8

131 10 2
                                    

"Na, pulang sama gue, yuk?"

Karena hari ini lagi mangkel berat sama Ares, Nana pun mengangguk setuju. Sebenarnya dia bisa saja naik ojek, tapi ngapain buang-buang duit kalau ada yang bersedia nebengin? Yah, walaupun nggak enak juga sih sama Agas.

Setelah selesai memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, Nana dan Agas keluar dari kelas. Mereka menyusuri koridor menuju parkiran. Dari kejauhan, Nana bisa melihat sosok Ares yang berjalan cepat menghampirinya. Ia pun bertingkah nggak peduli dengan kedatangan cowok itu.

"Ayo pulang, Zan," ajak Ares.

Dengan tampang seolah nggak mendengar ajakan tersebut, Nana menarik tangan Agas agar berjalan lebih cepat dan meninggalkan Ares yang menatap kepergian mereka dengan wajah bingung. Karena merasa nggak punya salah, Ares menyusul keduanya dan menyeruak di tengah-tengah Nana serta Agas.

"Anjir, ngapain sih lo, Tai!" umpat Nana karena kaget tiba-tiba ada yang nyempil di sampingnya.

Ares mencengkeram pergelangan Nana dan menatap gadis itu lurus-lurus. "Lo. Itu. Amanah. Buat. Gue," ucapnya dengan penuh penekanan per kata.

"Lepasin, M!" Nana menepiskan tangan Ares dengan keras. "Gue tuh lagi kesel sama elo!"

"Bukannya lo selalu kesel sama gue ya?" Ares menaikturunkan alisnya dengan bibir yang melengkungkan senyum sok manis.

Agas menepuk pundak Ares, menyela percakapan mereka berdua. "Nana sama gue pulangnya."

"Wah, nggak bisa, bro. Lo mau nanggung dosa gue gara-gara nggak amanah?" Ares bersedekap menghadap Agas.

Agas menatap tajam Ares dengan muka datarnya. "Penting Nana pulang dengan selamat, lo nggak bakalan kena dosa."

"Nah! Urus aja tuh dosa lo ke Pak Imron!" sahut Nana dari belakang Ares. "Yuk, Gas. Ngantuk berat gue, pengen buruan guling-guling di kasur."

Agas segera menyusul Nana yang sudah berjalan duluan menuju parkiran. Di belakangnya, Ares mengekor untuk mengambil motornya.

"Bodo, lah," gerutu Ares.

Setelah sampai di parkiran mobil, Agas membimbing Nana menuju Honda Civic putih dengan kap hitam miliknya. Ia membukakan pintu untuk Nana, kemudian baru masuk ke pintu pengemudi.

"Gue bakalan berurusan sama Sandra nggak, nih?" tanya Nana hati-hati. Ia baru ingat dengan kedekatan Agas dan Sandra.

Agas tersenyum tipis--nyaris nggak kelihatan--sambil menyalakan mobilnya. "Maksudnya?" Ia melajukan mobilnya, melewati Ares yang sedang mengambil motornya di parkiran.

"Yah, gue nggak tau hubungan kalian itu apaan. Tapi kalian keliatan deket, dan--lo tau sendirilah gimana reaksi seorang cewek kalau cowoknya nebengin pulang cewek lain." Nana sebenarnya agak gimana-gimana mengatakan hal itu, berasa dia selingkuhannya Agas, tapi dalam hatinya yang terdalam dia juga kepo apakah Sandra bakal cemburu atau enggak.

"Dia bukan cewek gue," ucap Agas sambil membelokkan mobilnya ke jalanan. Dari kaca spion dalam mobil, ia bisa melihat motor Ares melakukan hal yang sama di belakang.

"Kalau gitu, kenapa kalian deket banget?" Nana menatap Agas dengan wajah kepo-nya.

"Gue sahabatan sama dia dari SMP," ujar Agas. "By the way, rumah lo dimana?"

"Avery Residence Tower," jawab Nana.

"Okay."

Keheningan melingkupi mereka berdua setelah itu. Ingin rasanya menyetel tape mobil Agas, tapi Nana masih punya sopan santun.

Ares & AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang