di Rumah Sakit

14 2 0
                                        

"Dokter! Bagaimana teman saya?" tanya Ashka.
"Lukanya cukup parah. Dia masih belum sadar. Kita masih harus menunggu diagnosanya.  Jadi tetaplah berdo'a. Jangan lupa untuk segera mengurus administrasinya." ucap dokter itu.
"Baiklah" dokter itu meninggalkan Ashka.

Ashka lalu mengurus segala administrasi milik Alrai. Dia mengatasnamakan sebagai wali3 Alrai. Ia menandatangani semua dan akan membayar semua biaya rumah sakit Alrai.
"Tuan Ashka. Saudari Alrai akan ditangani oleh Dr. Priyanti. Jadi jika anda ingin menanyakan sesuatu langsung saja menemui Dr. Priyanti" ucap petugas administrasi itu. Ashka merasa tidak asing dengan nama itu.
"Baiklah"1o

Dia akhirnya menuju tempat duduk dekat UGD.

Ashka bingung. Ashka cemas. Dia terus memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu? Dia telah membuat celaka. Apakah pantas dia dihukum? Ia sangat khawatir dengan Alrai. Seperti mau runtuh rasanya.

Tiba-tiba seorang suster menemuinya.

"Apakah anda walinya Alrai?"
"Betul"
"Anda diminta Dr. Priyanti untuk menemuinya" ucap suster itu dan suster itu pergi.

Dengan badan yang lemah ia menuju ruang Dr. Priyanti.

Segera diketuknya pintu ruang tersebut.

"Masuk" ucap Dr. Priyanti.
"Benar anda walinya Alrai?"
"Iya benar dok"
"Silahkan duduk.Baiklah. Saya sudah mendapat catatan diagnosa keadaan saudari Alrai" dokter itu memberikan scan bagian tubuh Alrai.
"Lalu apa maksudnya ini dok"
Dokter itu menjelaskan bahwa Alrai mengalami luka pendarahan pada pelipis Alrai dan patah tulang pada kaki kanannya.
Ashka sangat shock. Mengapa harus kaki Alrai.
"Baiklah. Jadi saudari Alrai memang pernah mengalami patah tulang sebelumnya. Saya telah mendapat laporan datanya dahulu. Jadi dia harus dioperasi lagi dan...."
"Dan apa dok...?"
"Dan pemulihannya yaitu perlu waktu mungkin 1 setengah tahun hingga 2 tahun atau bisa juga lebih dari itu."
"Baiklah dok, terima kasih." ucapnya lalu pergi dari ruang Dr. Priyanti.
Ia sangat menyesal. Ternyata benar, dia tidak pura-pura dengan rasa sakitnya pada waktu itu. Bahkan hanya menganggap itu sebuah lelucon belaka.

Dengan wajah yang masih menunduk dia menuju kursi tunggu dekat ruang rawat Alrai. Ya benar. Alrai sudah dipindahkan dari ruang UGD menuju ruang rawat. Sekarang Alrai masih belum sadar.

Ashka masih mengerutuki dirinya yang begitu bodoh telah meninggalkan Alrai di halte. Andai saja dia ada di sana dan bersamanya, andai saja dia tak meninggalkannya, andai saja...

Hanya rasa cemas yang sekarang ini dirasakan oleh Ashka.

Dia baru ingat, ya Keila. Sebaiknya ia menghubunginya. Oh tidak, jangan.Nanti seluruh yang ada di rumah sakit bakal hancur. Bagaimana dengan Saka, waduh dia bakal di-shoot sama bola basket karena dia itu care terlihat sangat perhatian sama Alrai. Ahhh, lebih baik tak menghubungi siapapun. Akan kacau jadinya, nambah pusing doang.
Dia memutuskan untuk tetap di situ sampai Alrai sadar.

***

Tiba-tiba Ashka terkejut dengan suara tangisan seperti tangisan dari ibu-ibu yang berjalan ke arahnya dengan seorang pria dan anak perempuannya. Dia hanya menengok dan kembali menenggelamkan wajahnya ke kedua tangannya.

Setelah itu ia tidak peduli pada ibu-ibu itu.

"Yah.... anak kita bagaimana...?? Gita.. kamu berdo'a terus ya buat kakakmu" sambil menangis ia terus berkata seperti itu.

Seorang suster datang dan ibu-ibu itu menghampiri suster itu.

"Maaf suster, saya orangtuanya Alrai. Bagaimana keadaannya?" tanya Ayah Alrai.
"Sebentar, saya tanyakan dokter yang menanganinya"
Suster itu berlalu meninggalkan mereka.

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang