Suasana kafe kali ini cukup sepi. Padahal biasanya kafe ini sangat ramai jika sudah sore seperti sekarang. Mungkin karena sedang turun hujan. Pasti kebanyakan orang akan lebih memilih bergumul dibawah selimut tebal mereka dibanding berjalan menembus hujan untuk keluar.
Harusnya aku juga seperti orang orang. Namun, Felix mengajakku untuk menemaninya minum coklat panas di cafe depan sekolah setelah insiden pengenalan tadi. Dia tidak memaksaku. Tapi menarikku. Menyebalkan namum menyenangkan!
Katanya sih sebagai ucapan terima kasihnya karena sudah menolongnya kemarin.
"Thanks buat kemarin." datar dan dingin.
Aku mengangguk. Dalam kondisi apapun mukanya tetap datar. Kapan dia bisa tersenyum? Apa dia sedang tarik benang pada wajah? Huh!
Setelah itu tidak ada lagi percakapan. Hening. Hanya dentingan gelas oleh bartender yang sedang membersihkan gelas.
Aku menundukkan kepalaku, menggenggam cangkir coklat panas. Berusaha memberikan kehangatan untuk diri sendiri.
Berulang kali aku mengatupkan bibir tipis ku. Mataku hanya terfokus pada cangkir yang berisikan coklat panas di hadapanku ini. Mataku memang tertuju kesana tapi fikiranku kini sedang tegap menghadap Felix.
Sudah hampir setengah jam aku terjebak dalam lingkaran canggung dengan Felix. Ini pertama kalinya aku bisa duduk bersama Felix dengan jarak sedekat ini. Huh. Jantungku berdegup kencang. Aku berusaha menetralisir dengan menaruh tangan kanan ku ke dada kiri ku.
Semoga tidak terlalu terdengar oleh Felix.
"Eh gua duluan. Ada urusan. Semua biar gua yang bayar. Bye!" ucap Felix datar.
Aku hanya mengangguk dan memberikan senyuman tipis.
Decitan kursi menggema. Ia mengambil jaket kulitnya yang tersampir di bahu kursi. Kemudian ia pergi meninggalkan cafe. Meninggalkan aku sendiri disini.
Setidaknya ia tidak tau kondisi jantungku yang selalu berdetak cepat ketika bersamanya. Setidaknya untuk sekarang,
***