Nana menatap gedung sekolahnya dari balik kaca mobil dengan nelangsa.
"Nggak bisa dialihkan ke sekolah lain ya gue?" tanya Nana, menatap Davian dengan puppy-eyesnya.
Davian mengernyit. "Udah dibayar lunas ini uang gedungnya!"
"Ah, kalo dipikir-pikir, lo tuh nggak guna tinggal bertahun-tahun di Indonesia. Nggak tau isi sila ke-empat Pancasila ya?" gerutu Nana.
"Apa?"
"Kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan lo sama Mama nggak mengajak gue bermusyawarah sama sekali padahal ini menyangkut masa depan gue!" seru Nana tanpa koma.
Davian menepikan mobilnya dan berbalik menghadap Nana. "Athena, kalau yang lo permasalahkan adalah kualitas sekolah ini, jawabannya adalah Citra Bakti sekolah favorit. Sedangkan, kalau yang lo permasalahkan adalah keberadaan Ares di sekolah ini, jawabannya adalah lo nggak harus berinteraksi dengan dia, sekolah tuh muridnya banyak, nggak cuma ada elo sama Ares, okay?" jelasnya panjang lebar.
"Fine. Kita liat aja, apakah gue bisa bertahan melihat tingkah-mengundang-perangnya!" Nana keluar dari mobil dan berjalan masuk ke halaman sekolah.
SMA Citra Bakti tampak megah, mendukung perkataan kakaknya bahwa sekolah ini merupakan sekolah favorit. Saat memasuki gerbang, Nana disambut oleh halaman luas yang di ujungnya ada ring basket yang bisa digeser-geser. Di pinggiran halamannya banyak ditanami pohon-pohon kecil, membuat suasananya tampak sejuk, apalagi warna gedung sekolahnya hijau muda. Di seberang lapangan ada dua pintu masuk.
"Pintu yang kiri tembusnya ke lobby, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ah pokoknya ruangan yang isinya guru dan pegawai. Kalau pintu satunya tembus ke ruang-ruang kelas," jelas Pak Satpam yang sedang nongkrong di gerbang.
"Oke, makasih, Pak!"
Nana segera menuju pintu lobby, rencana pertamanya hari ini adalah bertamu ke ruang tata usaha. Tadi sebelum berangkat, Davian menawarkan diri untuk menemani Nana, tapi ia tolak karena hal seperti ini bisa diurusnya sendiri.
"Permisi." Nana mengetuk pintu ruangan dan melongokkan kepalanya ke dalam. "Saya murid baru---"
"Oh, Athena? Ayo langsung saya antar saja ke kelas," potong seorang bapak-bapak berkumis yang pada name tagnya tertulis Imron.
Nana membatalkan rencananya untuk masuk ke ruang tata usaha dan mulai mengekor Pak Imron menuju kelasnya.
"Namanya bagus," puji Pak Imron saat mereka berjalan menyusuri koridor kelas. "Dewi kebijaksanaan. Dewi strategi perang. Betul?" tanyanya basa-basi.
Nana mengangguk sopan. "Iya, Pak," jawabnya.
"Di sekolah ini juga ada sang Dewa Perang," kata Pak Imron.
Nana mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia sudah tau. Kayaknya kalau ketemu bakal timbul perang.
Setelah sampai di depan kelas 11 IPA 3, Pak Imron mempersilakan Nana masuk.
"Baik, Anak-Anak. Kita kedatangan murid baru," kata Pak Imron pada seisi kelas. Lalu, ia memberi kode pada Nana untuk memperkenalkan diri.
Nana merasakan tatapan seisi kelas menilainya. Perutnya jadi mules mendadak. Sebenarnya, dia gampang grogi.
"Nama gue Athena," ucap Nana. "Athena Adhara," lanjutnya.
"Wah, Athena memang dikisahkan masih gadis," sahut Pak Imron. "Kebetulan saya guru sejarah," tambahnya.
Nana tersenyum kecil.
"Pindahan dari mana?" seru seorang cowok dari baris belakang.
"Udah ada cowok belom?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Athena
Teen FictionAjari aku melupakan dia. Setelah itu, sepenuhnya hatiku akan menjadi milikmu. __________ "Athena, lo nggak lagi bercandain gue kan?" Nana menggeleng lemah. Ares membanting sisa puntung rokoknya ke tanah. Matanya menatap Nana dengan pandangan n...