjung ke panti, aku kemudian bertanya pada Kumara begini "Kumara, kenapa kamu tidak pernah mengajak keluarga kamu kesini?"

"Ehm soal itu karena Papa dan Mama sibuk, mereka sering keluar negeri, jadi tidak sempat ah rasanya untuk memberi tahu mereka tentang cerita indah kita"





Masalalu yang sangat indah jika dilewati bersama Kumara, rasanya ingin sekali aku meneriakkan namanya ke seluruh penjuru agar dia merasakan apa yang aku rasakan. Terlalu indah untuk dilupakan tapi sakit sekali mengenang dia.
Menyatakan perasaan dengan seenak jidatnya lalu pergi, apa statusku sekarang kalau begini? Jomblo? LDR? Atau malah kekasih yang tak dianggap?

Mendefinisikan Kumara tak kan habis sejuta lagu, cielah. Dia adalah cinta pertama dan orang pertama yang mengetuk pintu hatiku, aku ini masih sangat kecil buat setia seumur hidup , apa iya aku akan jadi perawan tua. Tapi hatiku mulai sedikit runtuh berada didekat Wira. Apa aku kode kode dia balik saja agar kita lekas jadian?

Ah sudalah.

If This Was A MovieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang