Vera diantar oleh Vero untuk sampai ke rumah Ridho dengan selamat tanpa hambatan. Lampu merah terakhir sudah terlewati, artinya satu belokan lagi motor Vero akan tiba di rumah Ridho.
Motor Vero berhenti di depan rumah dengan cat berwarna maroon. Vero mematikan mesin motornya. Vera turun dari atas motor dan memberikan helm yang dipakai kepada vero. Vero merapikan rambut Vera yang sedikit berantakan akibat dirinya melepas helm.
"Sayang nanti kalau mau pulang telpon aku ya?" Ucap Vero.
"Iya ganteng." Vera memberikan senyum paling manisnya untuk Vero.
Setelah motor Vera masuk ke area rumah Ridho, motor Vero melaju meninggalkan rumah Ridho.
Vera membuka rumah Ridho. Rumah yang tak asing untuk Vera. Ketika kakinya mulai melangkah masuk, dirinya seolah berada di kenyataan tiga tahun lalu. Vera memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada yang berubah. Mata Vera tertuju pada sebuah foto remaja berseragam putih biru. Vera mendekati bingkai foto itu. Melihatnya dengan seksama, tanpa disadari senyum tipis terukir di bibir Vera.
"Vera?" Kata seorang wanita berumur 40-an.
Vera menoleh. "Bunda." Vera meletakan kembali bingkai foto itu dan berlari kecil menuju Astri.
Vera memeluk erat Astri, begitupun sebaliknya.
"Bunda sengaja pajang foto mu dengan Vero disana." Astri melepaskan pelukannya perlahan. "Semenjak Ridho pindah ke Bandung. Bunda terasa sangat kesepian." Astri merangkul Vera dan mengajaknya ke ruang makan. Astri menarik kursi dan mempersilahkan Vera untuk duduk.
"Bunda sudah masak makanan kesukaan kalian." Astri menyajikan spaghetti carbonara udang dan spaghetti carbonara tanpa keju untuk Ridho. "Kamu inget gak? waktu dulu kalau pulang sekolah pasti Ridho minta Bunda buatkan ini untuk kamu." Astri mendekatkan piringnya ke arah Vera. Vera hanya tersenyum.
Astri menarik kursi dan duduk di samping Vera. "Ridho sedang Bunda suruh ke minimarket depan."
"Bunda, Bunda apa kabar?" Kata Vera mengelus tangan Astri.
"Bunda baik sayang. Mamah dan Papah bagaimana?"
"Mamah sama Papah baik juga Bunda."
Pintu terbuka dan terdengar suara kaki melangkah. Vera menoleh. Itu adalah Ridho. Ridho memberikan pesanan milik Bundanya dan menarik kursi di depan Vera. Astri mengeluarkan apa yang baru saja dibeli oleh Ridho. Astri meletakan dua buah susu kotak dan dua botol minuman teh.
"Bunda seperti muda lagi rasanya. Rasanya seperti kalian masih SMP." Terlihat raut gembira terukir di wajah Astri.
Astri berjalan meninggalkan ruang makan, meninggalkan Ridho dan Vera di sana.
"Maaf ya Ra." Ucap Ridho membuka percakapan. Vera menoleh dan menatap Ridho.
"Maaf kamu jadi harus repot-repot datang kesini dan nemuin Bunda."
Vera tersenyum. "Gue kesini buat Bunda kok."
Ridho hanya membalas dengan anggukan.
***
Astri, Ridho dan Vera sedang sama-sama duduk di ruang tengah. Astri memangku album besar yang isinya adalah foto-foto Ridho kecil. Lembar demi lembar dibuka oleh Astri.
"Bun apaan sih, malu aku." Kata Ridho ketika foto kecilnya saat sedang nangis ada di sana.
"Lho? ini kamu waktu masih lucu lho." Ucap Astri.
Di pojok kanan atas ternyata ada foto Ridho dan Vera.
"Lho ini foto kalian. Waktu dimana ini?" Tanya Astri menatap Vera.
"Hmm..." Vera sedikit berpikir. "Oh, itu waktu aku sama Ridho ikut olimpiade Bun."
Astri menutup albumnya. Meletakan di atas meja dan mengelus rambut Vera.
"Andai kamu bisa terus sama Ridho ya sayang."
Vera hanya membalasnya dengan senyuman.
"Bunda minta maaf ya sayang."
