Matahari terlalu cepat terbit. Baru saja Taeyeon menutup matanya. Kini gadis itu sudah harus bangun dan memulai aktivitas seperti biasa. Kedua bola matanya berputar menyusuri ruangan yang tidak begitu luas ini. Ruangan yang ditempatinya sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, dua tahun lalu.
Bukan miliknya, Taeyeon tidak memiliki apa-apa kecuali raga dan nyawanya. Menyesakkan memang, saat harus menerima hidupnya yang sebatang kara dan hanya bergantung pada sahabat juga pekerjaannya.
Bahkan Taeyeon sendiri tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Tiffany.
Tapi lihatlah, ruangan yang berharga ini. Sangat berantakan. Taeyeon menyesalkan perbuatannya semalam. Seharusnya dia tidak merusak tempat ini hanya karena sebuah kenangan yang—tidak sengaja, membuatnya terombang-ambing.
"Tae, kamu di dalem?"
Suara itu, Taeyeon sangat mengenalnya. Suara yang entah mengapa bisa sangat ia rindukan.
Tapi Taeyeon yakin betul, suara laki-laki di luar sana bukan seseorang yang kini dirindukannya. Hanya suaranya yang menyerupai. Oh, tentu. Lagi pula bagaimana mungkin keduanya akan bersama lagi.
"Tae, kamu gapapa kan?" Tanya orang itu.
Taeyeon mulai berjalan ke arah pintu dan membukanya. Mendapati sosok pria yang sudah hampir satu tahun ia kenal. Satu-satunya pria yang menjadi teman hidupnya. Benar, hanya teman.
"Aku gapapa, kenapa?"
"Kamu gak kerja? Tiffany bilang kamu lagi galau."
Dari nada bicaranya, si orang itu terlihat cemas.
"Aku gapapa, Baekhyun. Lagian percaya aja sama si Tiffany."
Pria yang dipanggil Baekhyun itu mulai memperhatikan wajah Taeyeon. Rambut, dahi, mata, hidung, bibir, sampai kakinya pun tak luput dari indera penglihatannya itu.
Taeyeon jadi dibuat risih karena Baekhyun yang terus memperhatikan bagian-bagian tubuhnya.
"Terus kenapa gak kerja?" Baekhyun yang semula berada di ambang pintu, berhasil membuka jalan agar dirinya bisa masuk. Beberapa langkah, namun kini kembali tercenung, "...ini apaan, dih, masa kamar cewek berantakan gini?" Cerocos Baekhyun sambil melihat ke dalam.
"T-tadi aku lagi nyari baju, tau!? Kamu aja tiba-tiba dateng, maen nyelonong aja lagi, dih." Taeyeon beralasan.
"Nyari baju?"
"Hm, i-iya. Udah sana kamu pergi! Nanti malah telat."
Tidak menggubris ucapan Taeyeon, Baekhyun malah kembali meneliti setiap penampilan gadis itu. Tatapannya yang sulit ditebak, tapi Taeyeon tahu kalau Baekhyun sedang mencibir dalam benaknya, "Kamu kelihatan baru bangun tidur. Gak mandi, ya?"
Hell.
Baekhyun, Byun Baekhyun. Laki-laki pemilik kulit putih dengan ekspresi yang sulit ditebak. Bukan karena dia pandai menyembunyikan perasaannya—seperti Taeyeon—tapi karena ekspresinya yang mudah sekali berubah-ubah, selalu hiperbola jika sudah mengomel.
Selintas, Baekhyun memang terlihat paling cerewet, tapi kebenarannya, pria itu justru jauh lebih pendiam. Manusia yang sesekali menjelma menjadi si paling menyebalkan. Tapi tetap saja, dia satu-satunya pria yang menjadi teman hidup Taeyeon, dan Taeyeon pun merasa beruntung bisa mengenalnya.
Sehingga pagi ini mungkin akan menjadi puncak menjengkelkannya seorang Byun Baekhyun. Apalagi saat dengan julidnya, dia berucap, "Seriusan gak mandi?" yang pada akhirnya membuat Taeyeon hanya tertunduk malu.
"Banyakin bersyukur, Tae. Beruntung loh, kumelnya ketutup cantik." Baekhyun mengacak pelan rambut Taeyeon dengan wajah tengilnya, kemudian mengimbuhkan, "Cepet siap-siap! Aku tunggu di luar ya."
Baekhyun berjalan ke luar, dan Taeyeon hanya bisa memandang, bengong.
Lagi-lagi, dia bikin seseorang menunggu.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter ✔ | BaekYeon
FanfictionKim Taeyeon diberi sebuah harapan melalui surat yang dikirimkan oleh orang di masa lalunya. Meskipun logikanya menolak keras, tapi Taeyeon tak menampik jika dirinya sangat bahagia. Benar kata orang, cinta memang bikin buta. Taeyeon bahkan tidak pedu...