"Kemarin, ada yang minta sesuatu ke gue," bisiknya.
"Apaan, sih, jangan deket-deket!" Nana menggeser tubuhnya. "Siapa yang minta-minta ke elo?"
Ares membuang pandangannya ke dapur yang disekat dengan tembok. "Makanya ikut gue. Nanti gue ceritain."
"Bentar, gue ganti baju dulu." Nana beranjak dari sofa dan memasuki kamarnya. Beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar dengan jogger pants abu-abu dan kaos putih polos yang dihiasi saku di dada kirinya. Sneakers putihnya ia kenakan sambil berjalan dengan loncat-loncat kecil karena hampir hilang keseimbangan.
Di sofa, Ares sudah bersama Davian yang sepertinya baru selesai sarapan. Mereka sedang asik berbincang dengan disertai kekehan-kekehan yang dihasilkan oleh bahasan yang menurut mereka lucu.
"Yuk, M," sela Nana seraya mengambil HPnya yang tadi ia letakkan di meja di depan sofa.
Davian memandangi Nana dari atas sampai bawah, lalu berbalik menatap Ares. "Lo nggak bilang mau pergi sama Nana," tuduh Davian.
"Oh, iya, maap lupa. Gue bilang sekarang, nih. Gue mau pergi sama Nana bentar ya, Yan." Ares mengangkat-angkat alisnya dengan muka sok imut.
Davian berdecih. "Maap-maap pala lo. Sebagai kakak yang protektif, gue bersabda," kata Davian. "Lo gue larang naksir Nanaku, Res," lanjutnya.
"Idih. Siapa yang naksir nana lo. Gue punya nana sendiri, kali. Aurot gue keliatan kalo nggak pake nana." Ares beranjak sambil menaikkan celananya yang entah kenapa tiba-tiba melorot.
Davian menatap Ares dengan tatapan yang tak terdefinisikan. "Gue telanjangin di sini mau, Res?"
Ares membulatkan matanya. "Astaghfirullah," katanya. "Mau."
Davian memasang wajah ingin muntah seraya melemparkan bantal ke arah Ares. "Najis lo, Curut."
"Jadi pergi nggak, nih?" tanya Nana yang daritadi hanya menyaksikan tingkah dua laki-laki itu.
Ares mengarahkan pandangannya pada Nana. "Mau ke mana, sih, Na?" tanya Davian.
Nana mengangkat bahu. "Nggak ngerti. Diajakin si Tiga M. Ya udah gue iya-iya aja. Lagian, suntuk di rumah," ujarnya.
"Dave juga suntuk, nih. Nggak diajakin?" tanya Davian.
"Nggak. Nggak usah jadi perusak suasana, deh," tolak Ares. "Jaga rumah ya, Pah. Mamah mau jalan-jalan bentar sama anak kita." Ares melambaikan tangannya pada Davian lalu berlalu keluar dari pintu bersama Nana.
Setelah beberapa meter jauhnya dari pintu apartemen Davian, laki-laki blasteran itu memanggilnya.
"Woi, Res. Sini bentar," seru Davian.
Ares membalikkan tubuhnya dan menatap Davian dengan tatapan apa-lagi-sih.
"Sini bentar. Sang kakak mau bersabda lagi," ucap Davian dari depan pintu.
Ares menoleh menatap Nana. "Bentar. Lo tunggu di sini," ujarnya.
Langkah kaki Ares mendekati Davian yang menantinya sambil bersedekap.
"Paan?" tanya Ares setelah tepat berada di depan tetangganya itu.
Davian menghela napas perlahan. "Res, lo boleh deketin semua cewek. Tapi, jangan adik gue," katanya. "Lo bahkan boleh balikan sama Sandra, bro."
Ares terkesiap mendengar pernyataan Davian. "Lo tau banget gue nggak bakal balikan sama dia."
"Itu cuma sekedar kata-kata buat nunjukin seberapa nggak setujunya lo deketin adik gue, man."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Athena
Teen FictionAjari aku melupakan dia. Setelah itu, sepenuhnya hatiku akan menjadi milikmu. __________ "Athena, lo nggak lagi bercandain gue kan?" Nana menggeleng lemah. Ares membanting sisa puntung rokoknya ke tanah. Matanya menatap Nana dengan pandangan n...