Satu

7.7K 312 4
                                    

Alexis's POV

"Jadi, Alexis, sesuai yang saya katakan kemarin. Mulai minggu depan kamu akan menjadi sekretaris putra saya. Dia akan menggantikan saya. Saya ingin kamu mendampingi dia, meskipun saya tahu skill dia sudah sangat bagus. Tetapi, punya sekretaris yang seperti kamu akan sangat membantu." Pak Surya berkata dengan tenang. Aku jadi penasaran berapa sebenarnya usia putra Pak Surya. Katanya putranya ini bekerja di London selama lima tahun terakhir. Aneh kan? Ayahnya punya perusahaan yang sangat besar dan mempunyai banyak cabang, tetapi dia memilih untuk bekerja diluar negeri.

"Baik pak, saya sangat senang bisa membantu." Kataku sambil memberikan senyum termanis, menurutku. Oke, lupakan.

"Saya ingin besok sabtu kamu menjemput dia di bandara."

"Baik pak," memangnya apalagi yang bisa aku lakukan? Seharusnya besok aku bisa menikmati weekend ku dengan bersantai. Huuh, apalah daya ku yang hanya seorang karyawan? Oke, aku sangat hiperbolis. Maaf.

***

Pukul setengah enam pagi aku sudah ada dibandara, menunggu kedatangan calon boss ku yang baru. Aku merapatkan cardigan yang aku kenakan. Astaga, dingin sekali. Apa karena musim hujan jadi terasa sangat dingin seperti ini? Aku melantur lagi astaga, maafkan aku.

Orang-orang mulai berdatangan dari arah arrival international gate. Aku mencari-cari putra Pak Surya, kalau tidak salah namanya Ferdinand. Seharusnya tidak susah, dia pasti mirip dengan Pak Surya. Sial, dimana sih Pak Ferdinand ini? Aku harus segera ke rumah Pak Surya, karena beliau sudah menunggu.

Seorang laki-laki datang menghampiri aku. Dia mengenakan polo shirt dan celana jeans denim. Rambutnya yang dipotong pendek terlihat berantakan. Ada jambang tipis di sekitar rahangnya. Dia menarik satu koper berukuran sedang. Aku tidak sadar bahwa sedari tadi aku menahan napas ku. Dia terlihat sangat.. tampan. Mungkin usianya sekitar akhir dua puluhan atau awal tiga puluh. Tapi itu tidak mengurangi ketampanannya. Justru dia terlihat matang dan seksi. Ditambah lagi dengan postur tubuhnya yang tinggi tenggap dengan dada bidang dan bahu yang tegap. Terlihat bahwa dia sering berolahraga untuk membentuk otot itu. Sangat tercetak jelas dari polo shirt yang dia kenakan. Bukan otot seperti Vin Diesel, tapi otot yang pas dan aku yakin sekali otot perutnya sixpack. Ya Tuhan, maafkan aku. Apa yang baru saja aku pikirkan. Astaga, sial. Tapi dia sangat tampan Tuhan.

"Alexis Rima Wijaya?" dan saat dia mengucapkan nama ku, saat itu pula aku merasa dunia ku runtuh.

Lelucon macam apa ini, Tuhan? Kenapa setelah delapan tahun tidak bertemu, aku dipertemukan kembali dengan dia? Kenapa saat aku mulai lupa dia malah kembali dan mengguncang hidupku? Aku belum siap untuk bertemu dia lagi, Tuhan. Aku belum siap.

Aku sama sekali tidak tahu bahwa Pak  Ferdinad adalah kak Ferdi, putra Pak Surya, calon boss ku. Aku bahkan tidak mengenalinya dari jarak yang jauh tadi. Dia.. dia terlihat begitu berbeda. Tapi aku tidak bisa melupakan suaranya, senyumnya dan bentuk wajahnya yang tegas. Ya Tuhan, apa lagi ini?

Dan saat dia mengucapkan namaku, saat itu pula senyum di wajahku perlahan-lahan menghilang. Dia bahkan lebih tinggi dari terakhir kali aku melihatnya dan dia tambah tampan. Aku ingin tahu apa dia mengenali aku? Tapi, sepertinya dia lupa. Dia bahkan tidak mengingat namaku. Harusnya dia tersenyum dan mengacak rambutku seperti dulu bila dia ingat. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Dia hanya bertanya, dia bahkan tidak tersenyum dan suaranya terdengar dingin di telingaku.

"Iya pak, saya Alexis. Mari, saya bawakan koper bapak." aku memaksakan senyum, aku bahkan tidak peduli jika dia menilai aku tidak ramah.

"Tidak perlu, saya ragu apa kau bisa membawa koper ini dengan tubuh mu yang kecil itu." Apa dia bilang? Apa dia baru saja meremehkan aku? Bahkan kebiasaannya yang itu tidak bisa hilang. Hanya saja nadanya tidak terdengar bercanda seperti dulu.

Aku mengukuti dia dari belakang dengan diam. Apa benar dia tidak ingat aku? Aku tidak banyak berubah kok, justru aku rasa tidak berubah sama sekali. Selain kulit ku yang lebih putih. Rambutku bahkan masih bergelombang dan berwarna coklat.

"Aaw," aku mengerang pelan saat menabrak punggung didepan ku. Itu tadi cukup keras. Sial, hidung ku rasanya sakit.

"Apa kau tidak mau menunjukkan dimana mobil nya diparkir?"

"Aahh, maaf pak. Mari ikut saya." Bodoh sekali Alexis. Kau mempermalukan dirimu sendiri didepan dia. Kau benar-benar memalukan. Astaga.

Aku berjalan menuju Taylor, mobil Suzuki Swift kesayanganku. Aku tahu aku aneh, tolong abaikan. Membuka pintu bagasi dan menarik koper dari tangan Pak Ferdinand-aku sudah memutuskan untuk bersikap professional- dan memasukkan nya ke dalam bagasi. Hell, dia bahkan tidak membantuku. Dia langsung saja berjalan ke kursi penumpang dan masuk ke dalam mobil. Masih saja menyebalkan seperti dulu. Dan kopernya ternyata tidak terlalu berat. Sialan kau mas Ferdi. Kenapa kau suka sekali meremehkan aku.

Aku masuk kedalam mobil dan mulai menjalankan mobil ke rumah Pak Surya. Melirik sekilas pada Pak Ferdianad dan sialnya dia malah tidur dan membiarkan aku menyetir sendiran. Benar-benar tugas sekretaris. Sialan.

Ini sudah lampu merah ketiga dan ini berarti ini sudah ketiga kalinya aku memandangi Pak Ferdinand saat lampu merah. Wajahnya terlihat sangat polos dan damai saat sedang tidur. Dia sama sekali tidak berubah. Aku tidak pernah bosan dan tidak bisa berhenti untuk memandangi Pak Ferdinand. Aku sangat merindukan dia, Tuhan. Setelah sepuluh tahun tidak melihat dia dan saat ini tiba-tiba saja dia duduk disampingku dan dia bersikap seolah-olah tidak mengenaliku. Aku merindukan dia, rasanya perasaan rindu ku yang selama ini menumpuk tiba-tiba saja ingin berhamburan keluar. Aku ingin sekali memeluk dia. Aku ingin bersandar pada dada bidangnya. Aku ingin sekali dia mengusap kepala ku dan memberikan senyum menenangkan. Tapi, aku tidak bisa melakukannya, tidak saat dia adalah boss ku dan aku hanya sekretarisnya. Mungkin aku akan mempertimbangkan untuk resign. Agar tidak perlu bertemu dia lagi.

"Apa kau akan terus memandangi ku? Apa kau bahkan tidak sadar bahwa kau telah menimbulkan kekacauan?" Aku panik saat mendengar dia berbicara. Dia tahu? Seketika aku mendengar suara klakson mobil-mobil di belakangku. Sial, sial, sial. Kau mempermalukan dirimu sendiri untuk kedua kalinya Alexis. Dasar bodoh. Aku kembali menjalankan mobilku dan menahan malu. Aku yakin pipi ku sekarang merona. Satu lagi yang tidak bisa hilang, dia suka sekali menggoda. Tapi, bahkan dia tidak tersenyum geli seperti dulu.

Dan saat itu aku tahu. Semua tidak lagi sama seperti dulu.

——————————————————————
Author's note

Please know that this is not my first story, aku udah pernah publish ini satu atau dua tahun yg lalu dan sekarang cerita ini dan Marrying You di republish untuk keperluan research.
Kenapa di republish? Jadi aku pengen tau gimana respond kalian dari dua cerita aku, apakah di dalam cerita aku mengandung konten dewasa yg berlebihan atau masih dibatas normal?
And i'm on my new project, cerita yg akan aku buat nanti tema nya adalah fanfic lebih spesifiknya yaitu BTS karena sekarang aku lg ngefans bgt sama BTS dan mungkin aku sekarang udh jadi bagian dari army indonesia
Please let me know about your thoughts, i look forward to you guys💜

Past and Present - Tahap RevisiWhere stories live. Discover now