"Itu belok ke kanan." Vera memberi aba-aba kepada Vero ketika Vero sudah memasuki jalan arah kerumah Vera. "Itu lurus terus,nanti ada gerbang putih,itu rumah gue." Vera melanjutkannya ketika motor Vero sudah sempurna belok kearah kanan.
Kini motor Vero sudah berhenti persis didepan gerbang putih yang lima menit lalu dimaksud oleh Vera. Motor terhenti dan sang pengendara membuka helmnya. Vero meletakan helmnya dimotor bagian depan.
Setelah motor terhenti,Vera turun dari atas motor Vero. Ia memegang pundak Vero dan turun dengan sempurna, lalu ia melepaskan peganganya terhadap pundak Vero. Vera sedikit merapikan rok-nya dan menyelipkan beberapa helai rambut kebelakang telinganya.
"Makasih ya, Ve-Vero." Vera mengucapkan terimakasih dengan lancar namun sedikit macet ketika ia menyebut nama Vero.
Vero tidak menjawab, ia hanya mengacungkan ibu jarinya yang menandakan kata 'oke' tanpa harus membuka suara.
Vero memakai kembali helmnya dan melajukan motornya sedikit kencang. Setelah sepuluh detik menatap motor Vero yang makin lama semakin menjauh kemudian hilang, Vera berjalan memasuki rumahnya yang gerbangnya sudah sedikit terbuka, cukup untuk dilewati satu badan yang kecilnya se-Vera.
Ketika Vera sudah sampai tepat didepan pintu rumahnya, ia mendapatkan seseorang berperawakan tinggi,berkulit putih,berambut hitam legam,duduk dibangku teras rumahnya. Vera bisa menebak persis siapa orang itu, ia adalah kakaknya Vera yang baru saja pulang dari Yogyakarta.
Daffa Arya Wijaya adalah kakak tunggal dari Vera yang dilahirkan lima tahun lebih dulu daripada Vera. Daffa Arya Wijaya atau yang biasa disapa Daffa, ia sudah sekitar dua tahun menetap di Yogyakarta karena harus menyelesaikan sekolanya. Daffa akan pulang ke Jakarta jika sedang liburan.
"Kak Daffa?" Vera sedikit berteriak ketika Daffa memutar balikan badanya dan berhadapan dengan Vera. Vera langsung memeluk erat-erat kakaknya itu, dan dibalas pelukan hangat oleh Daffa.
"Yaampun dek,kamu tambah tinggi aja." Masih dalam keadaan memeluk Vera, Daffa mengugkapkan apa yang baru saja dilihatnya sembari mengelus pelan rambut Vera.
"Ih kakak,kok gabilang sama aku kalo kakak pulang hari ini?" Vera melepaskan pelukannya lalu menatap lekat wajah kakaknya. "Kok kakak gamasuk?emang Mama gaada dirumah?" Lanjut Vera.
"Gatau aku ketok dari tadi tapi gaada yang jawab,emangnya mba Ijah kemana Ver?" Tanya Daffa sedikit bingung karena rumahnya sekarang ini terlihat sepi.
"Mba Ijah?dia udah meninggal kak,sebulan yang lalu." Jawab Vera.
"Ya Allah,dimakamin dimana dek?" Kemudian Daffa kembali bertanya namun keadaanya sekarang sambil berjalan kearah ruang tengah.
"Dimakamin dideket sini kok kak,soalnya pas mba Ijah meninggal keluarganya gaada yang dateng kak,jadi akhirnya Mama sama Papa mutusin buat dimakamin dideket sini kak." Vera menjawab sambil membuka tasnya dan ditaro diatas sofa ruang tengah lalu berjalan kedapur untuk mengambil minum khusu buat kakaknya.
"Nanti sore mau anterin kakak ke makam mba ijah?" Setelah melontarkan perntayaan tersebut Daffa diam sejenak. "Tapi kamu ada acara gak?" Kemudian ia melanjutkannya lagi.
"Engga kok kak," Vera kembali dari dapur dengan membawa dua gelas orange juice. Kemudian Vera duduk tepat disamping Daffa setelah sempurna meletakan dua gelas yang tadi dibawanya dari dapur.
"Dek?" Daffa kembali bertanya dan dijeda dalam waktu tiga detik. "Sekarang kan libur,kamu kok pakai baju sekolah?" Pertanyaan selanjutnya terlontar dari Daffa namun sedikit menyelidik.
"Aku abis lomba kak." Vera menjawab namun ia tidak menatap sang lawan bicara,ia fokus dengan kaos kaki berwarna pink pastel yang sedang berusaha ia lepaskan dari kaki mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vero & Vera
Teen Fiction- Hal yang paling bahagia adalah ketika saya menjadi seseorang yang bisa membuatmu tertawa lepas tanpa ada beban - Vero Fariz Pratama - aku akan menunggu saat itu dimana kamu dan aku menjadi kita tanpa ada kata dia - Vera Khanza Wijaya