3. bukan?

9.8K 1.5K 84
                                    

Siapa sangka kalau ternyata Lisa dan Taeyong tinggal di apartemen yang sama. Kedua kini berjalan bersisihan menuju gedung apartemen. "Lo tinggal di lantai berapa?" Lisa bertanya, bukan berarti dia peduli sih cuma penasaran saja.

"Dua tiga, lo?"

"Empat belas."

Saat pintu lift terbuka, Ten--kakaknya--ada di sana bersana Luna
--kekasihnya--melihat itu Lisa langsung mendengus dan menendang tulang kering Ten dengan kesal. "What is that for real, Lalisa?" Sunggut Ten marah.

"For making me wait you idiot." Balas Lisa gak kalah galak. "Apa lo liat-liat? Dih? Kok ada cupangnya? Anju lu ngapain aja di rumah? IH! I swear to God if you-"

Perkataan Lisa terpotong karena Taeyong sudah menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Lisa, lo berisik." Kemudian dia membawa gadis itu ke dalam lift, masih dengan tangan yang berada di mulut Lisa. "Masa cewek ngomongnya kasar gitu ke kakak sendiri?"

"Bukan urusan lo!" ketus Lisa, masih belum puas memaki dan menyiksa Ten. "Ew, why the f-"

Apa yang membuat Lisa berhenti adalah kala Taeyong mencium bibirnya sekilas. "Kalau lo ngomong kasar lagi, gue bakal cium lo. Even di depan orang banyak."

Lisa bahkan gak tahu harus ngomong apa. Dia terlalu syok bahkan saat Taeyong menuntunnya keluar dari lift. "Bye, Lisa."

"WHAT THE FXXK IS THAT-?" Lisa melempar pintu lift dengan tasnya. Sialan! Lee Taeyong benar-benar kurang ajar!

Tapi, kenapa jantungnya berdetak kencang? Tentu saja karena kaget, memangnya apa lagi?

Sementara Ten hanya menutup mulutnya kaget, tak percaya juga jika Taeyong melakukannya di depan Ten pula. "Woah, that's kind of hot you know, sist."

"Tunggu aja, abis ini lo yang bakal mati kalau gak nutup mulut." Lisa mengancam, "Ambil tas gue, bawain ke rumah dan jangan coba-coba nganterin si Lunatic itu dulu."

Kalau Nyai sudah memberikan titah, Ten bisa apa selain menurut?

* * *

hehehe aku gak tau nulis apa hehe tapi ini sweet bodo ya hehe

-amel

dingin. [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang