Alexis's POV
Aku berdiri di beranda kamar dan memikirkan semua kejadian yang terjadi setelah kejadian di rooftop dua bulan yang lalu. Hubungan kami makin baik, kami lebih dekat dari sebelumnya. Dia bahkan jadi sering mengajak ku keluar saat weekend. Tapi hati ku rasanya tidak tenang. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tentang sikapnya, tentang hubungan kami, tentang apa yang sudah terjadi. Aku merasa, hal ini tidak akan berlangsung lama. Seolah ada sesuatu yang menghalangi kami, tapi aku tidak tahu apa itu. Maybe I just over reacted.
"Lexi," teriakan seseorang menyadarkan ku dari lamunan. Aku menengok ke bawah dan di sana berdiri Wanda.
"Ayo turun, gue bawa makanan kesukaan lo nih."
"Come in, naik aja langsung ke kamar. Gue males turun."
Menit berikutnya kami sudah duduk di atas karpet di dalam kamar ku. Bercerita tentang Kayana-another best friend, tentang Wanda's new crush, tentang pekerjaan, tentang fashion, anything. Ah, it's been a long time since the last time I'd feel free like this. And it feels good. Percayalah, menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabat mu adalah yang terbaik. It's not all about boys. Just chill out.
"So, why make you looks so happy?" Aku tertegun mendengar pertanyaan Wanda. Gadis itu kini menatap ku dengan tatapan menyelidik.
"Nothing, gue biasanya juga gini kan,"
"Yes, tapi itu Alexis yang dulu, Alexis delapan tahun yang lalu. Lo delapan tahun belakangan adalah Alexis yang cuek, dingin, dan hampir nggak pernah ketawa. What's happened?"
"You don't like it?"
"Of course I like it, gue seneng Alexis yang dulu selalu ceria udah balik. You know, we worried about you. Terutama abang lo. Dia bener-bener khawatir sama lo. Dan Alexis yang gue temuin tiga bulan lalu jelas beda dengan Alexis yang sekarang. And it makes me a little bit curious. So you better explain it right now." Wanda menatap ku tajam.
"Well, I know I have been nuts in last years. Dan gue pikir, it's time to back to earth. You know what I mean."
"Maksud lo soal lo yang jadi sering ngelamun dan jadi judes minta ampun sejak delapan tahun yang lalu? Terus maksud lo dengan 'back to earth' itu berubah jadi Alexis yang happy lagi kayak dulu? It sounds ridiculous."
Aku hanya mengangkat bahu dengan acuh. Tidak mau melanjutkan pembicaraan ini. Atau lebih tepatnya, menghindari pembicaraan ini.
"Tell me the truth," Wanda menatap ku semakin tajam. "Atau gue nggak mau jadi temen lo lagi." Ancaman apa itu? So childish, tapi aku tidak ingin kehilangan teman sebaik Wanda. Kita berteman sejak SMP and Wanda is a stubborn. Jika dia menginginkan sesuatu, maka dia akan mendapatkan nya. Kinda ambitious. And she's win now.
"Pff, okay I'll tell you." Aku menghela napas berat. Masalahnya adalah, setelah aku selesai menceritakan ini, Wanda pasti menceramahi aku habis-habisan. I don't like that. I really am.
"Tapi lo harus janji, lo nggak akan nyela perkataan gue sampai gue selesai cerita." Wanda mengacungkan jari telunjuk dan jari manisnya. Memberikan tatapan 'I swear'.
"So, he is back,"
"Wait, who?"
"Kak Ferdi."
"What?!! Ferdi as Ferdinand Surya Sumirat?! Your first and last love?!" Wanda terpekik saat aku menyebutkan nama laki-laki itu.
Aku hanya mengangguk menjawab Wanda. Wajahnya terlihat syok.
"But, how-" aku memotong ucapan nya dengan mengangkat jari telunjuk ku sambil menatapnya tajam.
Setelah itu, aku menceritakan semua nya pada Wanda. Mulai dari awal pertemuan ku sampai his sweet little gestures yang membuat ku tambah jatuh pada nya.
Wanda awalnya hanya diam, terlalu syok dengan semua yang terjadi. Dia seperti tengah memproses semua nya. Dahi nya berkerut bingung.
"And after all that happened, you didn't tell me? Geez, Lexi, itu sudah terjadi sekitar tiga bulan yang lalu dan lo baru cerita sekarang?!"
"I'm too busy, and I just- gue cuma masih ragu dengan perasaan gue. You know what i mean."
"Gue tahu, gue tahu dengan jelas. Delapan tahun yang lalu dia ngenalin tunangan nya ke elo, dan itu yang jadi alasan lo melarikan diri ke Bandung-kuliah maksud gue, whatever. Dan sekarang saat dia tiba-tiba balik ke hidup lo, how could you forgot that accident and act like there's nothing happens between both of you?! How could you?! You're so naive Lexi."
"I'm not! Lo nggak tahu gue merasa nggak tenang, gue merasa was-was. Gue takut dia tiba-tiba muncul di depan gue dengan gandeng Stella dan anaknya. Lo nggak tahu gue ketakutan!" Aku merasakan air mata mulai mengaliri pipi ku. Kenapa rasanya sangat sakit saat aku mengingat semua nya?
"Then you have to move on. Forget him Lexi. There's a thousand boys in this world, just forget him and have a date."
"It's not that easy. Lo tau kan dia itu cinta pertama dan terakhir gue, gue nggak bisa lupain dia gitu aja. I've tried years ago, dan itu sama sekali nggak merubah apa pun.""Itu karena lo nggak mau buka hati lo buat cowok lain. Di luar sana ada ribuan bahkan jutaan cowok yang lebih baik dari laki-laki brengsek itu. Kenapa lo nggak coba jalan sama cowok lain dan mencoba buka hati lo buat mereka?"
"He's not a jerk. Dia sama sekali nggak brengsek, dia bahkan nggak tau kalau gue cinta sama dia. And i've tried to have a date in couples time and it's not help. Yang ada gue jadi makin kepikiran sama dia, sure you know it."
"Dia jelas-jelas brengsek karena dateng tiba-tiba and act like he's into you. Lo bahkan belum tahu apa dia udah nikah atau belum. Cinta lo ini bodoh tahu?"
Aku terdiam mendengar kenyataan yang diungkapkan oleh Wanda. Mostly karena aku tahu apa yang dia katakan sepenuhnya benar. Cinta ku ini bodoh. Bodoh karena aku masih bertahan untuk nya-yang jelas sudah mencintai orang lain-selama delapan tahun. Dan bodoh karena kenyataan nya aku tidak pernah bisa melupakan nya meskipun aku mau. Yeah, I'm too naive. She's definitely right.
"Gue cuma- gue cuma mikir mungkin aja kali ini cinta gue terbalaskan." Suara ku terdengar lirih dan tidak yakin.
Wanda tertawa sinis kemudian berkata, "Lo cuma perlu tahu satu hal, sesuatu yang belum pasti nggak akan berakhir baik. Fine kalau lo mikir mungkin aja cinta lo kali ini terbalaskan, gue nggak masalah. Gue cuma nggak tega ngelihat lo sedih, seenggaknya gue udah berusaha buka mata dan hati lo. Why you so stubborn?"
"Terkadang kita harus berjuang buat ngedapetin apa yang kita mau. Dan saat ini gue lagi mencoba berjuang untuk mendapatkan hati kak Ferdi."
"Berjuang my ass. Terserah lo deh. Kalau sampai lo nangis-nangis lagi kayak dulu gara-gara tuh cowok, gue bakalan kebiri dia di depan mata lo." Wanda lalu berjalan meninggalkan kamar ku.
Aku tercengang mendengar perkataan Wanda. Aku tahu dia menyayangi ku dan tidak ingin aku tersakiti untuk kedua kalinya. Tapi aku tahu aku harus berjuang sekali lagi. Tuhan pasti tidak akan membuat usaha hamba nya berakhir sia-sia kan? Jadi untuk saat ini, aku akan tetap bertahan.
Such a naive girl. Stupid. Stubborn. Ridiculous. Weird. But, this is who I am. Yes, I'm such a naive and stupid girl. Tapi, gadis polos dan bodoh ini akan terus bertahan dan selalu setia pada orang yang dicintai.
"Please just understand me Wanda, I need you. Aku butuh dukungan mu."

YOU ARE READING
Past and Present - Tahap Revisi
RomansaLelucon macam apa ini, Tuhan? Kenapa setelah delapan tahun, Kau kembali mempertemukan kami? Kenapa disaat aku mulai melupakan dia? Dia masih sama, bahkan bertambah tampan. Dengan bahunya yang tegap dan dadanya yang bidang. Dia masih sama. Suka seka...