"Bunda apa sih, Bunda gak salah juga, emang udah jalannya aja Bun." Jawab Vera.
"Kalau aja waktu itu Bunda gak harus ke Bandung, pasti gak akan seperti ini."
"Kalau aja waktu itu Ayah gak memilih perempuan itu, semuanya gak akan kayak gini Bun." Lanjut Ridho yang tidak terima karena Astri menyalahkan dirinya sendiri.
Tiga tahun yang lalu adalah tahun yang sangat berat untuk Astri dan Ridho. Teguh yang seharusnya menjadi contoh untuk Ridho dan menjadi laki-laki yang sangat dibanggakan untuk Astri, justru malah menghancurkan ekspetasi itu.
flashback
Tepat tanggal 24 september 2014, Teguh membawa pulang seorang wanita yang usianya hanya terpaut lima tahun lebih muda dari Astri. Teguh mengatakan bahwa dirinya akan segera menikahi perempuan itu karena sangat mencintainya, dan Teguh juga mengatakan bahwa dirinya sudah tidak lagi mencintai Astri. Ridho yang sedang berada di ruang makan langsung membantin piringnya dan menghampiri para orang dewasa itu. Ridho mengelus pundak Astri yang sudah dibanjiri oleh air mata. Ridho menatap ayahnya dengan penuh rasa benci dan menatap perempuan yang sedang duduk menunduk tanpa rasa malu menghancurkan rumah tangga orang lain dengan rasa jijik. Ridho berdiri. Menatap Ayahnya tanpa rasa takut.
"Kenapa rasa cinta Ayah harus hilang untuk Bunda?" Kata Ridho dengan nada yang bergetar.
"Kamu itu anak kecil dan gak paham apa-apa!" Bentak Teguh karena merasa anaknya tidak sopan.
"Kamu." Ridho menunjuk perempuan yang sedang duduk menunduk di samping Teguh. "Kamu juga kan sama seperti Bunda. Sama-sama wanita. Harusnya kamu tahu perasaan sesama wanita." Tiba-tiba tamparan Teguh mendarat di pipi Ridho.
Ridho menatap Teguh. "Terimakasih Ayah, ini akan menjadi kenangan terakhir kita sebagai ikatan Ayah dan Anaknya."
Untuk anak seumur Ridho. Ridho sudah termasuk berani dan kuat menghadapi situasi yang sangat berat untuk dirinya.
"Kalau Mas mau menikah dengan dia. Silakan, tetapi ceraikan Aku." Kata Astri.
"Aku tidak bisa menceraikan kamu Astri karena aku juga masih membutuhkan mu." Kata Teguh.
"Maaf Mas. Aku akan membesarkan Ridho di Bandung dan rumah ini bukanlah milik mu. Jadi, kalau kamu memilih dia, silahkan pergi dari rumah ini dan aku akan mengurus proses perceraian kita." Astri berdiri dan menggandeng tangan Ridho.
"Kamu." Astri mengalihkan pandangannya ke perempuan itu. Perempuan itu menatap Astri.
"Terimakasih sudah menghancurkan rumah tangga saya dan terimakasih telah meruntuhkan semua bahagia yang sudah saya susun." Astri pergi ke kamar dan tak lama kemudian dirinya keluar dari dalam kamar dan membawa sebuah koper.
kembali ke cerita
Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Vera masih menunggu Vero di depan rumah Ridho ditemani oleh Astri dan Ridho. Beberapa menit kemudian motor Vero berhenti di depan rumah Ridho.
"Bunda itu udah dateng. Aku pamit ya Bun." Vera mencium tangan Astri dan memeluk Astri.
"Sering-sering ke sini ya sayang." Astri mencium pipi Vera. Vera hanya mengangguk dan tersenyum.
"Gue pamit ya Dho." Kata Vera.
"Hati-hati, makasih ya." Ucap Ridho dan mengantar Vera sampai luar gerbang.
Vero menatap Ridho.
"Ro. Sorry dan Thank you ya." Ucap Ridho.
Vero menjawab dengan acungan jempol.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Vero & Vera
Teen Fiction- Hal yang paling bahagia adalah ketika saya menjadi seseorang yang bisa membuatmu tertawa lepas tanpa ada beban - Vero Fariz Pratama - aku akan menunggu saat itu dimana kamu dan aku menjadi kita tanpa ada kata dia - Vera Khanza Wijaya