BAB 34

6.9K 372 7
                                        

Aku berjalan lemas ketika sampai di parkiran sekolah. Rasanya setiap langkah seakan menyeret beban pikiran yang kian menggunung. Aku menarik tali tasku, menunduk, dan membiarkan sepatu-sepatuku menyepak kerikil-kerikil kecil yang terserak di jalan, tanpa benar-benar melihat ke depan.

Bruuk!

Tubuhku membentur seseorang, dan aku terkejut sambil memegang kepalaku. "Aduh, sorry," ucapku setengah berbisik, masih kaget.

Saat mendongak, kulihat Raveno berdiri di hadapanku dengan kaos olahraga dan celana training. Di lehernya tergantung sebuah peluit dan stopwatch di tangannya. Sebuah senyuman iseng segera menghiasi wajahnya.

"Nunduk mulu! Kalo jalan pake mata dong, neng," ujarnya sambil tertawa kecil, nadanya setengah mengejek.

"Di mana-mana jalan ya pake kaki!" balasku dengan nada ketus, lalu berusaha menjauh darinya, malas berurusan lebih lama.

Namun, Raveno mencoba mengejarku, menyamakan langkahnya dengan langkahku. "Eh, katanya mau traktir chicken wings buat gue?" tanyanya, masih dengan nada main-main.

Aku menghentikan langkahku, mentapnya dengan wajah datar. "Lo nggak ada niat buat jelasin soal Tiara?" tanyaku, suaraku pelan namun penuh penuntutan.

"Kasih tau nggak, ya?" balasnya malah melontarkan candaan lain yang semakin membuatku kesal.

Aku menggeram, lalu tanpa pikir panjang, kugunakan ujung sepatu untuk menginjak kakinya. "Gue serius, Rav!"

"Aww! Aww!" Raveno berteriak pelan menahan sakit, wajahnya meringis. namun, ia buru-buru mengubah ekspresinya ketika melihat betapa seriusnya tatapanku.

"Nanti pulang sekolah gue ceritain," katanya akhirnya, sambil mengacungkan tangannya membentuk isyarat 'Oke'.

Aku memutar bola mataku jengah. "Basi, Rav!" gerutuku, segera berbalik melangkah pergi. Namun, ia berhasil menahan lenganku.

"Sharin!" panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. "Gue janji!"

Aku menatapnya lama, mencari kesungguhan dalam matanya. Tangannya masih memegang lenganku dengan lembut, dan matanya terlihat penuh harap. Namun, aku tetap menatapnya dengan kesal.

"Jangan marah dong, gue gak mau berantem sama lo," ujar Raveno dengan nada memelas. "Senyum, dong?" lanjutnya, menunjukkan wajah konyolnya, menampilkan ekspresi lucu yang membuatku hampir tertawa.

Namun aku mencoba menahan senyumku. "Ck, ini kesempatan terakhir buat lo!" ucapku tegas sambil menunjuk wajahnya dengan jari telunjuk.

Raveno hanya tersenyum dan memberi hormat, menegakkan tubuhnya layaknya seorang tentara. Aku hanya menggelengkan kepala, sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkannya.

Setibanya di kelas, aku melihat Billa sedang mengobrol dengan Ranvi di bangku belakang. Aku memicingkan mataku curiga, keduanya seperti sedang mengobrolkan hal yang serius. Ketika mereka melihatku, Billa tampak tergagap, sementara Ranvi buru-buru kembali ke tempat duduknya.

"Eh, udah dateng lo?" sapanya dengan senyum canggung.

aku mengangkat alis, mencoba mengorek kebenaran. "Ngobrolin apa lo sama Ranvi?"

Billa hanya mengangkat bahunya seolah tak terjadi apa-apa "Cuma tugas matematika aja kok,"

Aku menatap Billa dengan senyum nakal. "Ciee, pdkt lu ya?" godaku.

Billa langsung memukul lenganku. "Pdkt mbah lo!" jawabnya galak, meski rona merah samar terlihat di pipinya.

Aku tertawa kecil, lalu duduk di bangkuku. Tak lama kemudian, Miss Rina memasuki kelas dan pelajaran dimulai.

HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang