Part - 15

1.6K 191 28
                                    

Malam ini aku duduk sendiri diteras. Merenungkan masalah yang menggangguku akhir-akhir ini. Sudah seminggu ini Kyungsoo mengabaikanku, tidak mau bicara denganku, dan berakhir membuat perasaanku tak menentu.

Lampu teras segaja ku biarkan menyala sebagian. Aku tidak mau kedapatan menangis seperti bocah bayi dirumahku sendiri. Semenjak Kyungsoo mengabaikanku, perasaanku tidak pernah tenang dan hal itu berimbas pada air mata yang entah kenapa tidak pernah habis menetes. Aku rindu Kyungsoo. Aku rindu kebersamaan kami.

Beberapa saat ku dapati lampu motor menyorot ke wajahku. Itu Chanyeol, dia baru pulang.

Ku angkat kaki ku terburu. Semenjak ciuman malam itu, kami menjadi asing dan saling irit bicara. Entahlah, kurasa karena canggung.

"Tunggu." Dia memotong cepat saat aku hendak berbalik.

"Mau jalan-jalan sebentar?"

###

Udara disekitar sungai Han menjadi sangat menusuk dimalam hari. Padahal langit bersih tanpa sedikitpun awan. Juga bintang yang tak absen menemani sang rembulan menyinari bumi.

Aku ingin mengutuk Chanyeol yang tidak memperbolehkanku mengambil jaket dikamar sebelum kami berangkat tadi. Namun jika dipikir lagi, kami tidak sedang dalam suasana seperti biasa. Segera ku urungkan niatku untuk berdebat.

Sejenak kutarik kebawah lengan hoodie-ku dan menyembunyikan tanganku disana.

"Terimakasih."

"Bukan apa-apa."

Ku geser pantatku mendekat. Sepertinya Chanyeol salah paham dengan yang ku katakan barusan. Bagaimana mengatakannya ya. Aku memang berterimkasih karena dia sudah membantu memperbaiki suasana hatiku. Tapi bukan itu yang mau ku katakan.

Park Chanyeol tidak bergeming namun hal itu justru behasil mengundang rasa gugupku. "Maksudku—aku ingin berterimakasih karena kau telah menyelamatkanku dihutan—"

Kuremas jemariku yang terkepal. "—aku tahu sudah sangat terlambat untuk mengatakannya. Tapi bagaimanapun aku sangat berterimakasih. Kalau kau tidak cepat datang mungkin aku sudah habis jadi santapan harimau dihutan."

Kurasa bukan hal buruk jika mengatakannya. Aku memang harus bertemikasih karena Park Chanyeol telah menyelamatkan nyawaku.

Kutarik napas tenang sambil menunggu jawaban dari Chanyeol. Tapi kediamannya membuat suasana menjadi canggung. Apa aku salah bicara.

Mungkin Chanyeol merasa tidak nyaman dengan obrolan ini. Sedikit kecewa namun hal itu sama sekali tidak mengganggu keputusanku untuk berterimakasih padanya. Terlepas dia menerima atau tidak, yang terpenting aku telah menyampaikan maksud baik dari lubuk hatiku yang paling dalam.

"Apa makanannya enak?" kuputuskan untuk mengatakan hal lainnya.

"Seleramu buruk."

Chanyeol baru saja menghabiskan lima tusuk sosis sundae. Dan dia bilang tidak enak. Keterlaluan sekali. Apa karena kenyang membuatnya mendadak jadi pendiam begitu.

Sebelum kemari kami membeli beberapa jenis jajanan kaki lima, sekedar untuk mengisi perut yang memang belum terisi makan malam.

Setelah menghabiskan satu tusuk odeng, ku letakkan tusuknya ke sisi tubuhku.

"Kenapa kau selalu mengatakan yang sebaliknya, sih?"

Chanyeol sering bertindak sesuka hati. Hal itu membuatku ingin mematahkan sikap sok kerennya.

"Apa?" Jawabnya cuek dan terkesan tidak peduli.

"Didalam hatimu kau tampak lembut tetapi dari luar kau kasar sekali. Naneun arra?" Kataku lebih jujur. (Aku tahu).

Suspicious StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang