Day - 3

993 121 22
                                    

Setelah dari rumah nenek kami kembali lagi ke Seoul. Dan melakukan aktifitas seperti biasa. Tak terasa semua berjalan begitu cepat, musim dingin rupanya telah mengganti musim gugur yang kering.

Malam ini salju pertama datang, Titik-titik putih mulai memenuhi jalanan yang lenggang. Mungkin orang-orang malas keluar rumah karena cuaca mulai dingin.

Sedang, aku masih betah memangku dagu serta menatap keluar jendela. Melihat buliran putih itu sedikit demi sedikit menutup atap rumah-rumah yang berdiri dibawah gedung apartemen.

Beberapa saat kemudian Chanyeol datang dengan membawa dua mug coklat panas dan duduk disampingku sambil tersenyum hangat yang mampu membuatku seketika mencair seperti es krim dimusim panas.

Dia menyerahkan satu mugnya untukku. "Cuaca malam ini mungkin akan berubah dingin."

Sambil menyeruput coklat panas milik ku berikan seulas senyum. "Bukankah aku tidak perlu khawatir, ada pelukanmu yang akan menghangatkanku."

Chanyeol beringsut mendekat, mempersempit jarak diantara kami. Lalu meletakkan kepalanya dipundakku.

"Aku masih berpikir apakah benar kita sudah berakhir."

Lalu kemudian aku teringat tentang kenyataan bahwa musim dingin tahun mendatang kami tidak bisa seperti ini lagi. Terlalu miris, dan aku tidak berani membayangkan lebih jauh bagaimana kehidupan kami setelah semua ini berakhir.

Ku tekan dadaku yang terasa sesak. Kenyataan ini terlalu menyakitkan.

"Mhm," sahutku tanpa suara.

Suasana kembali sunyi, kami saling terdiam. Saling menikmati kebersamaan yang singkat ini atau sekedar bergelung dengan pikiran masing-masing.

Chanyeol menekan kepalanya dipundakku sambil berujar lagi. "Lalu apa yang akan kau lakukan setelah kita berpisah?"

Ku tarik napas dengan lambat dan panjang. Berusaha tidak menitihkan air mata. Meski bibirku sudah bergetar ku coba untuk bersuara tenang.

"Melanjutkan kuliah, tentu saja." Kataku bohong. Aku tidak bisa menunjukkan kenyataan bahwa setelah kami berpisah aku akan pergi bersama Kyungsoo ke Amerika. Itu akan menyakiti perasaan Chanyeol, juga menyakitiku. Karena bagaimanapun juga tanpa ku sadari segala rasa sakit Chanyeol adalah kesakitanku.

Disisi lain aku memiliki alasan yang cukup kuat untuk meninggalkan Korea. Mungkin sewaktu-waktu aku bisa mati karena terlalu merindukan Chanyeol. Aku hanya ingin melupakannya, melihatnya setiap saat bisa membuatku gila.

Kurasakan Chanyeol tertawa tanpa suara. "Lalu bagaimana denganku? Kenapa aku justru tidak sanggup melanjutkan hidupku."

Lalu dengan semua tekanan ini, aku mencoba bersikap kuat. Meski bayang-bayang Chanyeol akan melupakanku menjadi mimpi buruk sepanjang hidupku. Aku yang meminta ini, jadi aku tidak bisa menyerah.

"Kau bisa,"

Cukup lama Chanyeol tak lagi bersua. Akan tetapi dia mencoba menyelami mataku yang tak setegar kenyataannya.

Ku tutup mataku saat tangannya membelai pipiku. Meresapi hangat kasih tulusnya untukku. Namun aku tidak ingin terlena dengan kebahagiaan singkat ini, aku harus bangun dan menerima kenyataan pahit tentang kisah kami.

"Bagaimana?"

"Lupakan aku."

Agaknya obrolan kami malam ini terdengar klise, bagaimanapun semua yang ku katakan hanyalah omong kosong. Bualan lalu yang bisa membuat sakit perut sebab teramat konyol untuk dipercayai.

Suspicious StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang