Setelah bel masuk berbunyi, sekitar kurang lebih lima belas menit Vera baru datang dan berusaha memohon kepada Pak Santo yang bertugas sebagai satpam agar dibukakan pagar dan ia dipersilahkan masuk kedalam area sekolah. Lima menit memohon dan berusaha mengambil hati Pak Santo tetapi tetap saja hasilnya nihil dikarenakan tata tertib disekolah Vera sangat ketat.
Vera memutuskan untuk duduk disisi kanan depan pagar sekolahnya karena disitu terdapat sebuah bangku kayu yang sangat tua dan terlihat rapuh, hanya itu satu-satunya tempat yang bisa didudukinya agar rok yang ia kenakan tidak kotor.
Vera mengeluarkan novelnya dari dalam tas dan memutuskan untuk membacanya sampai jam istirahat pertama tiba.
"Pak bukain dong Pak,hari ini saya ada ulangan." Kata seseorang yang suaranya tidak asing bagi Vera. Vera menolehkan kepalanya kearah sumber suara dan benar laki-laki itu adalah Vero.
"Yaelah Pak,kalo ga ada ulangan juga saya gabakal mohon-mohon kayak gini." Lanjut Vero yang memohon agar dibukakan pagar untuknya. Karena terus memohon dan hasilnya tetap zonk, akhirnya Vero memutuskan untuk duduk disamping Vera, karena memang hanya itu satu-satunya tempat yang tersedia.
Merasakan seseorang duduk disampingnya. Vera sama sekali tidak memperdulikan, ia tetap fokus dengan novelnya.
"Sorry" suara khas Vero ketika sedang meminta maaf berhasil ia keluarkan kepada seseorang yang sama sekali belum dekat dengannya.
Vera menengok kepada sang sumber suara. "Lo ngomong sama gue." Vera sedikit memastikan.
"Iyalah, emangnya ada orang lain disini selain kita." Jawab Vero sedikit ketus.
"Oohh." Mulut Vera membentuk hurus O dan sedikit berirama. "Buat apa?" Lanjut Vera.
"Maaf karena gue udah nuduh lo yang engga-engga." Kata Vero sedikit menunduk dan mengulurkan tangan. "Lo mau kan maafin gue." Lanjutnya.
"Maaf ya gue ga gampang maafin orang yang udah nuduh gue sembarangan." Jawab santai namun sedikit tegas.
"Gue sadar gue salah." Kata Vero, lalu diam selama beberapa detik. "Kalo lo gak mau maafin gue, gapapa deh." Lanjutnya.
Vera menengok kearah Vero, Vera merasa bingung dengan tingkah laku manusia yang satu ini, meminta maaf tetapi tidak maafkan. Bukannya berusaha tetapi malah pasrah dengan keadaan.
"Gue bakal usaha deh sampe lo maafin gue." Lanjut Vero kemudian jari telunjuk dan tengahnya membentuk peace.
"Terserah lo." Jawab Vera ketus.
***
Langit sudah gelap tetapi Sazkya belum juga sampai dirumah. Agung bersama istrinya Tiara terus menghubungi teman-teman Sazkya. Vero? Jam 21.19 bukanlah waktu yang pas untuk Vero pulang pukul segitu untuk Vero masih terasa Sore untuk pulang kerumah.
"Hallo nak,kamu dimana?" Kata Agung berbicara lewat telepon yang sudah terhubung dengan kontak Sazkya.
"Ohiyaiya nak,jangan pulang kemaleman,nanti minta jemput aja sama kakak kamu." Suara Agung terdengar kembali ketika sang lawan bicara sudah selesai berbicara.
"Gimana Pah?" Tiara menyelak ketika Agung baru saja menurunkan teleponnya dari telinga.
"Sazkya lagi ngerjain tugas baris terakhir, katanya sebentar lagi pulang." Kata Agung dengan tenang.
Maklum saja di keluarga mereka hanya Sazkya lah anak perempuan satu-satunya jadi tidak heran jika Agung dan Tiara lebih menjaga Sazkya bukan berarti Vero tidak mendapatkan yang setimpal tetapi hanya saja Sazkya mendapatkan agak sedikit lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vero & Vera
Teen Fiction- Hal yang paling bahagia adalah ketika saya menjadi seseorang yang bisa membuatmu tertawa lepas tanpa ada beban - Vero Fariz Pratama - aku akan menunggu saat itu dimana kamu dan aku menjadi kita tanpa ada kata dia - Vera Khanza Wijaya