Prolog

41 8 3
                                    

Pukul 06.30 Pagi

Aku mulai memasuki ruang kantor yang berada di gedung wisma cukup terkenal di kota ku. Tepatnya lantai Sembilan. Aku menggunakan ojek online untuk menuju kantor. Di ruang utama, kulihat beberapa Office Boy sedang menata ruangan. Beberapa dari mereka pun menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman.

Aku berjalan lambat menuju mejaku. Terlihat mejaku penuh dengan tumpukan kertas yang telah ternbodai oleh cat pena-pena. Tadi malam aku tidak bisa tidur karena mengerjakan banyak tugas. Bos liburan dan tugasnya diserahkan kepadaku. Sisa malam aku gunakan untuk menonton drama Korea. Aku pun membuka buku Agenda yang tertinggal di mejaku. Hari ini aku bisa pulang cepat walau besok aku mengurus kepergian tiket ke Lombok. Mungkin bisa jadi nanti malam aku akan mengurus kepergianku ke Lombok.

Aku juga melihat beberapa foto yang kupajang di pembatas meja antara aku dan karyawan lainnya. Ada foto Ayah, Ibu dan Kesya. Semua lengkap. Tetapi ini hanyalah pajangan saja. Jarang ku pandang foto mereka. Sesibuk inikah aku?

Seandainya Ayah tahu aku sekarang kerja disuatu tempat yang bisa dibanggakan, mungkin ini adalah hal yang terindah.

"Abel!".

Aku menoleh. Mencari sumber suara itu. Ternyata Talita, teman se kantorku. Aku benar-benar mengenali suara itu, suara dari si pemilik rambut panjang bewarna coklat muda. Sebut saja seperti itu.

"Nanti sore temani aku ke toko buku dekat stasiun tua ya. Aku pingin membeli buku disana. Buku itu benar-benar penting," ajak Talita. Toko buku dekat Stasiun Tua cukup terkenal. Bahkan sejak dari dulu ku mengenal toko buku itu benar-benar paling top.

"Sepenting itukah?" jawabku. Sebenarnya itu kode aku tidak ingin ikut.

"Benar-benar penting layaknya tugas," balasnya.

Aku mengangguk. Kalau seperti itu aku sulit menolak.

Tetapi ada beberapa hal yang sebenarnya ku berat kesana.

Tentang masa lalu yang sebenarnya tidak harus dilupakan.

*Bersambung. Mohon dukungannya

Loba Lo LobuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang