BAB 6

1.4K 128 0
                                    

Kereta kuda bergerak perlahan memasuki pekarangan Greenwalls. Greenwalls, rumah yang terkenal oleh pekarangan hijaunya yang membatasi bangunan utama dengan rumah-rumah yang lain itu sudah berubah.

Di sisi kanan kiri tampak tanaman-tanaman yang kering tak terawat. Bunga-bunga liar menampakkan diri di antara rerumputan yang telah meninggi. Bentuk-bentuk indah semak-semak di antara kedua sisi jalan utama sudah tertutup oleh liarnya pertumbuhan semak-semak itu. Disanasini terlihat retakan tanah yang mengering.

Suasana hijau yang dulu pernah menghiasi pekarangan Greenwalls sudah tidak ada lagi. Patung-patung yang meramaikan pekarangan Greenwalls juga tampak kotor tak terawat. Tanaman telah tumbuh hingga melilit mereka. Di kejauhan tampak lumut hijau telah turut memberi warna baru pada patung-patung itu.

Air mancur yang dulu terus mengalir di salah satu sisi tempat itu juga tampak kering dan kusam. Warnanya yang cerah kini tampak hijau oleh lumut.

Keadaan tidak jauh berbeda dengan gedung utama Greenwalls. Gedung megah yang dulu bersinar indah dengan warnanya yang putih cerah itu tampak begitu kusam. Di sanasini masih terlihat jelas bekas kebakaran hebat yang dulu melahap tempat ini.

Jendela-jendela yang terbakar masih meninggalkan bekas kebakaran hebat itu. Dari jendela yang terbengkalai itu terlihat dinding gelap bagian dalam Greenwalls, dinding yang terbakar setahun lalu. Tempat ini telah terbengkalai semenjak setahun yang lalu. Hanya pintu masuk yang telah dibenahi dan jendela di sekitar pintu itu yang menunjukkan tempat ini masih dihuni.

"Sudah lewat setahun lebih dan tempat ini masih belum juga dibenahi," komentar Irving.

"Bagaimana Anda tahu?" pertanyaan itu terlempar begitu saja dari mulut Fulvia dan sesaat kemudian Fulvia menyadari kebodohannya.

Kebakaran hebat yang melanda Greenwalls setahun lalu ramai dibicarakan orang. Hampir setiap hari ia mendengar orang-orang membicarakan kebakaran yang melanda rumah pedagang kaya itu. Sangat tidak mungkin Irving tidak mengetahuinya.

"Mereka mengalami kerugian besar akibat kebakaran itu," Fulvia menjelaskan, "Dan Lewis tidak mau menerima bantuan siapa pun." Irving tidak menanggapi.

Kereta berhenti di depan pintu Greenwalls. Irving turun dan kemudian mengulurkan tangannya. Fulvia menerima uluran tangan itu dan membiarkan pria itu membantunya turun dari kereta.

Pintu terbuka dan seorang pelayan muncul dengan cemas. "Anda sudah pulang, Tuan?"

Fulvia kebingungan. Pelayan itu terkejut melihat Fulvialah yang muncul bukan majikannya.

"Syukurlah Anda datang, Tuan Puteri," pelayan itu berkata penuh kelegaan, "Nyonya terus mengurung dirinya di kamar sejak pagi ini. Ia juga menolak untuk makan."

Fulvia terperanjat. "Apa yang terjadi?"

"Mereka bertengkar lagi pagi ini kemudian Tuan Lewis pergi hingga sekarang. Saya kurang jelas tentang ini, tetapi sepertinya pertengkaran ini lebih parah dari yang sebelum- sebelumnya."

"Aku akan melihat keadaan Audrey," Fulvia langsung berlari menuju kamar Audrey. Pintu kamar Audrey terkunci rapat-rapat. Tidak sebuah suara pun terdengar dari dalam.

"Audrey! Audrey!" Fulvia menggedor pintu, "Buka pintu, Audrey." Tidak ada jawaban dari dalam.

"Audrey!" Fulvia berseru panik, "Apa yang terjadi padamu? Kau baik-baik saja?" Tetap tidak terdengar apa pun dari dalam.

"Audrey!"

"Minggir," sebuah tangan memegang pundak Fulvia dan sesaat kemudian pintu kamar Audrey didobrak dengan paksa.

Fulvia terperanjat Ia benar-benar melupakan keberadaan Irving. Audrey yang berbaring telungkup di ranjang terkejut.

"Audrey!" Fulvia langsung berlari ke sisi wanita itu. "Kau tidak apa-apa?"

Orang Ketiga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang