Sembilan

60 7 2
                                        

Tidak, kenapa dia mendadak bertanya begitu? Ada apa dengan dia? Sebelumnya dia tidak pernah mempermasalahkan apapun alasanku menolak dia, tapi sekarang? Dia begitu gencar menyanyai siapa gerangan dirinya.

"Siapa Nya? Jawab dong, selama ini aku mehanan rasa penasaranku sama orang kurang ajar yang menetap tanpa tanggung jawab dihati kamu,"

"Ini masalah privasi Wira, tolong, aku tidak mau membahas dia, buat apa? Lagi pula tidak selamanya kan hatiku tertutup rapat?"

Oke, ralat, aku pernah bilang kan sebelumnya kalau aku belum bisa move on dan stuck disatu orang? Tapi aku bakalan berusaha maksimal, dan..........

menerima Wira. Yah aku akan membuka hatiku untuknya, lebih tepatnya mencoba.

"Apa? Aku tidak salah dengar Anya? Kamu mau mencoba membuka hati kamu?"

"Iya Wira" dan dia tersenyum bahagia.





Selepas percakapan kikukku dengan Wira aku benar benar berusaha melupakan Kumara, aku akan bertekad bulat untuk mencoba melepaskan, karena sia sia selama 3 tahun lebih aku menunggu tapi dia tidak kunjung datang. Akan aku babat tuntas perasaanku padanya dan beralih ke orang baru, yaitu Wira. Aku tidak peduli Fatin Cs mau berbuat apa, aku memang kekanak kanakan memutuskan sesuatu begitu cepat, ah tidak, aku rasa tidak secepat kilat, aku sudah menunggu Kumara bertahun tahun, mengabaikan segala kebaikan Wira yang dilakukan, aku ingin bahagia. Semoga apa yang aku lakukan diridhoi Tuhan dan semoga tidak ada sesuatu hal buruk menimpa percobaan bunuh perasaan ini.

Disekolah Wira sangat memperhatikan aku, sampai sampai Diana dan Kiara bingung melihat tingkah aneh kami yang tidak kucing kucingan lagi, Kiara mulai main kode kode ada-apa-antara-kamu-dan-dia nya. Aku bingung benar harus menjelaskan mulai dari mana.
Dari sekian banyak teman kelasku yang tahu perihal Kumara hanyalah Sesa dan Kiara, jadi Diana dan yang lain belum tahu kisah masa laluku, Diana selalu menyebut Kumara dengan Mr.X.

Aku ingin bercerita tentang Kumara ke Diana tapi entah mengapa aku selalu mengurungkan niatku, aku hanya takut kalau rasa sakit itu muncul kembali, jadi aku lebih memilih diam. Aku mengalihkan pembicaraan saat Wira masuk ke kelasku membawa 4 susu kotak strawberry,
"Hai teman teman, ada apa kelihatannya seru?", Wira bertanya santai seolah tidak ada beban padahal mereka berdua menginterogasi aku mati matian.

"Kamu sama Anya ada apa sih sebenarnya Wira?," Diana langsung to the point.

"Lah? Ada apa memangnya? Apa jangan jangan Anya bilang kita sudah jadian ya? Hahaha", Wira malah bercanda.

"Eh eh enak saja, aku tidak bilang begitu, jelaskan saja sendiri Wira"

"Oh, jadi begitu, baiklah, Yeanya Unika S. Siap membuka hatinya buatku. HAHAHA", keras sekali dia ber- HAHAHA, dan satu kelaspun ramai menengok ke arah kami berempat apalagi Viko dan Sesa

"Eh anjir lu bor! Lo udah jadian sekarang sama Anya? Anjing, anjing, marvelous" Viko langsung geger.

"Aduh udah lama kayanya si Anya menderita karena mas Kum Kum, hihihi", Sesa ikut ikutan tanpa rasa bersalah.

Kulihat Wira mengernyit, "Kum Kum Siapa dia?"

"Ah bukan siapa siapa kok, lupakan saja, Sesa memang sedikit gila, Ses minggir, atau kamu ga aku contekin bahasa Inggris lagi," aku mengancamnya.

"Iya iya ampun mbak," , dikejauhan kembali aku melihat raut wajah Fatin yang merah padam, biarkan sajalah, aku tidak takut meskipun dia akan membunuhku, salah siapa jadi perempuan kok kasar, dan centil, semua akan berimbas pada kesedihan dihidupnya yang banyak menindas.

"Anya, nanti malam kita nonton yuk? Aku sudah ijin Ibu Delisa tadi lewat wasap"

"Ehm nonton apa Wir? Walaupun aku ini rajin bantu bantu di panti asuhan tapi aku tidak bisa keluar seenaknya, aku punya jam malam versiku sendiri"

"Tenanglah, film horror kok, mungkin kita jam setengah 10 malam bisa pulang"





Seram benar film yang tadi aku tonton, berulang kali aku memegang lengan Wira bahkan sampai aku gigit saking takutnya, aduh gila benar reaksiku amat sangat berlebihan. Sepertinya aku memang konyol, Wira sedari tadi dengan sabar menghadapi sikapku, dia tidak marah meskipun aku menyakiti lengannya berkali kali.

"Anya, gimana? Ketakutan ya? Hahaha", dia tertawa jahat.

"Ah kamu sih itu levelnya terlalu seram buat anak anak kecil ingusan kaya aku"

"Yaah, kamu sih cemen sekali, oh iya, kamu masih simpen kalung pemberian tante Lea yang aku ceritakan kemarin itu?"

"Aah, iya masih, aku masih menyimpannya dialmariku, habis terlalu bagus Wir kalau aku pakai bepergian hehehe"

"Aku dengar 2 minggu lagi tante Lea, om Frando, dan Randi akan kembali ke Indonesia, kalau kamu mau 2 minggu dari sekarang aku pengen memperkenalkan kamu ke Tante Lea dan mamaku, tempatnya di toko buku milik tante Lea dekat Swalayan Q3"

"Ap apa? Mama kamu? Tante Lea? Wira tapi aku belum berani"

"Tidak apa apa, toh kamu bukannya mau berperang, jadi biasa saja hehehe, aku tidak terima penolakan, sudah sering sekali kamu menolak aku, siapkan saja mentalmu Anya, hehehe"

Baiklah kita tunggu dua minggu lagi.

If This Was A MovieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang