Alexis's POV
Aku terbangun saat mendengar ketukan dari luar. Siapa yang datang tengah malam begini? Apa jangan-jangan hotel ini berhantu?
Suara ketukan pintu sekali lagi terdengar. Aku bingung harus bagaimana. Apa aku buka saja? Tapi bagaimana jika itu memang benar hantu? Ayolah Alexis, jangan jadi penakut. Bukankah kamu yang paling berani diantara kedua teman mu.
Aku terkejut setengah mati saat tiba-tiba saja ada yang memeluk ku setelah aku membuka pintu. Siapa orang ini sebenarnya? Dia menenggelamkan kepalanya di leher ku dan memelukku semakin erat. Aku semakin terkejut saat mencium aroma musk dan sabun dari laki-laki yang memelukku. Aku hafal dengan jelas siapa pemilik aroma ini.
"Alexis maafkan aku, aku sungguh-sungguh menyesal sudah memarahi mu tadi. Kau sama sekali tidak bersalah. Maafkan aku, bukan ini yang aku inginkan. Jangan acuhkan aku dan jangan tinggalkan aku. Jangan pergi dengan laki-laki itu Alexis. Aku sangat kesepian. Jangan marah lagi." Jantungku berdetak kencang saat mendengar perkataan kak Ferdi. Apa aku boleh berharap bahwa dia merindukan aku? Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam.
"Sudah lah kak Ferdi, mana mungkin aku marah," aku kan cinta pada kak Ferdi. "Aku hanya sedikit shock tadi, dan aku pikir mungkin kakak membutuhkan waktu untuk sendiri. Jadi aku memutuskan untuk pergi dengan kak Andrew." Tangan kanan ku terangkat untuk mengusap kepala nya, sedangkan tangan kiri ku balas memeluk punggungnya.
"Jangan pergi dengan nya lagi,"
"Kenapa?"
"Aku tidak suka," kak Ferdi apakah kau cemburu? Jantung ku rasanya akan meledak.
"Baik, aku tidak akan pergi dengan nya. Sekarang kak Ferdi bisa melepaskan aku," bulu ku meremang, merasakan hidung kak Ferdi yang menyapu leher ku saat dia menggeleng.
"Tidak mau, besok kita pulang dan aku ingin kita jalan-jalan malam ini."
"Tapi ini sudah tengah malam kak, memangnya kakak mau kemana?"
"Kemana saja asalkan dengan mu, jangan khawatir, aku akan melindungi mu." Ya Tuhan, bolehkah aku meminta waktu untuk berhenti? Katakan bagaimana bisa aku tidak mencintai dia saat dia melakukan hal-hal manis seperti ini?
"Tidak kak, sebaiknya kakak tidur. Kita bisa jalan-jalan besok pagi, kita pulangnya sore kan?" Aku berusaha membujuk kak Ferdi untuk tidak pergi. Bukannya aku tidak mau, justru aku sangat-sangat mau. Tapi ini sudah tengah malam, aku tidak ingin dia kelelahan.
"Umm, baiklah. Tapi kau harus janji," aku tersenyum mendengar nada manja kak Ferdi.
"Aku janji,"
***
Hari ini aku dikejutkan dengan kak Ferdi yang datang ke kamar ku pada jam enam pagi. Bayangkan, jam enam pagi! Bahkan matahari pun belum muncul sepenuhnya. Saat aku bertanya kenapa dia pagi-pagi begini sudah ada di depan kamar ku, dia bilang dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Dan menurut ku itu sangat manis! Kita sudah seperti sepasang kekasih, ini membuat ku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Aku sangat bahagia.
"Kita mau kemana lagi sekarang?"
"Umm, makan siang?" Saat ini kami sedang jalan-jalan di sekitar keraton Jogja. Dan dari tadi, kak Ferdi tidak melepaskan genggaman tangan nya.
"Oke," kak Ferdi menarik tangan ku ke warung makan pinggir jalan yang ada di ujung jalan.
"Kau tidak keberatan kan jika makan disini?"
"Tentu saja tidak kak, dulu sewaktu kuliah aku juga sering kok makan di tempat seperti ini."
Kami duduk dan memesan nasi gudeg-lagi. Gudeg disini sangat enak, dan aku tidak akan menyia-nyiakan hari terakhir ku di Jogja untuk tidak menikmati makanan enak ini. Seharian ini kami benar-benar menghabiskan waktu untuk jalan berdua. Hanya berdua. Aku merasa seperti sepasang kekasih yang sedang bulan madu di Jogja. Andai saja benar begitu. Sayangnya kami hanya rekan kerja, atau lebih tepatnya atasan dan bawahan.
"Kau ini seperti anak kecil saja, sebenarnya berapa umur mu?" Kak Ferdi tertawa kecil saat membersihkan makanan yang tertinggal di sudut bibir ku.
Kak Ferdi, tidak tahu kah kau bahwa apa yang kau lakukan berdampak fatal pada ku? Aku merasakan jantung ku berdegup kencang dan hanya bisa menatap kak Ferdi dalam diam.
"Ehm," aku berdeham untuk menghilangkan kegugupan ku.
"Umm, bagaimana jika setelah ini kita ke Malioboro? Aku ingin membeli oleh-oleh," kata ku sambil meminum es teh yang ada di meja. Oh Tuhan, aku sangat gugup.
"Oke, ayo!" Kak Ferdi lagi-lagi menarik tangan ku, membuat ku semakin gugup.
Kami menaiki taksi untuk pergi ke Malioboro. Di dalam taksi, kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Sebenarnya itu hanya untuk menutupi kegugupan ku, entah apa yang dilakukan kak Ferdi dengan ponsel nya. Aku hanya melihat-lihat akun instagram ku. Melihat ternyata sudah ada 800 love untuk foto yang aku post saat di keraton tadi membuat ku tersenyum. Itu foto ku bersama kak Ferdi, aku menjulingkan mata ku dan bergaya duck face sedangkan kak Ferdi menjulurkan lidahnya sambil menatap ke arah ku, dengan latar belakang daerah keraton. Awalnya dia tidak mau bergaya seperti itu, tapi setelah aku berkali-kali memaksanya akhirnya dia menurut. Kami terlihat seperti sepasang kekasih, hanya terlihat. Komentar-komentarnya membuat ku senang dan juga sedih. Ada yang bilang 'so sweet' ada juga yang bilang 'relationship goals', sayang nya kami bukan sepasang kekasih, dan itu yang membuat ku sedih.
"Lexi, sudah sampai," aku keluar dan menunggu kak Ferdi membayar taksi.
"Apa yang mau kau beli?"
"Entahlah, sebaiknya kita lihat-lihat dulu."
Kami mulai berjalan ke daerah pakaian batik. Aku tertawa saat kak Ferdi memakai blangkon dan berbicara dengan logat Jawa. Setelah itu kami di marahi oleh pedagang blangkon tadi, katanya kita tidak boleh seperti itu, dia bilang kita bisa menyinggung perasaan orang Jojga. Aku dan kak Ferdi meminta maaf kemudian segera meninggalkan pedagang itu. Ya, memang kami yang salah. Tapi sialnya aku tidak bisa berhenti tertawa saat mengingat wajah ketakutan kak Ferdi. Dan itu membuatnya meninggalkan aku dibelakang, dia berjalan sekitar lima langkah di depan ku. Sikapnya seperti anak kecil saja. Dasar.
"Ciyee, ada yang marah nih cerita nya," aku menyenggol pundak kak Ferdi pelan.
"Ayolah kak, jangan marah gitu dong. Kakak tidak pantas bersikap seperti anak kecil begitu, wajah mu itu menyeramkan tahu saat sedang marah."
"Terserah," ups, dia benar-benar marah rupa nya.
"Baiklah kak maafkan aku, aku tidak akan mengulangi nya lagi. Janji," aku menarik-narik lengan nya seperti anak kecil yang minta di belikan es krim.
"Hmm," jawaban macam apa itu?
"Kak Ferdi, ayolah. Aku akan lakukan apapun asalkan kak Ferdi tidak marah lagi,"
"Ssst," aku meringis saat tiba-tiba saja laki-laki itu berhenti, membuat ku menabrak punggung nya yang keras.
"Benar apa saja?" Kak Ferdi menyipitkan mata nya saat menatap ku.
"Iya,"
"Janji?"
"Janji."
***Seminggu setelah kepulangan kami dari Jogja, kak Ferdi menjadi sangat manja. Dia sering sekali meminta ku ke ruangan nya hanya untuk memeluk ku. Dia berkata bahwa pelukan dari ku bisa menghilangkan rasa lelahnya. Jujur, ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Dia memperlakukan ku seperti seorang kekasih. Tapi aku takut. Aku takut jika ini hanyalah mimpi indah yang selalu ku impikan sejak dua belas tahun yang lalu. Aku takut jika suatu saat aku akan terbangun dan mendapati semua hanya lah mimpi ku. Aku takut jika aku terbangun, dia akan menghilang lagi dari hidup ku. It's just too perfect to be real. And I'm afraid of it.
"Lexi, ke ruangan ku sekarang,"
![](https://img.wattpad.com/cover/102718454-288-k909224.jpg)
YOU ARE READING
Past and Present - Tahap Revisi
عاطفيةLelucon macam apa ini, Tuhan? Kenapa setelah delapan tahun, Kau kembali mempertemukan kami? Kenapa disaat aku mulai melupakan dia? Dia masih sama, bahkan bertambah tampan. Dengan bahunya yang tegap dan dadanya yang bidang. Dia masih sama. Suka seka...