Always Love

1K 209 29
                                    

Kau akan hidup selamanya dalam diriku, selamanya, aku janji!🌂🌂

"Rin, makan dulu," Sandra menggoyang tubuh Irina pelan, berusaha membuat sahabat cantiknya ini makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rin, makan dulu," Sandra menggoyang tubuh Irina pelan, berusaha membuat sahabat cantiknya ini makan.

"Hem," Irina bergumam kecil, meliukkan tubuhnya sesaat baru membuka matanya.

"Dia tidur," bisik Sandra menunjuk Rean yang masih berada di dalam bathup.

"Jam berapa sekarang Sand?" tanya Irina mengitarkan pandangan.

"Setengah enam sore,"

"Belom terbenam matahari?"

Sandra menggeleng, ia paham maksud Irina. Gadis ini pastilah sangat ingin segera menyentuh tubuh Rean.

"Tenang, luka goresannya kan udah gue balut. Lo jangan terlalu khawatir. Dia bakalan cepet sembuh, tuh liat aja muka pulasnya, berasa nggak lagi sakit dia."

"Biar gue nunggu malem dulu Sand," tolak Irina enggan beranjak.

"Lo seharian belom makan Rin, nanti lo ikutan sakit,"

"Rean juga belom makan," Irina menoleh Rean yang masih tertidur dalam rendam air dinginnya, wajahnya memucat, pertanda energinya benar-benar terkuras.

"Yaudah, nanti kalo Rean bangun, kalian makan. Semua barang lo sama barang Rean udah masuk mobil, kita tinggal berangkat."

"Masih ujan di luar Sand?" tanya Irina tanpa harapan.

"Masih, dan sangat deras. Lo tau sekarang emang lagi waktunya musim ujan."

"Sia-sia kita bawa dia ke sini buat pengobatan," sesal Irina.

"Nggak ada yang sia-sia Rin. Gue yakin Rean pun punya pikiran yang sama kayak gue."

Sandra menepuk bahu Irina sebelum beranjak keluar kamar mandi. Eza memang sengaja membawakan kursi kecil untuk tempat Irina duduk yang sama sekali tak mau meninggalkan Rean. Bagi Irina, meski tak mampu menyentuh tubuh lelakinya, ia harus tetap ada di sisinya. Melihat Rean dan terus mendampinginya adalah pilihan Irina. Dipandangnya beberapa luka sayatan bekas terkena air hujan di tubuh Rean. Jika air hujan saja bisa membuat Rean begitu terluka, apalagi jika ia menyentuhnya, apakah tidak terlalu berbahaya?

"Irina," sebuah bisikan membuyarkan lamunan Irina. Rean bergerak, membuka setengah kelopak matanya dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Re," balas Irina, "udah enakan?" tanyanya.

Rean mengangguk, berdusta, ia merasa tak punya daya sama sekali untuk sekadar memberi jawaban pada Irina. Sorot matanya meredup, pandangannya berkabut. Ia terbatuk kecil hingga keluar darah lagi dari mulutnya.

"Rean," Irina berdiri cemas tapi cepat Rean mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Irina sambil menghapus darah di bibirnya. "Rean," rintih Irina tak kuasa menahan air mata.

The Sound Of SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang