Duk.. Duk.. Duk..
Felix mendrible bola coklatnya dengan lincah menuju ring lawan. Tidak memperdulikan butiran keringat yang mulai membanjiri kening dan seluruh tubuhnya. Bahkan jersey nya kini juga sudah basah.
Ia melangkahkan kakinya lebar saat mendekati hole key dan dengan sekali hentakkan, bola itu meluncur dengan indah melewati bundaran ring dengan rumbai yang sudah lusuh.
Felix menyunggingkan senyum kepuasan.
Sebuah tepukan tangan menyambut dirinya yang tengah berjalan menuju kursi yang berada di pinggir lapangan. Aspasia dengan senyum manisnya menunggunya dengan sebotol minuman isotonik dingin yang membuat siapa saja ingin meneguknya sekarang juga, mengingat cuaca yang lumayan panas sore ini.
Ia menyerahkan sebuah handuk kecil dan minuman isotonik, "Good job, Felix!"
Felix selalu bersemangat untuk urusan basket, meskipun dalam kondisi individu seperti sekarang.
Sebuah ide jahil terlintas di pikiran Aspasia, ia menutup hidungnya dengan kedua jarinya dan memberi isyarat pada Felix untuk menjauh, "Lo bau, ih! Sana jauh-jauh!"
Bukannya marah, Felix justru dengan sengaja mendekatkan tubuhnya dengan Aspasia. Membalas ledekannya. Ia tahu Aspasia hanya bercanda, "Bohong banget sih, mbak! Bilang aja kalo lo pengen deket deket sama gue tapi lo malu, ya kan? Gue tau emang banyak yang pengen dekt deket sama gue."
Aspasia mengangkat kedua alisnya. Tawanya pecah setelah mendengar penuturan Felix, ia benar-benar tidak habis pikir mengapa Felix menjadi sangat percaya diri sekarang, "Hahaha. Ya ampun Felix, seriously lo pede banget, sih!" melihat Aspasia yang tertawa lepas membuat Felix ikut menarik kedua sudut bibirnya. Membenarkan Aspasia soal dirinya yang terlalu percaya diri, atau menyuarakan isi hati yang mengatakan kalau Aspasia terlihat berlipat-lipat lebih cantik saat tertawa seperti ini.
Ini sudah kali kedua Felix meminta Aspasia untuk menemaninya bermain basket, salah satu rutinitas mingguannya.
Awalnya Aspasia sempat berfikir untuk menolak ajakan Felix, karena disana begitu banyak kenangan antara mereka. Tapi, sekarang semua beda. Ia bukan Zefanya, ia.. Aspasia. Kenyataan itu cukup menohok hatinya, dengan mengedepankan kepentingan Felix, ia pun setuju untuk menemani Felix bermain basket. Ya, bermain basket. Bukan untuk mengenang sebuah kenangan yang entah bagaimana kabarnya sekarang.
Felix menarik pergelangan tangan Aspasia, "Ke depan kompleks yuk, makan siomay Mang Asep, katanya sih disana siomaynya enak banget!" tanpa memperdulikan debaran jantung Aspasia yang mulai tidak normal.
Tatapan Felix yang benar-benar teduh sepertinya memang ampuh menghipnotis Aspasia.
Melihat Aspasia yang mengangguk membuat Felix tersenyum senang, mereka berjalan meninggalkan lapangan basket, yang bagi Felix hanya sebuah sebidang tanah bersemen dengan dua buah ring tinggi di sisi sisinya dan kursi panjang di pinggir lapangan. Sesuatu yang tidak begitu penting, terutama untuk hati Felix. Sekarang.
Aspasia memukul pelan bahu Felix, membuat Felix menoleh kearahnya, "Lo.. Gak mau ganti baju dulu atau apa gitu? Lo bisa ngejamin Mang Asep tetep sadar dan pengunjungnya gak bubar pas kita makan dan menetap disana selama beberapa waktu?" ejeknya dengan muka yang menahan tawa. Ia sangat suka mengganggu Felix.
Felix yang baru menangkap maksud dari perkataan Aspasia pun langsung mengejar Aspasia yang kini sudah berada beberapa meter didepannya. Bahkan ia sempat menjulurkan lidahnya dan menggoyangkan pinggul nya ala bebek, ia benar-benar mencari masalah dengan Felix.
Mereka melakukan aksi kejar-kejaran layaknya film bollywood, diiringi dengan teriakan Felix yang mengatakan kalau Aspasia akan digondol kucing di ujung jalan kalau ia tidak mau berhenti. Membuat warga kompleks yang sedang beraktivitas di depan rumah tersenyum maklum.
Anak muda selalu penuh warna.
Jadilah perjalanan menuju siomay Mang Asep begitu ramai dan hemat.
***