Pagi ini disekolah entah kenapa aku kepikiran dengan Wira, rasanya aneh aku tiba tiba memikirkan dia, karena aku sudah bingung dan mungkin saja aku sudah gila, aku wasap dia dan mengajaknya makan eskrim di kedai dekat sekolah
"Ehm Wira nanti pulang sekolah bisa tidak makan es krim bareng aku? "
"Bisa kok hehe kenapa udah kangen ya?"
Ih ge er banget sumpah dia, tahu tahu saja dia sudah muncul dihadapanku dengan senyum sangat lebar
"Halo tuan putri yang katanya ngajakin makan eskrim nanti, akhirnya kangen juga sama aku"
"Ah kenapa sih kamu ini Wir cuma sekadar pengen main saja kok sama kamu jangan kepedean gitulah", aku sok jual mahal. Padahal sih aku sebenarnya pengen ketemu sama dia juga. Hehe
"Nanti sekalian kita main ketempat rekreasi anak anak baru di seberang sekolah mau tidak?", sebenarnya Wira mengajakku ke taman bermain anak anak TK, tapi tamannya super asyik kok banyak juga muda mudi disana yang bermain bahkan pacaran, seakan dunia milik mereka berdua.
"Okedeh"
Aku tidak menggubris suara cempreng Ganggang Api yang menyumpahi dengan segala kata kata mereka karena aku jalan bareng sama Wira sepulang sekolah, suka suka aku, toh juga ada Kiara walaupun dia memilih main ke wahana lain di taman itu, jadi tidak akan menambahkan kesan negatif, aku sungguh menyayangkan kenapa Wira bisa disukai oleh Fatin. Aku sering membayangkan bagaimana jadinya jika Fatin benar benar bisa memikat Wira, seorang lelaki menawan dan most wanted jadian dengan perempuan bar bar nan angkuh seperti Fatin. Sudah berulang kali otakku mengatakan agar aku jadian dengan Wira agar semua permasalahanku dengan Kumara bisa terselesaikan, tapi jika kalian tahu bagaimana baiknya Kumara saat dulu, menggemaskan, dia selalu mengunjungi aku dalam keadaan yang paling terpuruk. Membelikanku sepeda yang selalu aku impi impikan, pacar pertama yang tiba tiba menghilang di telan bumi.
Sore hari dipanti asuhan saat aku sedang menyapu halaman, aku melihat Kumara membawa kotak yang sangat besar, entah isinya apa aku tidak tahu, kemudian ibu Delisa datang dari belakangku, tanpa disangka sangka ibu Delisa langsung memeluk Kumara, beliau berkata bahwa Kumara adalah anak yang sangat baik, bisa diandalkan, dan sangat penyayang dengan anak anak yang ibaratnya sudah kehilangan pelita hidup yaitu orang tua. Aku semakin terpikat dengan pemandangan didepanku, Kumara, sang cinta pertama yang begitu akrab dengan penerang hidupku, ibu Delisa.
Dia memang malaikat Tuhan yang paling diberkati.

KAMU SEDANG MEMBACA
If This Was A Movie
Roman d'amour-You dont need to regret how did the past happen, you just need to try to move on and make a new life-