The Words

986 198 13
                                    

Lelaki tampan, dipuja banyak orang, memiliki segudang keterampilan, tetapi terjebak dalam cinta masa lalu yang mustahil ia tinggalkan. Itulah Rean, hatinya hanya melihat pada Irina seorang. Ia tak pernah berniat meninggalkan gadisnya atau dengan berani berpaling darinya. Di dasar danau saja Rean setia pada bisikan-bisikan sunyi yang tak kunjung berhenti, apalagi kini ia dianugrahi hati untuk mencintai. Kepada Irina saja hati itu tak ingin berbagi.

"Aku tinggal di lantai dua," ucap Irina seolah hanya ingin memancing percakapan dalam kediaman mereka yang panjang.

Rean mengangguk kecil, ia keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Irina. Meski Rean sudah menawarkan diri untuk menggendongnya, Irina menepisnya. Ia tidak mau merasa berat jika suatu ketika Rean benar-benar pergi dari hidupnya. Benar, Irina akan kembali menjadi pemuja yang tak akan bisa bertemu dengan idolanya.

"Aku harus mastiin kamu baik-baik aja sampe kamar baru aku akan pergi," ucap Rean sambil memapah Irina masuk ke dalam rumahnya melalui tangga samping.

"Aku berasa jadi Cinderella tanpa sepatu kaca," Irina setengah tertawa dalam wajah pucatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku berasa jadi Cinderella tanpa sepatu kaca," Irina setengah tertawa dalam wajah pucatnya.

"Kamu itu bidadari Rin, bukan sekedar Cinderella."

"Aku pengen kamu jadi pangerannya. Apa nggak boleh aku bayangin tentang Cinderella aja?"

"Cinderella harus disiksa dan disakiti banyak orang sebelom ketemu pangerannya. Aku nggak mau itu terjadi ke kamu. Inget Rin! Kamu berhak untuk bahagia sebagai manusia,"

"Aku udah bahagia."

"Ya, sebelum aku kembali ke dalam hidup kamu."

"Bicaramu seolah kamu udah pernah datang sebelomnya dalam hidupku," desis Irina sembari membuka kunci rumahnya, "lagipula kamu udah lama ada di hidupku, jadi jangan nyalahin diri sendiri kayak gitu. Masuk!" tawarnya hingga dijawab anggukan oleh Rean.

"Kamu tinggal berdua di rumah ini?" tanya Rean berusaha mengubah pokok bahasan.

"He'em," jawab Irina, "mau minum apa?"

Cepat, Rean menggoyang telapak tangannya, pertanda bahwa Irina tak perlu repot-repot, "Aku hanya perlu mastiin kamu istirahat. Jadi nggak usah repot-repot, Rin," katanya.

"Aku bersih-bersih bentar kalo gitu," pamit Irina.

Rean diam saja. Ia lebih sibuk mengamati seisi rumah yang sudah berbeda dari yang ia lihat di kehidupan pertama. Irina tak lagi tinggal di dekat mini market, atau di blok yang tak jauh dari supermarket. Kehidupan kedua gadisnya benar-benar berubah, seperti hidup Rean.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Sound Of SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang