"Dia lupa sama gue."
Sandra memalingkan wajahnya dari HP ke cowok yang duduk di belakang setir.
"Siapa?" tanya Sandra.
Agas mengedikkan dagunya ke arah seorang cewek yang sedang menaiki boncengan Ares. Kemudian, ia mengeluarkan mobilnya dari parkiran dan mendahului Ares serta Nana yang tampak masih ribut.
"Athena kenal Ares?" tanya Sandra saat mereka melalui ninja Ares. Raut wajahnya berubah khawatir.
Agas mengangkat bahunya sekilas. "Keliatannya begitu," ujarnya.
Sandra masih memandang Ares dan Nana dari balik kaca belakang mobil. Setelah mobil Agas melaju ke jalanan, fokus Sandra kembali ke HPnya.
"Gimana urusan lo sama Ares tadi?" tanya Agas tiba-tiba.
Sandra menatap wajah di sebelahnya dengan pahit. "Nggak lancar. Dia nggak mau ngerti."
"Dia marahin lo?" tanya Agas hati-hati.
"Kayak nggak tau Ares aja," ucap Sandra. "Ngomong-ngomong, Athena itu Nana yang sering lo sebut-sebut?" tanyanya mengalihkan topik.
Agas mendengus pelan. Fokusnya menerawang ke jalanan di depannya.
"Dia Nana, temen kecil gue. Yang janji bakal nikah sama gue," kata Agas sambil tersenyum tipis.
***
Agas nyelonong masuk ke dalam rumah sederhana yang terletak di samping rumahnya yang berlantai dua.
"Nana! Ayo main bola!" teriak Agas saat sudah berada di dalam rumah Nana.
Rumah itu tampak sepi. Biasanya, sore begini Nana sedang nonton kartun ditemani neneknya. Nana tinggal hanya bersama neneknya di Jakarta. Agas nggak pernah bertemu dengan kedua orang tua Nana. Setau Agas, kadang mamanya Nana pulang dari luar negeri dan Nenek akan mengantarkan Nana ke rumah mamanya. Lalu, nanti kalau mamanya balik lagi ke luar negeri, Nana akan kembali ke rumah neneknya. Hal tersebut membuat Agas sebal dengan kepulangan mamanya Nana.
"Nana lagi keluar sama mamanya, Gas," ujar Nenek yang tiba-tiba muncul dari halaman belakang.
Agas yang sedang memantul-mantulkan bola di lantai ruang tamu segera berdiri memeluk bolanya.
"Yah," keluh Agas. "Nana pulang kapan, Nek?" tanyanya.
Nenek menggeleng lembut. "Nggak tau. Tadi mamanya yang jemput, katanya mau jalan-jalan sebentar. Paling nanti malem udah pulang," kata Nenek.
Agas hanya mengangguk-angguk mendengar Nenek bicara. Wajahnya terlihat sedih, seperti sebelum-sebelumnya kalau Nenek bilang Nana sedang di rumah mamanya.
"Bantuin Nenek angkatin jemuran, yuk?" ajak Nenek, disambut dengan wajah ceria Agas.
"Yuk!"
Kemudian, Agas berlari ke halaman belakang mendahului Nenek. Di sana banyak sekali jemuran yang sudah kering. Separuhnya sudah dimasukkan ke dalam keranjang besar di dekat tempat jemuran.
Agas kecil loncat-loncat mencoba menarik baju Nana yang sudah kering dari tali jemuran. Setelah berhasil menarik satu baju, ia berlari menuju keranjang. Ia senang sekali membantu Nenek. Biasanya, ia membantu Nenek bersama Nana.
Saat pandangan Agas nggak sengaja tertuju pada Nenek, Agas mengernyit. Nenek tampak kurus di balik daster yang dikenakannya. Rambutnya sudah sepenuhnya putih. Sinar matanya meredup dan wajahnya pucat sekali.
"Nenek sakit?" tanya Agas sambil memeluk dua baju Nana sekaligus.
Nenek menunduk, menatap bocah laki-laki berumur empat tahun di sampingnya. "Sehat-sehat aja, tuh," jawab Nenek sambil mengusap lembut kepala Agas.
Setelah selesai mengangkat jemuran, Agas membantu Nenek memasak. Membantu disini maksudnya ngerecokin, atau lebih tepatnya cicip-cicip kecap, sosis instan, garam, gula jawa, sampai roy*co pun ia coba.
"Jangan nyemil roy*co nanti kamu jadi bego, Gas!" teriak seorang gadis kecil yang tiba-tiba nongol di dapur, membuat Agas dan Nenek terkejut.
"Nana udah pulang?" tanya Agas sambil menjilati bumbu roy*co yang masih menempel di jempol tangannya.
Nana menatap Agas dengan jijik. "Ayo, cuci tangan!" perintahnya. Ia menarik pergelangan tangan Agas dan menyeretnya menuju kamar mandi untuk cuci tangan.
"Tadi aku habis beli boneka sama Mama!" pamer Nana setelah Agas selesai cuci tangan.
Mereka berdua berjalan menuju ruang tamu, tempat Mama sedang duduk. Itu pertama kali Agas bertemu Tante Rena, mamanya Nana. Tante Rena manis. Tapi, menurut Agas, Nana dan mamanya nggak mirip. Cuma rambut gelap bergelombang yang mempersamakan mereka.
"Eh, ini Agas ya?" tanya Tante Rena ramah.
Agas hanya mengangguk di belakang Nana. Sedangkan gadis itu membongkar plastik belanjaannya.
"Nih, bonekanya ada dua!" tunjuk Nana. "Cowok sama cewek," lanjutnya.
Agas mengambil salah satunya dan mengamati. "Kok pakai gaun pengantin?" tanyanya sambil memegang gaun si boneka perempuan.
"Kan mereka berdua menikah," jawab Nana. "Kalau udah gede, Nana menikahnya sama Agas ya! Boleh?"
Mama yang mendengar celotehan kedua anak kecil itu pun hanya menggeleng-geleng geli.
"Boleh," jawab Agas.
***
Agas membanting pintu kamarnya dengan keras. Ia menjatuhkan tubuhnya dan tengkurap ke kasur, masih dengan tas di punggungnya.
Se-nggakpenting itukah gue sampe lo bisa lupa? tanya Agas dalam hatinya.
"Padahal lo penting banget buat gue, Na," gumamnya.
Nana ada disaat Agas kesepian di rumah, ditinggal kerja orang tuanya. Nana ada disaat anak-anak di kompleksnya nggak mau temenan sama Agas, gara-gara Agas anak orang kaya sedangkan mereka kaum menengah ke bawah dan gara-gara Agas dikira sombong karena pelit bicara. Nana yang belain Agas waktu mainan baru cowok itu dirusak sama anak-anak kompleks.
"Lo temen pertama gue. Sahabat pertama gue, dan..." Agas tersenyum kecut. "Cinta pertama gue."
Agas berdiri dan melemparkan tasnya ke sudut kamar. Matanya mencari-cari sesuatu yang sempat dibuangnya. Boneka pengantin laki-laki yang diberikan Nana padanya, tergeletak di dalam laci meja belajar.
Boneka itu simbol perpisahan mereka. Waktu itu, Nana harus ikut mamanya ke luar negeri karena Nenek meninggal. Setahun setelah boneka pengantin itu dibeli oleh Nana.
Mereka baru SD kelas 2 saat Nana tiba-tiba masuk ke kamarnya dan menangis sesenggukan. Agas sedang belajar ketika Nana meraung-raung di pelukannya. Kemudian, Nana memberikan boneka laki-lakinya. Nana menangis, di tempat yang sama dimana Agas saat ini berada.
"Nana besok pergi, Gas," isaknya. "Tapi, Nana janji bakal balik lagi. Agas jangan nikah dulu, ya? Tungguin Nana pulang. Nanti kita satuin bonekanya."
Agas memandang boneka laki-lakinya dengan penuh sangsi. "Paling boneka lo udah ilang, Na," tebaknya.
Pikiran Agas melayang. Apa perlu ia mengingatkan Nana kalau ia adalah teman kecilnya? Atau, lebih baik membiarkan Nana mengingat semuanya sendiri?
Agas menggeleng pelan. Gue bakal giring lo ke rumah Nenek, Na, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Athena
Teen FictionAjari aku melupakan dia. Setelah itu, sepenuhnya hatiku akan menjadi milikmu. __________ "Athena, lo nggak lagi bercandain gue kan?" Nana menggeleng lemah. Ares membanting sisa puntung rokoknya ke tanah. Matanya menatap Nana dengan pandangan n...