"Buat kelompok gue, habis ini jangan langsung pulang. Kumpul dulu buat matengin konsep," seru Mita dari mejanya.
"Okay," balas Sandra.
Agas dan Aji hanya mengangguk mengiyakan.
Sedangkan Nana melengos malas. Kepalanya ia geletakkan di meja dan matanya memejam.
Terdengar sayup-sayup langkah kaki teman sekelasnya yang mulai meninggalkan kelas, menyisakan anggota kelompok film Mita di dalamnya.
"Na?"
Nana mendengar panggilan itu, tapi ia bergeming.
Sentuhan tangan lembut di pundaknya membuat darah Nana berdesir, kepalanya langsung ia tegakkan.
Kenapa? batinnya.
"Lo ketiduran?" tanya Agas dengan ransel di bahu kanannya.
"E-eh, iya," bohongnya.
"Ayo, kumpul," ajak Agas seraya mengedikkan dagunya ke arah Mita dan Aji yang berjalan keluar kelas, sedangkan Sandra masih berdiri di tempatnya, menunggu Agas.
Tanpa merespon perkataan Agas, Nana segera bangkit dari bangkunya dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Setelah buku-bukunya beres, ia langsung melesat menuju pintu, namun tangan Agas meraih lengannya.
"Lo marah sama gue, Na?" tanya Agas.
Nana menatap tangan Agas yang mencengkeram lengannya dengan tatapan tak suka. "Lepasin, Gas."
Agas menggeleng. "Jelasin dulu, kenapa lo marah sama gue?"
"Gue nggak marah sama lo."
Nana berusaha melepas cengkeraman tangan Agas di lengan kirinya, tapi apadaya, lengan kanannya pun juga ikut diraih laki-laki itu.
"Gas, lepasin gue!" teriak Nana saat tubuhnya sudah seutuhnya berhadapan dengan Agas.
Sorot mata Agas tampak sedih. Ia sedih, karena Nana marah padanya. Ia sedih, karena Nana masih saja tak ingat padanya.
"Gas!" teriak Nana benar-benar marah.
Tak disangka, Agas langsung menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya. Nana diam, tidak bersuara.
Suasana hening segera menyergap ruang kelas tersebut. Yang terdengar hanyalah debaran jantung Agas di telinga Nana.
"Minggir lo!" Begitu kesadarannya kembali, Nana segera berontak dari pelukan Agas.
Tapi, laki-laki itu malah mempererat dekapannya. "Biarin kayak gini sebentar aja, Na," mohonnya.
Agas merasakan seragamnya menjadi lembab. Entah karena peluh Nana yang mencoba berontak, atau karena air mata gadis pujaannya itu.
"Brengsek lo, Gas!" teriak Nana seraya memukuli dada Agas.
"Lebih brengsek lo, Na. Gimana bisa lo nggak inget gue?" tanyanya getir.
Sandra, yang daritadi hanya memperhatikan, bersuara. "Lepasin, Gas! Percuma lo nungguin orang yang udah lupain lo!" serunya. "Ada gue di sini, Gas, yang selalu siap nemenin lo. Lo nggak perlu ngejar-ngejar hal yang nggak jelas gitu. Bikin capek."
Agas menggeleng. "Gue nggak akan pernah capek nungguin cinta pertama gue."
Sandra menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar. "Percuma, Gas! Dia suka sama kakaknya sendiri!"
***
Nana menatap kosong jalanan di depannya.
Air matanya sudah mengering daritadi, tapi pikirannya masih kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Athena
Teen FictionAjari aku melupakan dia. Setelah itu, sepenuhnya hatiku akan menjadi milikmu. __________ "Athena, lo nggak lagi bercandain gue kan?" Nana menggeleng lemah. Ares membanting sisa puntung rokoknya ke tanah. Matanya menatap Nana dengan pandangan n...