BAB 11

1.4K 144 0
                                    

Fulvia termenung. Ia sudah tahu ia akan sedih setelah semua ini berakhir tetapi ia tidak pernah menyangka ia akan sesedih ini.

Fulvia merindukan saat-saat Irving datang menjemputnya. Fulvia ingin sekali kembali ke masa-masa itu. Waktu kebersamaan mereka tidaklah panjang dan tidaklah dipenuhi perbincangan tetapi itu sudah cukup membuat Fulvia gembira.

Kadang Fulvia menyesal mengapa dulu ia tidak banyak bertanya pada Irving mengenai dirinya. Andai saja ia mengetahui lebih banyak tentang pria itu, Fulvia mungkin dapat menggunakannya sebagai alasan untuk menemuinya.

Kadang Fulvia berpikir untuk meminta Trevor dan Richie menemaninya mencari Irving. Mereka adalah teman.

Dan seorang teman tidak perlu mencari alasan untuk bertemu. Tetapi Fulvia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan keinginannya pada kedua kakak sepupunya itu.

Di sisi lain, Fulvia yakin Davies tidak akan membiarkannya mencari Irving. Sikap Davies setiap kali Irving datang sudah menjelaskan ketidaksukaannya pada Irving.

Countess Kylie tentu tidak keberatan dengan keinginannya dan Count Clarck pasti tidak akan melarangnya. Count Clarck hanya akan memperingatinya untuk hati-hati.

Sekarang kedatangan Trevor dan Richie terasa bagaikan angin lalu. Fulvia sudah tidak terlalu berminat untuk menghadapi kedua sepupunya itu. Ia tidak terlalu mempunyai semangat untuk mengikuti ajakan mereka.

Hati dan pikiran Fulvia tercurah sepenuhnya pada kenangan-kenangan singkat bersama Irving. Minatnya terarah pada keinginan untuk bertemu Irving. Fulvia merasa ia benar-benar telah jatuh cinta pada Irving.

Fulvia mengharapkan pertemuan dengan Irving lagi tetapi itu tidak mungkin. Irving sekarang mungkin telah berada dalam pelukan wanita yang konon telah menundukkannya itu.

Irving sekarang mungkin sedang bersama wanita itu menikmati waktu-waktu kebersamaan mereka. Fulvia iri pada wanita itu. Ia berharap ialah wanita yang beruntung itu. Fulvia mendesah panjang.

Ini hanyalah mimpi. Irving tidak mungkin jatuh cinta pada seorang gadis ingusan sepertinya. Fulvia mendesah lagi.

"Ada apa, Fulvia?" tanya Richie cemas. "Kulihat kau terus mendesah hari ini."

"Tidak ada apa-apa," Fulvia mengelak kemudian ia segera mengalihkan perhatian mereka, "Ke mana kita akan pergi hari ini?"

"Bagaimana kalau kita kekota?" Richie mengusulkan.

"Tidak. Kita tidak akan ke mana-mana," Trevor tidak sependapat.

"Apa maksudmu?" Richie tidak dapat menerima pendapat Trevor.

"Fulvia sudah lama tidak berdiam diri di rumah. Fulvia pasti sudah merindukan masa-masa tenang di dalam tempat ini," Trevor menjelaskan dengan sengit. "Ia pasti ingin berkumpul dengan keluarganya."

"Apa kau ingin berkata aku ingin menculik Fulvia?"

Fulvia mendesah. Inilah kakak-kakak sepupunya. Desahan itu terdengar oleh kedua sepupu itu dan spontan mereka menatap Fulvia lekat-lekat. Tatapan mereka membuat Fulvia terkejut.

"Bagaimana kalau kita ke gunung?" Fulvia mengusulkan.

"Gunung?" keduanya bertanya heran.

"Kalian tahu, aku merasa seperti berada di puncak dunia ketika berdiri di atas tebing tinggi," Fulvia menjelaskan dengan penuh semangat, "Dari sana aku bisa melihat rumah-rumah kecil penduduk yang dikeliingi pegunungan tinggi. Aku bisa melihat hamparan hijau pepohonan. Aku juga bisa melihat laut di kejauhan."

"Tidak!" Trevor dan Richie berseru serempak.

Fulvia terkejut.

"Gunung adalah tempat yang sangat berbahaya," kata Trevor tegas.

Orang Ketiga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang