Berbeda

22 0 0
                                    


Halo gaes...
Gimana nih ceritanya

Makasih ya, masih selalu stay dan pantengin ceritanya

Selamat membaca...


"Kak Ashka, ayo masuk kak"
"Duluan aja nanti nyusul"
"Ihhh, Kak Ashka selalu begitu" sambil merengek-rengek menggayun-ayunkan tangan Ashka.

"Dek"
Tiba tiba Ayah Alrai datang.
"Ayah,"
"Biarin Kak Ashka disitu" Gita mengernyitkan dahinya.
"Kamu masuk dulu aja, Dek. Ayah mau ngomong sesuatu ke Kak Ashka. Jagain Bundamu, hibur dia."
Gita mengangguk dan segera masuk.

"Ashka,"
"Iya, Om."

***

"Mau pesen apa Ka?"
"Nggak perlu repot-repot Om. Saya tadi sudah makan sama Gita"
"Ya udah"

"Jadi begini Ashka, mengenai wali Alrai"
"Iya, Om"
"Om berterima kasih, kamu sudah mau jadi walinya Alrai. Om ngerasa sudah merepotkan kamu, Om ganti uang kamu nanti"
"Jangan begitu Om, saya sudah rela dan ikhlas Om. Lebih baik Om, fokus ke kesehatan Alrai sama Bundanya Alrai"
Ayah Alrai tiba-tiba menyemburatkan senyuman tipis, yang entah itu berarti apa.
Namun, bisa ditebak bahwa itu sebuah senyuman berarti baik.

"Lalu, apa yang membuat kamu benar-benar ingin menjadi walinya? Apakah ada sesuatu Ashka? Ceritakan,"
"Tidak ada apa-apa Om, saya ingin membalas kebaikan Alrai kepada saya"
"Hanya itu?"

Wussss

Rasanya pertanyaan itu membuat Ashka diam membisu, dia mulai merasakan suatu penyesalan yang teramat dalam.

Dia bingung harus berkata apa kepada Ayah Alrai. Namun tak bisa dipungkiri kejadian itu membuatnya merasa terpukul dan khawatir.

"Iya Om, tapi biar saya yang urus buat administrasinya. Saya mohon Om, kali ini saya benar-benar ingin membalas kebaikan Alrai kepada saya"
"Baik Ashka, Om tidak akan memaksa. Tapi biarkan Om berterima kasih kepada kamu"
Ashka hanya menunjukkan senyum kelegaan. Sekarang ini hanya dia dan hatinya yang bisa merahasiakan apa yang dia lakukan.

Ayah Alrai mulai menyeruput pesanan dan segera membayar menuju kasir.

Mereka segera beranjak kembali ke rumah sakit.

***

"Alrai, Bunda yakin. Kamu pasti akan sadar. Bunda tahu, kamu pasti mendengar Bunda"
Sambil memegang tangan Alrai yang lemas dan berharap mata Alrai membuka. Tetesan air mata mengalir membasahi tangan Alrai. Menatap Alrai yang sekarang ini, berbaring tanpa tanda kesadaran dengan selang oksigen, infus dan luka-luka yang terlihat menyakitkan bagi Alrai.

Bunda Alrai begitu yakin, bahwa Alrai pasti akan kembali sadar. Dia pasti tahu betapa Bundanya sangat khawatir dan merindukannya. Alrai pasti sedang berjuang keras, dia pasti tahu bahwa semua orang sangat merindukannya dan khawatir kepadanya.

"Bunda... Gita gantiin ya, Bunda istirahat saja"
"Enggak Dek, Bunda mau disini menemani kakakmu"
"Bunda jangan begitu, nanti kalo Kak Alrai, bangun terus liat bunda dengan mata yang sembab, bukankah itu membuat Kak Alrai jadi sedih?" Ucap Gita halus , sembari mengusap punggung Bundanya.

Bunda Alrai dengan pelan meletakkan tangan Alrai yang lemas itu dan beranjak berdiri menuju sofa. Diantarnya oleh Gita dengan tangan Gita menopang tubuh Bundanya.

Bergantian, kini Gita menemani kakaknya.

Dia menengok sedikit ke belakang dan Bunda sudah mulai terlelap. Kini dia sendiri yang masih membuka mata menunggu sebuah cahaya datang, dimana kakaknya kembali dan membuka mata.

***

Ayah Alrai dan Ashka telah sampai di rumah sakit. Ayah Alrai juga membawa beberapa makanan yang nantinya bisa dimakan Bunda Alrai, ataupun Gita selama di ruang perawatan Alrai.

"Ashka, kamu nggak pulang?"
"Saya disini saja Om, saya ingin menunggu Alrai  sampai sadar"
"Kamu, kan bisa telpon Om atau Bundanya. Bukankah kamu sudah pernah menelpon kami?"
"Tapi Om.." ucap Ashka terpotong.
"Sudahlah, kamu sudah terlalu baik kepada Alrai, waktunya kamu istirahat. Kamu kan sudah banyak mengurus keperluan Alrai selama di rumah sakit"
"Baiklah Om, tapi biarkan saya menengok Alrai dulu"
Dengan anggukan dari Ayah Alrai, Ashka pun diijinkan. Ayah Alrai tidak ikut masuk karena pulang dulu mengambil barang-barang Alrai yang diperlukannya. Makanan yang dibawa ayah Alrai pun dititipkan Ashka untuk dibawa masuk ke dalam.

Setelah meletakkan makanan di meja. Dilihatnya Gita yang sudah terlelap di samping Alrai, digendongnya Gita di sofa yang bisa untuk tidur lebih nyaman. Ternyata Bunda Alrai juga sudah tertidur di sofa sebelahnya. Untung saja Ashka adalah anak orang yang berada,jadi dia bisa menempatkan  Alrai di kamar rawat yang sangat bagus dan nyaman. Ya, walaupun orang tua Alrai juga bisa melakukan hal yang serupa.

Ashka duduk di sebelah Alrai dengan menatapi Alrai yang dengan keadaan seperti itu, hingga membuat dirinya tidak sanggup untuk menyentuh Alrai. Namun, ia sangat heran sekali dengan dirinya. Mengapa ia begitu terpukul ketika itu, serta rasa bersalahnya sangat terasa dalam dirinya.

Ada apa sama gue? Kok kayak gini amat. Rasanya gue bersalah... banget. Jujur setiap gue ngebuat lo lebih sengsara lagi, kenapa juga gue selalu ngerasa nggak tega? Anak sok sebenarnya di diri elo emangnya ada apa? Ini rasanya berbeda. batin Ashka masih bertanya-tanya. Ashka sudah mencoba berbagai cara untuk menghilangkan perasaan yang entah apa itu namanya. Baginya ia sangat risih dengan perasaan itu. Dia sudah mencoba berbagai pembulian, kejahatan, sampai adanya tragedi yang teramat fatal dialami Alrai. Ashka juga belum tahu kapan perasaan itu ada dan apa yang membuat Ashka begitu peduli kepada Alrai.

Tangan Ashka sembari memegang tangan Alrai yang masih saja lemas namun hangat. Didapatinya lengan baju Ashka bercak merah,  ya benar darah Alrai sewaktu kecelakaan Alrai.  Mengingatnya saja membuat Ashka tidak tega. 

Tiba-tiba Ashka berpikir. Kenapa bisa ia tertabrak mobil. Jikalau ia sudah mendapat angkutan atau bis,  seharusnya ada disana juga. Wah ini tidak beres. Ashka memikirkan pencuri tas itu,  memangnya ada apa dengan pencuri tas itu. Ada benda apa dalam tas Alrai sampai-sampai menjadikan sasaran. Ketika Alrai sudah bangun ia berencana menanyai Alrai. Eh tapi kenapa juga harus meminta izin dulu.  Lebih baik ia cek dulu ada apa dalam tas Alrai.

Segera ia mengambil tas Alrai yang ada di meja. Dia mengamati barang-barang yang ada dalam tas Alrai. 
"Astaga!" ucapnya Ashka dan langsung ia membelalakkan mata dengan benda yang ia lihat.
"Benda apa ini.  Kenapa chipnya ada lampunya?"

Tiba-tiba

Tok tok tok

Pintu diketuk tiga kali. Sesegera mungkin Ashka mengambil chip itu dan meletakkan tas itu kembali.

"Ya,  silhkan masuk."
Tiba-tiba ada seorang pria yang masuk dengan memakai jas. Sepertinya orang kantor.  Entah siapa dia,  Ashka pun tidak tahu.  Dibelakangnya diikuti Dr. Priyanti.

" Loh dokter ada apa?"tanya Ashka kepada dokter.
" Begini,  emm kamu walinya?"
Tanya pria itu.
"Ya,  benar tapi om ini ada perlu apa ya?" tanya Ashka yang masih bingung dengan keberadaan kedua orang itu.
"Kita bisa bicara di luar?"
"Memang apa salahnya kita bicara di sini om?"
"Tidak sopan kita bicara di sini.  Lebih kita keluar saja"
Akhirnya Ashka menurut dan ikut keluar.




Terima kasih sudah mau baca cerita amatiranku.  Sebenarnya ya ini efek tidak ada pekerjaan dan saya ingin menyibukkan diri.  Ini saya buqt waktu bulan puasa.  Jadi ya pas libur sekolah.  Jadi ya...  Begitu deh...

Terim kasih banget pokoknya buat para readers...
Dan jangan lupa untuk vomennya.....

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang