Jaera POV
Kuketuk pintu ruangan guru menyebalkan itu dan masuk ketika mendengar suaranya dari dalam. Kulihat dia duduk dengan angkuh di mejanya seraya menatap layar ponselnya.
“duduk!”, kuturuti lagi apa maunya. Lelah. Yah, karena itulah aku menurut, aku lelah. Mungkin jika fisikku sedang baik, lebih baik tak datang ke sini jika pada akhirnya hanya akan mendengar ceramah singkat darinya.
“karena kau tidur saat jam pelajaranku, kuanggap kau mengerti materi yang kubawa selama mengajar. Sekarang, aku akan mengujimu, sampai mana wawasanmu sebenarnya...”,
“jadi...?”, tanyaku bosan. Dia terlalu bertele-tele. Kulihat dia menggeletukkan giginya menahan amarah dan itu membuat sudut bibirku tertarik ke atas. Menyenangkan juga bisa membuatnya marah, seperti halnya Kim saem. Mainanku bertambah satu.
“kerjakan 50 soal itu dalam waktu satu jam”,
Kutarik lebih dekat kertas yang disodorkannya tersebut kemudian meliriknya sekilas. Dia menantangku. “jika aku bisa mengerjakannya?”, ucapku balas menantang. Aku sangat malas mengerjakan sesuatu yang membosankan tanpa ada imbalan.
“jika kau berhasil...?”, alisnya terangkat sebelah seperti berpikir.
“ah... Akan kuberikan ciuman gratis untukmu”,
“cih! Kalau begitu aku tak mau mengerjakannya...”, ujarku kesal. Ia tertawa lepas karena melihat wajah kesalku.
“baik-baik, kau boleh meminta apapun dariku”, kuletakkan telunjukku di dagu menimbang ucapannya. Itu lumayan juga.
“baik, jika aku berhasil. Kau harus menuruti semua ucapanku selama 2 minggu! Tanpa protes darimu. Bagaimana, Cho saem?”,
“deal. Lalu, jika kau tak berhasil? Apa yang kudapatkan?”,
“emmm... Sebaliknya, aku akan menuruti semua perkataanmu”,
“kurasa itu seimbang. Dengan satu aturan, satu soal saja kau salah, maka akulah yang menang”,
“itu tak akan terjadi”, ucapku percaya diri.
<one hour later>
“waktumu habis, nona!”, suara menyebalkan itu terdengar padahal tersisa satu soal lagi aku akan kerjakan. Sehingga dengan terpaksa aku menjawabnya asal. Oh tuhanku, semoga jawabanku yang terakhir benar. Aku tak ingin jadi budaknya.
Kulihat dia memeriksa kerjaanku dengan serius. Wajahnya terlihat datar dengan tangan sesekali mencoret kertas kerjaanku. Aku menunggunya dengan rasa cemas. Jika saja masih ada waktu 5 menit untukku menyelesaikan soal terakhir itu, aku tak akan secemas ini. Tak lama kemudian, dia mengangkat kepalanya menatapku. Pandangannya masih datar, sebelum detik selanjutnya senyum miring terhias di wajahnya. Tidak! Ini bencana.
“kau nyaris mendapat nilai sempurna dariku, tetapi perarutannya satu saja salah maka kau kalah, nona Shin”,
Kiamatku telah datang! Ibu! Tolong aku!
**
“sayang, apa yang kau lakukan pagi-pagi begini?”, aku menoleh pada ibu, lebih tepatnya bibiku tetapi aku lebih suka memanggilnya ibu.
“membuat bekal...”, ucapku polos seraya tersenyum tiga jari. Ibuku mengkerutkan keningnya heran. Yah, ini memang tidak pernah terjadi padaku. Aku paling malas bangun pagi dan sekarang aku bangun lebih dulu dari bibi pembantu.
“kau bisa bilang pada omma jika ingin bawa bekal ke sekolah. Omma akan buatkan...”,
“tidak apa-apa, omma. Aku bisa sendiri, lagipula omma atau pun para bibi masih lelah. Jadi aku buat sendiri...”,
“kau ini ada-ada saja. Ya sudah, jika butuh bantuan bilang saja”,
“siap!”,
Sebenarnya aku melakukan ini semua juga karena satu alasan. Kekalahanku. Sialan, pria itu benar-benar mengubahku menjadi budaknya. Aku ingat semua perkataan yang menyebalkan itu keluar dari mulut berbisanya itu.
“karena kau kalah, kau harus menuruti semua perkataanku. Mulai besok kau harus membawakanku bekal makan siang dan makanan itu harus kau yang membuatnya. Dan jangan pernah masukkan sayuran pada makanan tersebut! Jika ada awas saja! Kemudian... Ah, kau harus selalu tunduk padaku, bersikap manis selayaknya kucing manis, dan tak lagi tidur dalam pelajaranku. Setiap makan siang, kau harus menemaniku karena jika sampai kau meracuniku, aku bisa membunuhmu lebih dulu agar kita berdua impas. Oke, nona manis?”,
Karena itulah pagi ini aku harus rela bangun pagi saat matahari belum muncul sehingga kantukku belum hilang sedari tadi. Mungkin nanti aku akan lanjutkan tidurku di kelas. Yah, tapi bukan saat pelajaran iblis matematika itu. Pelajaran lain. Aku sudah kapok harus menerima hukuman lebih dari ini. Hukuman ini adalah yang terburuk dan terberat untuk kulakukan.
“omma, aku pergi dulu...”, setelah sarapan aku segera berangkat ke sekolah menggunakan bus. Sampai di sana, sekolah masih kosong. Bagus, setidaknya masih ada waktu tidur selama beberapa menit.
“oh dewa mimpi, datanglah dengan cepat...”, gumamku lemah saat sampai di kursiku. Kututupi kepalaku menggunakan hoodie jaket yang kukenakan agar lebih nyaman lagi untuk tidur.
**
Kyuhyun POV
Sejak kemarin, bibirku tak pernah bisa berhenti tersenyum. Setelah berhasil memberikannya hukuman simple namun dibencinya, bibir ini tak pernah turun sedikitpun sehingga ibu dan ayah menatapku aneh. Dan ketika ditanya aku hanya menjawabnya ‘tidak ada apa-apa’.
Aku hanya membayangkan bagaimana saat aku bertemu dengan gadis itu. Apakah dia menuruti perkataanku atau justru kembali membantah? Tapi, kita akan lihat nanti.
Ketika sampai di sekolahan, aku menatap sekeliling dengan pandangan bingung. Apakah ada hal yang aneh dengan penampilanku, para siswa memandangku dengan aneh.
“yaa... Cho saem semakin tampan jika tersenyum seperti itu...”,
“benar. Oh tuhan, kalau saja Cho saem kekasihku, aku akan sangat bersyukur terhadap karunianya”,
Sontak saja, bibirku yang tanpa kusadari sedari tadi membentuk sebuah senyum luntur mendengar ucapan siswa itu. Tidak seharusnya aku tersenyum, image dinginku akan hilang jika aku tersenyum. Ini semua gara-gara bocah sialan itu. Ngomong-ngomong, apa yang dilakukannya saat pagi seperti ini? Apakah kulihat saja? Eh. Tidak-tidak, memangnya untuk apa melihat bocah ingusan itu? Tak ada gunanya. Kulangkahkan kakinya kembali dan kali ini memasang wajah dinginku.
<at 3-B class>
Apakah sebenarnya kerjaannya itu hanya tidur? Setiap hari aku selalu melihatnya tertidur di kelas. Yah, karena tak bisa menahan rasa penasaranku terhadap gadis itu, aku mengambil jalan yang melewati kelasnya. Dia tertidur seperti biasa dengan kepala yang ia tutupi dengan hoodie.
Bunyi bel masuk terdengar, kulirik kembali gadis itu. Tapi, tak ada pergerakan sedikitpun untuknya bangun dan mengikuti pelajaran dengan baik. Ckckck... Bocah itu.
Kulangkahkan kakiku pergi dari kelas itu menuju ruanganku. Penasaran apakah dia akan tetap tidur saat pelajaranku nanti. Berbicara bocah itu, aku teringat dengan pertaruhan kami. Dia lumayan pintar karena bisa menjawab 50 soal itu dengan tepat. Tetapi, kenapa dia pemalas seperti itu?
**
Author POV
Chaeyoung menepuk pundak Jaera yang masih berada di alam tidurnya. Gadis itu menggerang kesal karena diganggu dan segera mengangkat wajahnya. “ada apa?!”, bentaknya kesal.
“ini waktu jam pelajaran Cho saem, kau tidak ingin kena hukuman lagi, kan?”, Jaera mendesah ketika mengetahui kiamatnya akan datang sebentar lagi. Ditegakkan tubuhnya dengan malas seraya melepas jaket yang membungkusnya sedari tadi.
Kelas masih terlihat berantakkan karena pergantian guru. Namun, tak berapa lama kemudian semuanya masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi masing-masing. Sepertinya iblis itu sudah berada diperjalanan menuju kelas mereka makanya mereka bersikap seperti itu. Dan benar saja, wajah dinginnya menyapa mereka dan tatapannya langsung tertuju pada Jaera yang duduk menyandar dengan tatapan malas. Kyuhyun diam-diam tersenyum miring melihat hal itu.
“kita akan mulai pelajaran dan kuharap nona Jaera manis untuk tidak tidur lagi”, untuk waktu lama suara tetap hening, Kyuhyun menatap Jaera yang memutar bola matanya kesal kemudian berdeham pelan.
“ne, Cho saem~”, Kyuhyun mengigit bibir bawahnya saat mendengar suara lembut itu. Oh tuhan, gadis itu ternyata polos juga karena menuruti perkataannya.
“baiklah...”,
~~
Setelah pelajaran yang memusingkan untuk para siswa itu telah selesai, Kyuhyun melirik Shin Jaera dan menggerakkan matanya bermaksud untuk gadis itu mengikutinya. Dia mengangguk pelan dan mengambil sebuah bekal makan yang ada dalam laci mejanya sehingga lagi-lagi Kyuhyun tak bisa menahan senyumnya. Gadis ini benar-benar menurutinya. Kyuhyun menunggunya di ruangan seraya bermain ponsel. Tak lama kemudian, pintu ruangannya diketuk dan muncul gadis itu.
“ini...”, dia meletakkan kotak bekal tersebut dihadapan Kyuhyun kemudian menjatuhkan tubuhnya di kursi.
“jika rasanya aneh, maaf saja karena aku jarang memasak dan juga memasak dalam keadaan setengah sadar”, Kyuhyun meraihnya pelan dan melihat telur dadar dan kimbab yang dibawa gadis ini. Dengan ragu, dia mulai memakai kimbab terlebih dahulu, mengunyahnya hati-hati dan Jaera yang terlihat tidak peduli walau sebenarnya dia sangat penasaran dengan hasil masakannya sehingga dia hanya melirik Kyuhyun penuh minat.
“bagaimana?”, tanya Jaera penasaran.
“lumayan...”,
“oke, sekarang aku bisa pergi. Kau tak gatal-gatal atau sebagainya bukan? Jadi, kau tak perlu takut aku telah meracunimu”,
“tidak! Kau harus menemaniku makan hingga selesai. Aku sangat tak suka makan sendirian”,
“oh ayolah, Cho saem. Jangan kekanakan”,
“itu memang sudah menjadi kebiasaanku, nona Shin...”, balas Kyuhyun kalem seraya terus makan. Jaera mendengus kesal dan dengan terpaksa tetap diam di sana.
Keadaan hening menyelimuti keduanya, Kyuhyun yang memang sibuk makan dan Jaera sibuk memperhatikan pria ini penuh arti sehingga Kyuhyun harus dibuat salah tingkah. Hei, seorang Cho Kyuhyun tak pernah segugup ini hanya karena diperhatikan sepasang mata karena biasanya juga dia ditatap oleh banyak pasang mata. Tapi, entah mengapa tatapan gadis ini terasa aneh dan membuatnya tak nyaman.
“jika kau menatapku terus seperti itu, kau bisa jatuh cinta padaku, nona Shin”, ujar Kyuhyun mencairkan suasana. Ucapannya tak direspon gadis ini.
“Cho saem, aku hanya bingung... Kenapa murid lain mengatakan bahwa kau tampan? Tapi, menurutku kau biasa-biasa saja”, ucapan polos Jaera membuat amarah Kyuhyun naik ke ubun-ubun. Kenapa..? Sekali saja gadis ini tidak membuat tensi darahnya naik.
“kau hanya belum menyadari pesonaku”, balas Kyuhyun acuh berusaha menelan bulat-bulat amarahnya yang sempat naik.
“oh, tidak. Apakah aku salah? Tapi kau dan kekasihku, masih lebih tampan kekasihku”,
“oh ya... Kau kecil-kecil sudah memiliki kekasih, pasti kekasihmu itu salah minum obat sehingga mau menerimamu yang sangat aneh, nona Shin”,
“aku punya nama, saem. Kenapa kau senang sekali menyebut nona?”,
“karena aku ingin...”, terdengar kembali dengusan kesal dari mulut Jaera bertepatan dengan sumpit yang digunakan Kyuhyun makan diletakkan di atas meja.
“sudah selesai. Oke, aku pergi dulu, Cho saem”, Jaera dengan cepat mengambil kotak bekalnya dan berlalu pergi tanpa memperdulikan Kyuhyun yang memanggilnya. Kyuhyun menggelengkan kepala lelah dengan sikap Jaera yang seenaknya itu.
Sejenak Kyuhyun terdiam seraya meminum air putih. Gadis itu sudah memiliki kekasih. Heol~ dia saja yang sudah berumur 23 tahun belum memiliki kekasih, bocah ingusan itu yang baru berumur 18 tahun telah memilikinya. Miris sekali.
**
Sudah seminggu lebih hukuman Jaera berlaku dan selama itu juga hubungan mereka belum juga akur. Keduanya masih sering bertengkar pada hal sepele dan berita tentang keduanya mengatakan jika justru keduanya terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dalam masalah percintaan. Dan tentunya rumor tersebut langsung dicabik-cabik oleh Jaera yang memberontak kesal harus dirumorkan dengan Kyuhyun. Sebaliknya Kyuhyun, pria itu justru tenang-tenang saja dengan rumor tersebut karena sangat menyenangkan bisa membuat Jaera kesal. Menggemaskan.
Dan sekarang, Kyuhyun sedang sibuk dengan pekerjaan kantor yang ayahnya berikan sebagai pelatihan untuknya. Walau dengan terpaksa melakukannya, Kyuhyun berusaha sebaik mungkin mengerjakannya.
“sayang, antarkan omma ke rumah Ny. Shim”, Kyuhyun mendengak saat melihat ibunya masuk ke dalam kamar. Keningnya mengkerut karena heran. Yang menjadi masalah adalah hari sudah mulai gelap.
“omma, ini sudah malam...”,
“iya, makanya omma memintamu mengantar ke sana”,
“tidak bisakah omma pergi besok saja?”,
“ada hal penting yang harus omma bicarakan dengan mereka. Ini berita yang sangat menyedihkan, sayang. Omma tidak bisa mengatakannya hanya lewat telpon karena Ny. Shim pasti butuh sandaran...”,
“tapi...”,
“Kyuhyun-ah....
Kyuhyun POV
Ketika sampai di sana, ibu kubiarkan berbicara bersama Ny. Shim sedangkan diriku pergi ke kamar Max. Dia tengah bermain game. Tepat sekali.
“tumben malam-malam datang, ada apa?”,
“entah, katanya ada berita sedih yang omma bawa untuk ommamu. Dan pembicaraan itu tak boleh lewat telepon karena ommamu perlu sandaran setelah itu. Sekiranya begitu...”, Max bergumam pelan menanggapiku.
Entah berapa lama aku berada di rumah Max, pokoknya saat sedang asik bermain. Ibu datang dengan wajah memerah. Aku kasihan melihatnya sehingga ketika ia mengatakan ingin pulang, aku segera menurutinya. Ketika melewati ruang keluarga, aku bisa melihat siluet punggung gadis yang waktu itu duduk di sofa dengan bahu bergetar hebat. Mungkin berita yang ibu bawa ada sangkut paut dengannya. Selama diperjalanan, ibu hanya menangis dalam diam sehingga kuyakin bahwa kabar sedih yang ia dapat itu begitu berharga untuknya. Kugenggam tangan tuanya hangat mencoba menguatkannya.
“memang berita buruk apa yang terjadi, omma? Aku sangat penasaran... Sepertinya mereka begitu berharga bagi omma”,
“mereka, tuan Shin dan Ny. Shin adalah teman omma dan appa sewaktu SMA. Kabar yang omma dapat, semalam mereka kecelakaan saat ingin melakukan penerbangan ke Korea untuk menemui putri mereka yang dititipkan di rumah keluarga Shim. Tetapi ajal menjemput mereka malam itu, pesawat yang mereka tumpangi mati mesin dan jatuh di laut”,
Kasihan putri tuan dan Ny. Shim... Pasti dia sangat tertekan kehilangan kedua orang tuanya sekaligus. Jika aku menjadi dirinya, mungkin sudah hancur dunia ini.
“kalau begitu omma jangan hanya menangis, kita juga harus mendoakan agar mereka bahagia di sana dan tenang”,
“kau benar, sayang. Maafkan omma... Kita pergi ke gereja dulu sebelum pulang ya”,
~~
Hari ini begitu aneh karena tidak menemukan Jaera dimana pun. Dimana gadis pemberontak itu? Seperti hari ini dia tidak sekolah karena surat yang diajukan dari keluarganya. Kyuhyun mendesah pelan. Mainannya tidak ada, ini akan menjadi hari yang membosankan tanpa ada persetuanku dengannya. Tak ada yang membawakanku bekal makan. Tumben sekali gadis itu tidak sekolah, apa dia jatuh sakit? Atau ada keperluan pribadi? Entahlah, dia tidak begitu peduli juga.
Keesokan harinya, Jaera kembali masuk sekolah. Tapi, ada yang aneh darinya. Wajahnya terlihat lelah dan tersirat kesedihan yang mendalam, belum lagi kantung mata menghiasi bawah matanya. Dan dia kembali pada aktivitas dulunya, tidak memperhatikan pelajaranku. Walau dia tidak tidur seperti biasanya, gadis itu hanya menatap kosong ke jendela kelas. Ada apa dengannya??
“Shin Jaera...”, panggilanku yang terdengar santai membuatnya menoleh masih dengan pandangan kosong. Kenapa aku tidak suka dia berubah menjadi pendiam seperti ini? Akan kulakukan cara agar ia membuka suaranya itu.
“ini terakhir kalinya kau tak memperhatikan pelajaranku. Aku tak bisa mentolelir kelakuanmu kali ini. Keluar dari kelasku dan pergi ke tiang bendera”, perintahku serius. Aku sudah siap menerima pemberontakkannya, tetapi tindakannya membuatku terperangah. Dia berdiri dan berjalan selayaknya zombie keluar kelas.
“sebenarnya apa yang telah terjadi padanya...?”, gumamku heran.
“Cho saem...”, aku menatap gadis yang biasa bermain dengan Jaera. Gadis ini terlihat menatapku melas. Apa lagi ini?
“saem, jangan hukum Jaera. Kumohon, saat ini dia sedang berduka dengan meninggalnya kedua orang tuanya. Dia tidak fokus karena seharusnya dia memang harus istirahat dulu. Tetapi, dia memaksa tetap sekolah padahal otaknya masih lemah karena harus menerima kenyataan kehilangan omma dan appanya”,
DEG
Gadis bodoh! Tanpa berkata apapun aku segera keluar kelas dan berlari menuju lapangan sekolah. Dari kejauhan, kulihat Jaera berdiri seperti patung dihadapan tiang bendera sebelum tubuhnya mulai oleng dan jatuh pingsan.
“tuhanku!”, pekikku kaget dan segera lari mendekatinya. Kuraih tubuh lemah ini dalam pangkuanku.
“Jaera! Shin Jaera!! Aish...!”, Kyuhyun tanpa ragu mengangkat tubuh gadis ini untuk dibawa ke ruang kesehatan. Aku tidak pernah sepanik ini karena melihat seorang gadis pingsan. Mungkin juga karena merasa bersalah karena menghukum Jaera di saat gadis ini berduka.
“kau benar-benar bodoh...”, gumamku di tengah pikiran yang kalut. Saat ini aku sudah berada di UKS dan membiarkan penjaga ruangan ini memeriksa Jaera.
“dia sangat tertekan dan butuh banyak istirahat. Saat ini pikirannya tidak boleh untuk diajak kerja sama untuk memikirkan hal yang berat, Cho saem”,
“begitukah? Kalau begitu nanti jika ia telah sadar aku akan mengantarnya pulang”,
Sebenarnya aku tak ingin meninggalkannya di UKS, tetapi karena ingat dengan kelas yang kutinggalkan. Dengan terpaksa aku harus menyelesaikan pelajaranku.
**
Author POV
Kelopak mata itu terbuka perlahan ketika merasakan usapan lembut pada kepalanya. Dilihat di sisi ranjang yang ia tempati, tepat seorang pria yang sangat dikenalnya duduk di sampingnya. Shim Changmin, sepupu Jaera ini menatap gadis yang terbaring lemah ini khawatir.
“sudah oppa katakan untuk istirahat di rumah beberapa hari ke depan. Dasar keras kepala..”, Jaera hanya tersenyum lemah lalu berusaha untuk duduk walau kepalanya terasa pening.
“kita pulang, eoh? Oppa tak ingin kau pingsan lagi...”, Jaera mengangguk lemah dan Changmin segera tersenyum melihat adiknya ini tak membantahnya. Dengan lembut, ia membantu Jaera turun dari tempat tidur. Ia juga memakaikan Jaera sebuah jaket dan memakaikan hoodienya.
“naiklah... Oppa akan menggendongmu”, Jaera melihat Changmin sudah berjongkok dihadapannya siap menggendong.
“oppa…__”,
“jangan membantah!”,
Huft~ Jaera menghembuskan nafas lelah karena tak akan bisa membatah kakaknya ini, dikalungkan lengannya pada leher jenjang ini sebelum tubuhnya terangkat dalam gendongan Changmin. Dalam hati Jaera merasa beruntung masih memiliki Changmin juga paman dan bibinya. Ia sangat menyayangi mereka dan tak rela harus kehilangan mereka juga.
Tok tok tok
Jaera melirik dari balik hoodie, Changmin ternyata berada di depan kelasnya. Sepertinya ingin mengambil tas.
“oh, Kyu??”,
“Max?!”,
Apa oppa kenal dengan Cho saem? Ah, apa peduliku, batin Jaera. Kepalanya semakin pening saat berpikir sehingga ia hanya bisa menjatuhkan kepalanya pada pundak Changmin. Dan akhirnya Jaera tertidur.
“apa yang kau lakukan?”, tanya Max heran. Kyuhyun melirik gadis yang digendong temannya ini sekikas sebelum menatap Max.
“menjadi guru dadakan. Ada yang meminta bantuanku untuk menggantikannya menjadi guru matematika selama 3 bulan. Dan... Sekaranglah...”, jelas singkat Kyuhyun.
“kau sendiri?”, tanya Kyuhyun yang penasaran dengan gadis yang dibawa temannya ini. Mirip sekali dengan Jaera.
“ah, aku ingin mengambil tas Shin Jaera. Dia harus pulang denganku, jadi tak apa bukan aku membawanya pulang, Cho saem?”, Kyuhyun semakin penasaran dengan hubungan Max dan Jaera. Apa jangan-jangan Max adalah kekasih Jaera?
“oh, ya. Silakan...”,
“oke, terima kasih, Cho saem. Aku pergi dulu. Bayiku sudah tertidur saat ini... Bye”,
Max meninggalkan Kyuhyun yang masih dilanda penasarannya. Entah mengapa dia begitu tertarik dengan hubungan Max dan Jaera.
“maafkan aku, Shin Jaera...”, gumamnya dalam hati. Dia masih merasa bersalah karena menghukum Jaera tadi hingga pingsan. Oh ayolah... Siapa yang tidak panik jika melihat gadis itu pingsan di saat keadaannya sedang down.
**
Untuk beberapa hari ke depan, Jaera tak masuk sehingga Kyuhyun merasa penyemangat hidupnya hilang seketika. Oh ada apa dengannya ini? Seperti saat ini, matanya berkeliaran memperhatikan para muridnya yang sedang mengerjakan ulangan harian mendadak. Pandangannya berhenti pada bangku yang biasa Jaera tempati. Tempat itu kosong, sama seperti hatinya saat ini. Biasanya dia memiliki teman untuk berdebat, tetapi selama gadis itu tak ada dirinya menjadi kesepian karena anak murid lain takut dengan kedisiplinan yang diinginkannya selama mengajar.
“Cho saem...”, Kyuhyun terjingkat kaget dengan panggilan salah satu muridnya yang sudah dihadapannya saat ini.
“emm... Jaera menelponku dan dia ingin berbicara dengan anda saat ini...”, Kyuhyun menatap ponsel yang disodorkan gadis ini dengan ragu.
“kau menggunakan ponsel di saat ulangan”, wajah gadis ini berubah panik ketika suara dingin Kyuhyun menyapanya. Murid-muridnya yang lain juga sudah memperhatikannya.
“t-tidak, saem. Aku.. Aku menggunakannya tepat saat anda baru saja mengatakan akan ulangan harian. Aku memberitahu Jaera karena dia mengatakan padaku jika ada hal sepenting ini, aku harus memberinya kabar. Dan... Aku tidak menggunakan ponsel saat ulangan, dia baru saja menelponku tadi”, jelas gadis ini panjang lebar. Kyuhyun tersenyum kecil melihat kepanikan muridnya ini dan ia tak tahu akibat senyum kecilnya itu berdampak buruk bagi murid perempuannya.
“baiklah, saya percaya padamu. Kembali ke mejamu”, ujar Kyuhyun seraya mengambil ponsel gadis ini. Ia menatap lama ponsel tersebut yang sudah tersambung sedari tadi pada Jaera. Dan ia yakin Jaera mendengar semua percakapannya tadi.
“yeob__”,
“Cho saem!!!!!!”, oh tuhan!, batin Kyuhyun seraya menjauhkan ponsel tersebut dari telinga berharganya.
“kau berteriak padaku?”, ujar Kyuhyun kesal. Matanya tetap fokus memperhatikan murid-muridnya yang berusaha mencari contekan dari segala arah. Dan terkadang Kyuhyun melempar kapur ke arah muridnya tersebut jika mendapati mereka mencontek dan sasarannya selalu tepat walau dia melemparnya dari meja guru.
“Cho saem, kau tega sekali. Aku belum bisa sekolah tapi kau sudah mengadakan ulangan. Aku juga mau ikut ulangan!!!”, Kyuhyun tersenyum mendengar suara ini. Penyemangat harinya. Mengingat akhit-akhir Jaera menjadi pendiam semenjak kedua orang tuanya meninggal. Dan Kyuhyun akui dia merindukan kecerewatan gadis ini.
“aish, berisik”,
“Cho saem, aku ingin ikut ulangan”,
“kau bisa ikut susulan jika sudah masuk sekolah”,
“tidak mau!!!”, Kyuhyun merutuki Jaera yang terus saja berteriak di telinganya. Kalau gadis itu ada dihadapannya saat ini, mungkin dia akan segera menyumpal mulut gadis itu menggunakan kaus kakinya.
“kubilang jangan berteriak!”,
“kalau begitu aku akan datang sekarang. Izinkan aku masuk...”,
“tidak!! Sudah kukatakan kau akan ikut susulan saja, kenapa kau begitu keras kepala, Shin Jaera?”,
“aish menyebalkan. Setidaknya aku tak ingin ketinggalan. Kalau begitu aku akan datang ke rumahmu, aku rela agar bisa ikut ulangan hari ini. Ulangan private. Bagaimana?”, Kyuhyun menyunggingkan senyum smirknya mendengar permintaan gadis ini.
“baiklah, akan kukirim alamatnya. Datang tepat waktu sama saat jam pulang sekolah, kau mengerti?”,
“baik! Terima kasih, Cho saem... Tut tuttut”,
Kyuhyun menggelengkan kepalanya seraya memandang ponsel dalam genggamannya ini. Gadis itu bahkan menutup panggilan lebih dulu. Dasar tidak sopan! Ia catat nomor ponsel gadis cerewet itu dan segera mengembailkan ponsel muridnya ini.
“nona Kim... Terima kasih...”,
**
Jaera POV
Kutatap gedung apartemen dihadapanku dengan pandangan takjub. Oh benarkah ini tempat tinggal guru menyebalkan itu. Ternyata dia kaya juga. Ketika sampai di depan pintu apartemennya, kutekan tombol belnya namun tak ada respon sama sekali. Apakah ia belum pulang? Tapi, dia bilang aku harus datang tepat waktu sama saat pulang sekolah. Hhh.. Oke, demi ulangan aku harus bersabar menunggunya. Beberapa detik, menit dan jam terlewati. Aku menunggu Cho saem seperti orang bodoh. Bahkan kakiku mulai pegal karena terlalu lama berdiri. Aish, kemana guru menyebalkan itu? Apa dia mengerjaiku?
Aku tidak tahu berapa lama menunggunya di depan pintu apartemen seperti orang idiot. Bagaimana tidak, tadi ada beberapa orang yang melintas melihat keadaanku yang berantak karena berjongkok di samping pintu apartemen milik Cho saem seraya menguap bosan. Mereka pasti menyangka aku gelandangan yang salah alamat. Sialan.
Ting!
Suara dentingan lift membuatku kesekian kalinya menoleh untuk memastikan apakah Cho saem sudah pulang atau belum. Dan... Tara~~ lihat dia! Dengan gaya angkuh melangkah santai mendekatiku yang sudah diambang kesadaran karena mengantuk. Dengan kesal aku berdiri dan bersiap mengeluarkan amarahku.
“CHO Shmmmpppppp!!!!”, mataku membulat ketika mulutku dibungkamnya dengan cepat. Matanya menatapku tajam seakan mengancamku.
“kau menyebalkan! Tak tahukah bahwa aku sudah hampir mati bosan menunggumu, Chosaem! Bahkan beberapa orang menatapku iba yang menyangka aku seorang gelandangan”, Cho saem hanya terkikik geli mendengar ocehanku sedangkan tangannya sibuk menekan angka-angka di depan pintunya sebelum akhirnya pintu tersebut terbuka.
“masuklah... Kau pasti lapar, bukan?”,
Mataku seketika berbinar ketika mendengar kata ‘lapar’, itu tandanya ia akan menraktirku makanan. Aku segera masuk ke dalam dengan semangat, namun langkahku terhenti karena kembali takjub dengan isi apartemennya. Pantas jika isinya semewah ini, dari luar saja apartement ini terlihat besar dan mewah. Dan kuyakin harga sewanya pasti mahal.
“kenapa berhenti? Masuklah, akan kusiapkan makanan dan minuman sebelum mulai ulangan privatemu”, kata Chosaem seraya mendahuluiku.
“Cho saem, kau hanya sendiri di sini?”, tanyaku dengan mata yang menjelajahi apartemennya. Kudengar dehemannya menjawab pertanyaanku. Heol~ mana mungkin, pasti sesekali kekasihnya__ ups! Aku lupa, diakan tidak punya kekasih. Alias jomblo. Wkwkwk. XD
“lalu orang tua Cho saem?”, tanyaku lagi saat ia baru meletakkan gelas untuk minumku di atas meja sedangkan diriku sudah duduk di sofa dengan santai.
“tentu saja di rumah. Aku hanya sesekali datang ke sini, jika ingin ketenangan aku akan datang ke sini. Tapi, terlalu sering pulang ke rumah”, aku beroh ria dengan jawaban yang diberikannya. Ia mulai duduk di sampingku dan membuka tas punggungnya, mungkin mengambil kertas ulangan yang akan kukerjakan.
“kau ingin makan apa? Ramen?”, aku menggeleng kemudian menunjuk sederetan toples berisi kue-kue kering.
“itu saja cukup”,
“terserah”, dasar. Cuek sekali. Kasihan sekali gadis yang nanti akan menjadi kekasihnya.
“lalu teman? Memang Cho saem tak memiliki teman? Biasanya kalau pria sering mengajak teman prianya menginap”,
“tidak! Aku membeli apartemen ini untuk istirahat semata, bukannya bermain dengan teman”,
“lalu...”,
“ini... Kerjakan dalam waktu 90 menit”, potong Cho saem saat aku baru saja ingin melontarkan pertanyaanku. Dengan wajah berbinar-binar aku menerimanya.
“siap, captain!”,
Aku mulai sibuk dengan tugas dihadapanku setelah berpindah tempat menjadi duduk di lantai agar lebih mudah dan nyaman untuk mengerjakan di meja yang lebih tinggi yang ada dihadapanku. Sesekali mencomot cemilan dihadapanku tanpa permisi, yang terpenting aku sudah mengatakannya dan ia tadi mempersilakannya. Lebih enak seperti ini, ulangan santai tanpa harus diganggu pula.
Kyuhyun POV
Mataku terus memperhatikannya yang terlihat teliti menjawab pertanyaan dihadapannya. Tiba-tiba otakku kembali berputar tentang kejadian sewaktu ia pingsan dan pertemuanku dengan Max. Apakah kutanya saja? Nanti kalau dia bertanya macam-macam? Aku harus menjawabnya apa? Tapi, biarlah nanti kupikirkan jawabannya.
“Cho saem, hukumanku masih berlaku ya? Apakah itu juga terhitung saat aku tidak masuk sekolah?”, baru saja ingin kubuka mulutku, ia sudah lebih dulu membuka suara. Kulihat ia masih tetap serius. Tanpa menyentuh cemilanku lagi karena mungkin dia ingin menyelesaikannya dulu.
“ya, hukumannya masih berlaku. Dan tidak terhitung saat kau tidak masuk sekolah”, jawab Kyuhyun.
“ahh.. Oh ya, apakah hukumannya hanya berlaku di sekolah? Aku bisa saja melakukannya saat hari minggu agar cepat menyelesaikan hukumanku lebih cepat”,
“itu boleh-boleh saja, tapi jika aku yang memanggilmu. Mengerti?”,
“baiklah...”, desahnya pasrah.
Niatku untuk bertanya pun pudar dan kuputuskan untuk bertanya saat ia telah selesai mengerjakan tugasnya tersebut. Keheningan menyelimuti kami. Jaera yang sibuk dengan ulangannya dan diriku yang sibuk memandangi punggungnya intens. Entah mengapa aku begitu lain jika berhadapan dengan muridku yang satu ini. Ia seperti magnet yang terus menarik perhatianku sejak pelanggaran demi pelanggaran yang selalu dilakukannya padaku. Gadis ini yang selalu berani melawanku, berbeda dengan gadis lainnya yang kecentilan untuk menarik perhatianku atau bahkan ketakutan padaku. Jaera, gadis ini sangat unik dan justru menarik perhatianku untuk semakin membuatnya dekat denganku dengan kecerewetannya dan bantahannya yang biasa dilontarkannya untukku. Seperti hiburan kecil.
“Cho saem... Aku sudah selesai”, kugelengkan kepalaku sadar ketika mendengar suaranya menyapa. Ia terlihat memeriksa kembali jawabannya takut ada kesalahan sedikit saja.
“sudah? Letakkan saja di meja”, ia berpindah duduk di sampingku dengan tangan tanpa ragu mengambil toples berisi makanan ringan. Kugelengkan kepalaku melihat kelakuannya ini.
“Ra...”,
“eum?? Ra??”, tuntutnya padaku.
“ya, namamu Jaera kan. Jadi aku memanggilmu Ra atau Ra~ya saja. Tidak masalah kan?”,
“baiklah. Tidak masalah”,
Kusunggingkan senyum geli ketika ia menghembuskan nafas pasrah dengan panggilan baru untuknya itu.
“ah ya, pria yang menjemputmu waktu pingsan itu... Siapa?”, tanyaku akhirnya setelah dilanda penasaran setengah mati.
“Changmin oppa? Dia itu op…__”,
Kring kring
Ucapannya terputus membuatku kesal. Kulihat ia melihat layar ponselnya dan tersenyum lebar.
“oppa~ang...”, ya tuhan, imut sekali! Siapa yang menelponnya? sehingga ia bisa bertingkah menggemaskan seperti ini. Kulihat ia menegakkan tubuhnya seraya menutup toplescemilan dengan semangat.
“benarkah? Baiklah, aku akan turun dengan cepat. Tunggu aku...”,
“ya, nado saranghae”,
Wajahku berubah keras mendengar kalimat terakhirnya sebelum menyelipkan ponselnya pada saku celana jeansnya. Mengapa rasanya hariku hancur seketika mendengarnya mengatakan hal tersebut?
“Cho saem, aku harus pulang sekarang. Terima kasih telah mengizinkanku ulangan. Aku pergi dulu”, aku hanya menjawabnya dengan deheman pelan dan membiarkannya pergi. Setelah kudengar suara pintu tertutup, aku berteriak keras. Entah mengapa aku kesal karena melihatnya segembira itu? Apakah itu kekasihnya? Max?
“ish! Aku sama sekali tidak peduli!”, ujarku seraya bangkit untuk menuju kamar.
~~
Dan di sinilah diriku! Mengikuti kemanapun bocah itu seperti orang tak berkepentingan lain. Yang membuatku kesal sedari tadi juga, aku tidak bisa melihat wajah pria yang bersama bocah itu tapi yang kuyakin, pria itu bukanlah Max, mengapa? Karena Max memiliki ketinggian yang berlebihan sedangkan pria yang saat ini bersama Jaera bahkan lebih pendek dariku. Oh sial! Kenapa aku jadi ikut campur urusan Jaera maupun Max?
Merasa bodoh dengan tindakanku ini, aku menyerah. Untuk apa aku melakukan ini semua tanpa ada keuntungan kudapatkan? Shit! Sebenarnya siapa yang bodoh sekarang, kuhembuskan nafas pelan seraya duduk sembarang di bangku yang kosong mengingat tempat yang kudatangi -untuk menguntit Jaera adalah sebuah taman.
Namun, aku benar-benar penasaran dengan hubungan Max dan Jaera. Apakah kutanya langsung saja pada Max? Ah, tidak-tidak... Nanti Max justru bertanya macam-macam padaku dan akan menggodaku habis-habisan. Tidak! Lalu apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa penasaran ini? Haruskah...__
“Cho saem?”, sontak kepalaku mendongak mendengar seruan namaku. Sedikit syok melihat Jaera berada dihadapanku bersama pria yang dari tadi digandengnya. Aku berdiri dengan kikuk.
“ah, Jaera-shi... Apa yang kau lakukan di sini?”, tanyaku basa-basi. Lagipula aku tak tahu harus bertanya apa.
“tentu saja jalan-jalan, ah lebih tepatnya aku sedang kencan, Cho saem. Kenalkan ini kekasihku, Lee Donghae. Oppa, ini guru matematika yang menggantikan Kim saem, namanya Cho Kyuhyun”, kuulurkan tanganku saat ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, kusunggingkan senyum tipis berbeda dengannya yang menampilkan senyum lebar. Murah senyum.
“ah, senang bisa bertemu denganmu, Kyuhyun-shi. Jaera-ku tidak sering berulah, bukan?”, baru ingin kujawab ucapanku saat ujung mataku memperhatikan Jaera yang berdiri di belakang kekasihnya itu dan memperingatkanku untuk tak berbicara macam-macam pada pria ini. Cih, ia pikir aku peduli.
“dia memang anak yang manis dan penurut, Donghae-shi... Kau beruntung mendapatkannya”, ucapku dengan mata melirik Jaera yang sedang menghembuskan nafas lega.
“tapi aku tak pernah suka dia tidur saat pelajaranku berlangsung dan itu hampir dilakukannya setiap mata pelajaranku”, tambahku.
Haha... Rasakan! Apa yang dipikirkan kekasihmu kali ini padamu Jaera? Kulihat Donghae menatap Jaera dengan alis naik sedangkan Jaera langsung kelagapan melihat pria itu meliriknya.
“apa benar itu, Sweetie?”, tanyanya lembut. What? Sweetie? Oh tuhan, romantisnya hingga perutku pun terasa terkoyak.
“t-tidak, oppa. Aku tidak tidur setiap hari, tapi terkadang karena aku kelelahan. Aku tak mungkin seperti itu”, sangkalnya. Mulutnya benar-benar pintar dalam berucap, mendebatku saja dia pintar apalagi merayu kekasihnya ini. Ckt! Dasar bocah!
“oppa hanya takut kau tidak siap, kau sudah kelas 3 SMA. Dan beberapa minggu lagi kau akan ujian akhir, jadi kau harus fokus pada pelajaranmu, jangan bermain-main”,
“benar apa yang Donghae-shi katakan, kau harus lebih rajin bangun saat pelajaran. Bukannya tidur...”, sambungku berusaha memprovokasinya. Hahaha... Ia hanya bisa membalasku dengan delikan kesal.
“ah, maaf Kyuhyun-shi jika Jaera sering buat masalah pada kelasmu. Tapi, dia tak akan melakukannya lagi”,
“iya, Donghae-shi”, diam-diam kujulurkan lidahku pada Jaera ketika Donghae ini membelakangiku untuk menatap Jaera.
Akhirnya puas dengan mainan ini, aku berpamit untuk pulang. Lagipula aku sudah melihat wajah kekasihnya yang ternyata bukan Max. Lalu waktu itu Max menjemput Jaera dan mengklaim Jaera dengan sayang memiliki hubungan apa? Eish, sebaiknya aku tanya langsung padanya nanti.
<esok hari>
Aku melewati setiap muridku dengan senyum tipis dikala mereka menyapaku. Saat sampai di ruang guru, aku bisa melihat Jaera berdiri di depan pintu ruang guru. Apa yang dilakukannya di sana?
“apa yang kau lakukan di sini?”, dia melirikku sinis.
“memangnya hanya guru yang boleh di sini?”, katanya dingin. Ingin kubalas ucapan tidak sopannya itu, tapi Park saem menyela lebih dulu.
“ah, Cho saem. Selamat pagi...”, aku hanya tersenyum menanggapinya.
“Jaera-ya, ini tugas yang harus kalian buat”,
“terima kasih, saem. Kalau begitu aku pergi ke kelas dulu”, Jaera menunduk hormat pada Park saem, ingat! Hanya pada Park saem, tidak denganku kemudian berlalu begitu saja setelah melempar tatapan marah padaku. Shit! Bocah kurang ajar itu!
“oh ya Cho saem, apakah kau sibuk hari ini?”, kupusatkan pandanganku pada Park saem yang menatapku dengan senyum ramah.
“tidak begitu, Park saem. Hari ini aku hanya akan mengajar di kelas XII-B”,
“begitu ya? Kalau begitu bisakah saya minta bantuan anda?”, kuanggukkan kepalaku setuju kemudian ia mengutarakan apa yang ingin kubantu yang sontak membuat senyum smirk andalanku terkembang di wajahku.
“aku tidak bisa masuk di kelas XII-B, kebetulan pelajaranku dua jam setelah pelajaranmu bukan? Jadi setelah pelajaran dari Lim saem di kelas itu, anda masuk hanya untuk menjaga mereka. Kudengar kau merupakan guru yang menyukai kedisiplinan. Dan kuharap mereka benar-benar melakukan tugas yang kuberikan”,
“dengan senang hati, Park saem”,
**
Jaera POV
Aku masuk ke dalam kelas yang hancur isi muridnya kemudian berdiri di depan kelas. Memukul meja dengan keras menggunakan kedua tanganku sehingga perhatian mereka langsung tertuju padaku. Aku membentuk tanda ‘V’ dengan kedua tanganku dengan senyum centil ketika mereka sudah takut menatapku hanya diam dengan wajah datar.
“woo! Kau membuat kami penasaran saja”, aku terkekeh kemudian menyuruh teman-teman duduk untuk mendengarkan ucapanku.
“aku memiliki berita yang menyenangkan untuk 3 jam pelajaran Park saem nanti, ia harus menghadiri acara duka di Busan jadi hanya memberikan tugas untuk kita. Dan kulihat, ini sangat banyak”, teman-teman mengeluh capek mendegarnya sehingga aku ikut terbawa suasana.
“sebanyak apa?”,
“sekitar 40 nomor essay”,
“ya tuhan! Apakah ini kiamat kita? 40 nomor essay terlebih pasti jawabannya lebih panjang dari ular anaconda”,
“kau benar, tapi besok Park saem akan menagihnya. Jika kalian tak mengerjakannya dengan tanda kutip ‘sama sekali tidak’, aku yang akan dimarahi. Makanya kerjakanlah walau hanya 5 nomor”,
“baiklah, Jaera”,
“terima kasih teman-temanku!”,
“tapi, apakah tidak ada guru yang mengawasi kita?”, tanya Chayoung. Aku tersenyum miring.
“nothing, guys. Free..”,
“itu baru surga!”,
<4 hours later>
“saatnya bebas, guys. Tapi, ingat kalian harus kerjakan walau hanya satu-dua nomor”,
“iya, Jaera. Kami mengerti”,
Ah, sepertinya enak jika tidur siang dulu sebelum berperang dengan tugas dari Park saem. Oke, dream world, i’m coming! Aku bersiap untuk mencari posisi tidur, tak peduli dengan suasana berisik yang timbul dari teman-teman (sudah biasa), aku siap untuk melayang ke dunia mimpi. Tetapi, tiba-tiba saja seluruh murid berjalan cepat ke tempat masing-masing. Ada apa dengan mereka?
“guys, kenapa kal…__”,
“halo kembali, anak-anak”, mulutku terbuka melihat siapa yang memasuki kelasku. Untuk apa dia datang ke sini lagi? Sepertinya pelajarannya sudah selesai dua jam lalu.
“ini jam dari Park saem, bukan? Nah kebetulan Park saem berkehalangan untuk masuk dan ia memberikan tugas padaku untuk mengawasi kalian”,
Sontak semua teman sekelasku menatapku tak percaya, aku pun tak percaya dengan berita yang dibawa guru sinting itu. Kuangkat bahuku tak menahu mengenai hal tersebut karena Park saem tidak mengatakan apapun padaku pagi tadi.
“Jae, kau tidak bilang jika Cho saem yang mengawasi kita semua”, bisik Chayoung seraya tetap mengawasi Chosaem yang sibuk menarik kursi guru ke tengah agar bisa leluasa mengawasi kami.
“aku juga tidak meyangka, Young-ah. Park saem tak bilang apapun padaku”, balasku berbisik.
“Cho saem, aku tidak tahu jika anda yang menggantikan Park saem untuk mengawasi kami”, ujarku masih tak terima dengan keadaan ini. Seharusnya aku sudah berselancar di dunia mimpiku, tetapi kalau dia yang menjaga kami, aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menutup mata sedetik saja.
“oh, kau saja yang tidak tahu. Setelah kau pergi dari ruang guru pagi ini, Park saem meminta bantuanku. Apakah salah jika saya yang mengawasi kalian?”,
“tidak... Hanya merasa tidak adil”, kulihat Cho saem mengkerutkan kening bingung dengan ucapanku. Bodohnya aku berbicara seperti itu karena tujuan ucapanku itu adalah aku tak bisa melakukan hal semauku.
“maksudmu?”,
“tidak jadi, aku salah bicara”, jawabku asal.
“ah, aku tahu maksudmu, nona manis. Kau tidak bisa melanjutkan tidur siangmu, bukan?”, aku tak menjawabnya hanya mengkerutkan bibir kesal dengan tebakan mautnya yang 100% benar.
“sudahlah, sebaiknya kalian kerjakan soal yang diberikan Park saem, jika tidak mengerti bisa saling berdiskusi atau tanya saja padaku”, aku berdecih remeh padanya tanpa ia ketahui.
“memang Cho saem bisa membantu dalam pelajaran IPA, anda kan guru matematika”, sindirku.
“hei, SWEETIE. Kau salah sangka, aku tidak hanya ahli dalam matematika, tapi semua pelajaran”, aku mendelik ke arahnya. Bisa-bisanya dia membuatku muak dengan panggilan kesayangan yang dibuat Donghae oppa. Sial! Aku benar-benar mual jika dia yang memanggilku seperti itu, berbeda dengan Donghae oppa yang bisa membuatku berbunga-bunga.
“my name is Shin Jaera, not SWEETIE, sir”,
“yes, i know. But, what’s problem?”,
“sure, karena itu membuatku geli”,
Ia tertawa setelahnya kemudian menyuruh kami untuk fokus. Hhh... Goodbye dream world. Aku tak akan bisa mencuri waktu untuk tidur jika setan itu yang mengawasi kami.
TBCJangan lupa votement!

KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Love
RomanceMungkin terdengar biasa jika seorang murid mengidolakan gurunya, tapi akan terdengar aneh jika ada seorang guru mencintai muridnya. Seperti pada cerita-cerita yang sering terlihat di sinetron namun terjadi pada kehidupan Jaera dan Kyuhyun. Jaera ya...