Cloud 6 (b)

28 3 0
                                    

Aspasia berjalan tenang menuju tangga darurat yang akan langsung terhubung dengan rooftop. Ya, tujuannya sekarang adalah menemui Felix.

Ia memang agak lambat keluar kelas 10 menit dari bel berbunyi. Karena ia harus merapikan catatannya di detik detik bel akan berbunyi.

Entah ini perasaannya saja atau memang ada yang mengikutinya. Ia memberhentikan langkahnya secara tiba-tiba kemudian menoleh kebelakang.

Tidak ada orang.

Aspasia mengedikkan bahunya dan lanjut berjalan. Ia tak ingin membuat Felix lebih lama menunggu.

Namun, semakin mendekati tangga, ia justru semakin merasakan kehadiran orang lain. Ia mempercepat langkahnya untuk menaiki anak tangga.

Baru sampai di anak tangga ke 7, tiba-tiba sebuah sapu tangan membekap sebagian wajahnya. Rasa pusing menghinggapi kepalanya. Indra penciumannya sudah di penuhi aroma yang memabukkan. Kini penglihatannya menghitam.

Aspasia ingin memberontak namun efek dari aroma yang memabukkan ini begitu cepat dan melemahkan tenaganya.

Sebelum Aspasia benar-benar kehilangan kesadarannya, ia sempat membisikkan nama Felix.

Berharap Felix datang untuk menolongnya.

"Untuk bertemu dengan Felix tidak semudah itu, sayang. Gue gak akan pernah relo kalo lo deket sama Felix! Meskipun hanya 1 detik. Karena Felix cuma milik gue! Hahaha! Bawa dia ke gudang!" titahnya kepada suruhannya.

"Selamat bermain-main dengan mahluk kecil menjijikkan, Aspasia sayang." Bisik perempuan itu dengan nada yang mengerikan.

***
Sedang di sisi lain, seorang lelaki tengah menunggu kedatangan si perempuan.

Rambutnya mulai tak beraturan karena sapaan deru angin yang cukup kencang, ditambah ia yang menggulung lengan seragam sekolahnya sampai ke siku membuat siapa pun yang melihatnya akan menjatuhkan hati padanya. Ujung bajunya pun sudah tak berada pada posisinya.

Felix terlihat lebih tampan ketika berantakan seperti ini.

Ia berdiri di ujung rooftop. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Matanya terpejam. Bibirnya berulang kali menghembuskan asap putih. Gulungan tembakau dengan tar dan zat beracun yang dilapisi kertas putih berasa mint sudah bertengger manis diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Meskipun berbahaya, tapi benda ini adalah satu-satunya media penghalau kegundahannya. Dan baginya, rokok adalah temannya.

Sudah hampir 1 setengah jam gua disini, tapi itu cewek gak dateng dateng. Kemana sih?!

Felix mematikan putung rokoknya kemudian nyambar tas sekolahnya yang tergeletak di sudut rooftop dan turun meninggalkan sekolah.  Logikanya menyuruhnya untuk langsung pulang kerumah. Tapi, hatinya seperti mengatakan kalau perempuan itu masih berada disini.

Hati dan logika memang suka berbeda pendapat. Namun yang bisa melihat kebenaran adalah hati. Pikiran hanya bisa melihat kebohongan belaka yang dibungkus manisnya ekspetasi. Jadi, percaya pada hatimu.

***

AspasialovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang