5

113 10 2
                                    

"Mau mampir makan bentar nggak, Zan?" tanya Ares begitu mereka berhenti di lampu merah.

Nana memukul helm Ares dengan keras. "Nggak sudi gue makan bareng lo!"

Ares meringis kesakitan sambil mengelus-elus helm-nya. "Nggak waras lo! Tenaga Tarzan berani-beraninya menyentuh helm mahal gue! Mau gue turunin di jalan?!" ancamnya.

Nana tertawa cengengesan sambil menabok punggung Ares. "Hehehehe, jangan, dong. Gue temenin makan, deh. Traktir ya?" rayunya.

"Mimpi apa sih gue, sampe dititipin makhluk hutan begini," desis Ares kesal.

"Nggak ikhlas lo dimintain tolong Dave?!"

Ares menjalankan motornya lagi saat lampu hijau menyala. "Ikhlas, Zan, ikhlas lahir batin!" serunya kesal.

Saat tiba di sebuah rumah makan sederhana, Ares memarkirkan motornya. Ia masuk ke dalam, mendahului Nana yang masih melepas tali helm yang melilit di bawah dagunya.

"Lain kali nggak usah bawa helm!" gerutu Ares yang tiba-tiba berada di hadapan Nana, mencoba membuka kaitan helm gadis itu.

Nana langsung merespon bantuan Ares dengan pelototan nggak suka. "Nggak usah sok ngebantuin!"

Saat berhasil membuka kaitan helm Nana, Ares segera meletakkan helm itu di atas motornya. "Lo tuh emang makhluk hutan asli, ya! Buka helm aja harus ditolongin," cibirnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah makan.

Nana menggeram sebal. Tapi, dia harus membangun mood-nya agar nafsu makannya nggak hilang, makanya dia nggak membalas perkataan Ares. Sabar, Nana. Orang sabar disayang Dave, batinnya menyabarkan diri.

Nana mengikuti Ares untuk duduk di meja yang terletak agak di belakang. Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi dan langsung mencomot seplastik kecil kacang goreng dari dalam toples.

"Mau makan apa lo?" tanya Ares sambil melihat menu makanan yang terpampang di suatu kain lebar yang menempel di dinding.

Nana mengikuti arah pandangan Ares dan mulai memilih. "Ayam penyet boleh juga," katanya sambil memasukkan beberapa butir kacang ke mulutnya. "Nggak ada jus durian ya?"

Ares menendang kaki Nana dari bawah meja. "Lo kira outlet jus?"

Mendapat tendangan dari Ares, Nana otomatis melempar beberapa butir kacang yang ada di telapak tangannya ke muka Ares, membuat cowok itu menendangnya lagi.

"Gue lemon tea aja," putus Nana.

"Gue juga sama. Sana bilang ke ibunya!" perintah Ares sambil menendang kaki Nana kembali.

Nana melotot nggak terima. "Kok gue?!"

"Kan gue yang bayarin. Gue bosnya lah," tukas Ares enteng.

Nana berdiri dan mendecih sewot. "Sok banyak duit. Makan kemarin aja minta numpang," gerutunya kesal. Lalu, ia menyebutkan pesanan mereka kepada ibu pemilik rumah makan dan kembali duduk.

Setelah pesanan datang, mereka makan dalam keheningan. Yang terdengar hanya denting-denting sendok dengan piring, dan juga bising obrolan orang di sekitar mereka.

"Lo suka jus durian?" tanya Ares memecah kesunyian. Matanya masih fokus pada piring ayam penyetnya.

Nana memancarkan wajah cerianya sambil melahap sesendok nasi. "Suka banget!" girangnya dengan mulut penuh.

"Di deket apartemen ada yang jual." Ares menyesap lemon tea-nya hingga berkurang setengah.

Binar mata Nana menunjukkan kebahagiaan. "Mau lo beliin?" tanyanya senang.

Mata Ares langsung menatap lembut cewek di hadapannya. "Cuma ngasih tau, Zan." Ares memamerkan senyum manisnya yang cuma sekilas dan beralih konsentrasi pada makanannya lagi.

Nana menusuk ayam penyetnya dengan kasar dan mendengus. "PHP lo, Pelit!"

"Mahal, men, lima belas ribu. Mending buat beli bensin seliter."

Nana terbahak sebelum sesendok nasi melayang menuju mulutnya. "Luarnya sih keren. Naik ninja, tinggal di apartemen mahal. Tapi ngeluarin uang lima belas ribu aja sayang," ejeknya.

Ares mengacung-acungkan sendoknya ke Nana. "Lima belas ribu itu jumlah yang berlebihan buat traktir minum seorang Tarzan!" katanya. "Lemon tea aja udah kelewat mewah buat lo. Lo tuh pantesnya minum air sungai."

Nana menendang tulang kering Ares.

***

Pandangan Nana menyapu seluruh ruangan saat keluar dari kamar, dia habis tidur sore.

"Dave?" panggil Nana begitu nggak melihat tanda-tanda kehidupan di sekitarnya.

Biasanya, jam 6 gini kakaknya udah kelar kuliah dan nongkrong di sofa. Tapi kali ini suasananya senyap sekali. Nana melangkah menuju kamar Davian yang sebelahan dengan kamarnya, kemudian mengetuk.

"Dave?" panggilnya.

Nggak ada sahutan dari dalam. Nana mencoba membuka pintu kamar Davian, nggak dikunci.

Ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar sang kakak, lalu berlari mendekat saat melihat Davian... tertidur. Tapi bukan tertidur di kasur seperti biasa, tangan kakaknya seperti meraih pinggiran kasur dan tubuhnya terkapar di lantai dengan nggak wajar.

Ares & AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang